oleh

Mengembalikan Fungsi Bahasa Sunda Sebagai Bahasa Ibu

Oleh: Helatini, S.Pd., M.Si

PERKEMBANGAN teknologi informasi dan komunikasi mengharuskan masyarakat untuk mengikuti dan menyesuaikan diri dengan perkembangan tersebut. Setiap waktu informasi berkembang, berubah,  bertambah, dan dengan mudah dapat diakses melalui media sosial online dan offline. Media apapun yang digunakan, memakai bahasa sebagai sarana penyampai pesan dan informasi baik lisan maupun tulisan.

Fungsi bahasa yang utama, baik bahasa nasional maupun bahasa daerah adalah sebagai alat komunikasi antar masyarakat. Selain itu, bahasa juga berfungsi sebagai ciri khas atau identitas suatu bangsa atau daerah. Bahasa sebagai kebanggaan bagi pemiliknya, alat pemersatu dan merupakan bagian dari kebudayaan yang harus dijaga kelestariannya. Bahasa menunjukkan bangsa.

Setiap daerah memiliki bahasa daerah atau lebih dikenal dengan sebutan bahasa ibu. Bahasa daerah adalah bahasa yang dipakai di suatu daerah, bahasa suku bangsa seperti bahasa Jawa, bahasa Sunda, bahasa Batak, dan lain-lain. Bahasa ibu adalah bahasa pertama yang dikuasai manusia sejak lahir melalui interaksi dengan sesama anggota masyarakat bahasanya seperti keluarga dan masyarakat lingkungannya. Setiap bahasa daerah atau bahasa ibu memiliki ciri khas tersendiri yang tidak sama dan tidak dimiliki daerah lain.

Saat ini, bahasa daerah bukanlah satu-satunya bahasa yang digunakan sebagai alat komunikasi antar masyarakat di daerah tertentu. Bahasa Sunda bukanlah satu satunya bahasa yang digunakan oleh suku Sunda. Masyarakat suku Sunda adalah masyarakat heterogen dan menggunakan bahasa beraneka ragam. Adanya perkawinan, perpindahan penduduk, dan percampuran kebudayaan mempengaruhi penggunaan bahasa Sunda.

Perubahan tidak dapat dibendung dan dicegah, karena perubahan bersipat abadi. Pergeseran fungsi dan kedudukan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu tidak dapat dihindari. Sebagian masyarakat meninggalkan bahasa Sunda, dan memilih menggunakan bahasa lain karena berbagai kepentingan dan situasi yang mengharuskannya.

Sebuah keluarga yang semula menggunakan bahasa Sunda sebagai alat komunikasi setiap hari, beralih menggunakan bahasa nasional setelah bertambah anggota keluarga baru yang tidak dapat menggunakan bahasa Sunda tersebut. Bahasa nasional dijadikan satu-satunya pilihan untuk berkomunikasi.

Anak-anak sekolah, mulai menggunakan bahasa gaul yang tidak terstruktur dengan benar dari tata bahasa atau diksi. Jadilah bahasa baru, bahasa campuran, bahasa gaul yang kadang tidak begitu dimengerti oleh orang tua pengguna bahasa Sunda. Untuk mengimbangi bahasa gaul yang digunakan anak-anak, maka para orang tua pun ikut menggunakan bahasa tersebut di rumah. Satu keluarga mempunyai bahasa baru, kemudian diikuti oleh keluarga lainnya, jadilah semua masyarakat beralih menggunakan bahasa pergaulan yang kedengaran lebih keren ketika digunakan.

Pengguna media sosial facebook, whatapps, instagram, line, dan sebagainya, tidak lagi menggunakan bahasa Sunda, meskipun berkomunikasi dengan teman satu daerah. Media tersebut bersifat nasional dan internasional, bahasa yang digunakan adalah bahasa universal yang dipahami oleh masyarakat umum.

Tak ada yang salah dengan perubahan, tak ada yang salah dengan media sosial atau masyarakat pengguna bahasa dan pengguna media sosial. Gaya pergaulan juga tidak bisa dikambinghitamkan. Semua berjalan seiring perubahan, yang tidak siap dengan perubahan, akan “mati” terlindas perubahan dan perkembangan zaman.

Sebagai pemilik  bahasa Sunda, banyak hal yang dapat dilakukan sebagai usaha  nyata untuk menjaga kelestarian bahasa sendiri. Pemilik bahasa Sunda jangan tinggal diam membiarkan bahasa Sunda, yang merupakan bagian dari budaya Sunda hilang perlahan-lahan kemudian lenyap sama sekali.

Untuk mengembalikan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu, diawali dengan menumbuhkembangkan rasa cinta dan kebanggaan memiliki bahasa Sunda. Mulai dari diri sendiri, kemudian mengajak keluarga, sebagai lingkungan terkecil dan terdekat untuk menggunakan bahasa Sunda dalam semua komunikasi di rumah dengan tata bahasa yang baik dan benar. Orang tua mengajak anak-anaknya berkomunikasi dalam bahasa Sunda, kecuali jika berkomunikasi dengan orang lain yang tidak paham bahasa Sunda maka bahasa nasional yang digunakan.

Menghadapi anggota keluarga baru yang belum paham bahasa Sunda, ajaklah untuk sedikit demi sedikit memahami dan akhirnya dapat menggunakannya secara aktif. Kalau kebiasaan tersebut ditularkan dan diikuti oleh keluarga lain, sama dengan masyarakat melakukan gerakan mencintai bahasa Sunda secara serentak.

Lembaga pendidikan formal bisa dijadikan jembatan untuk mencapai tujuan mengembalikan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu. Dalam kurikulum sekolah tercantum muatan lokal bahasa Sunda. Pengantar pembelajaran di kelas satu sampai kelas tiga menggunakan bahasa Sunda.

Sekolah juga dapat memrogramkan hari bahasa ibu minimal seminggu sekali. Guru, siswa, dan semua yang terlibat dalam aktivitas sekolah diharuskan menggunakan bahasa Sunda dalam proses pembelajaran dan di luar proses pembelajaran. Untuk menguatkan pembiasaan, siswa yang melanggar diberi tugas membuat karangan, melakukan wawancara, menumpulkan kosa kata atau menyayikan lagu berbahasa Sunda. Selain memamamkan disiplin, siswa juga memperoleh manfaat ganda dari tugas yang diberikan guru.

Dari paparan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa banyak upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengembalikan fungsi bahasa Sunda sebagai bahasa ibu, diantaranya:

  1. Di rumah wajib menggunakan bahasa Sunda sebagai alat komunikasi dengan anggota keluarga.
  2. Di sekolah diadakan program hari berbahasa Sunda minimal seminggu sekali dengan pengawasan yang menyeluruh dan kontinyu.
  3. Masyarakat pendatang diperlakukan sebagai penduduk asli yanag harus tunduk dan patuh terhadap peraturan daerah termasuk menggunakan bahasa Sunda.
  4. Selalu menggunakan bahasa Sunda yang baik dan benar sesuai dengan tata bahasa dan undak usuk basa, sebagai wujud rasa bangga dan cinta terhadap bahasa Sunda.
  5. Menjaga orisinalitas bahasa Sunda, tetapi tetap terbuka terhadap penambahan kosa kata dari bahasa lain yang memperkaya pembendaharaan kata.
  6. Diselenggarakannya seminar, workshop, lomba-lomba yang berhubungan dengan kreativitas masyarakat dalam menggunakan bahasa Sunda, oleh pemerintah daerah, lembaga pendidikan, komunitas pecinta seni, sanggar, badan dan lembaga lain. Misalnya lomba menulis sajak, menulis cerita, menulis artikel, membaca cerita, pidato, pementasan drama dan lain-lain.
  7. Menjadikan kosa kata bahasa Sunda sebagai kosa kata bahasa nasional. Seperti kata banget, ibarat, kudu, kadang-kadang, adalah bahasa Sunda, tetapi sekarang sudah dianggap sebagai kosa kata bahasa Indonesia.

Pemilik bahasa Sunda yang cerdas senantiasa menjaga kelestarian dan kelangsungan hidup bahasanya. Jika yang diajak  berbicara faham bahasa Sunda, mengapa harus menggunakan bahasa lain? Selama maksud, pesan dan informasi dapat dipahami dengan menggunakan bahasa Sunda, maka gunakanlah.

Bahasa Sunda harus diselamatkan dan dikembalikan fungsinya sebagai bahasa ibu.***

 

 

(Penulis: Helatini, S.Pd., M.Si aadalah  Kepala SDN Karangtengah Kota Tasikmalaya. Juara I Kepala Sekolah Berprestasi tingkat Kota Tasikmalaya  2019 dan aktivis Komunitas Pegiat Literasi Jawa Barat)

 

Komentar