Oleh: Mbah Bayu Al Yatimi (Pimpinan Majelis Nur Muhammad Tarjamatul Ilmi Cirebon)
BANYAK pecinta ahli bathin yang beranggapan bahwa riyadho/tirakat, dasar utamanya adalah berpuasa dengan mantang segala cara, seperti mutih, tidak makan yang bernyawa, puasa lepas dan sebagainya.
Pemahaman semacam ini timbul bukan dari para Ulama, tapi rata rata mereka meyakininya dari dunia medsos yang berkembang sehingga bagi siapapun yang tidak memahami arti riyadho (tirakat) ya harus melalui puasa tadi (katanya?)
Riyadho, memiliki arti (latihan). Dalam konsep kitab, latihan dinamakan pula sebagai makna Lathifah (melembutkan) baik secara peranan tingkah laku (menjauhi maksiat) maupun menjaga bangsa Qolbun salim (hati).
Lalu dasar utama riyadho itu apa?
Karena pemahaman ini yang banyak disalahkan pecinta ahli bathin sehingga mereka meyakini bahwa riyadho (tirakat) bagian dari menebus amalan yang dijalaninya selama ini (bisa membuktikan ilmu Allah). Inilah yang salah kaprah!
Bila kita berasumsi bahwa tirakat bagian pembuka kemudahan dalam prosesi amalan, sampai puluhan tahun-pun kita menjalankan tirakat puasa, tidak bakal amalan yang kita baca memiliki tuah. Sebab dasarnya saja sudah menyimpang jauh dari hukum kitabiyyah.
Mari kita ulas jalur amalan atau ilmu biar para pembaca bisa mengkaji lebih dalam.Pembuktian amalan. Terjadi karena hubbulloh (kedekatan hamba kepada Allah).Tirakat. Mencegah hawa nafsu (baik nafsu Syayathien, Syahwat atau Hayawaniyyah).
Dasar kedekatan hamba kepada Allah, dari luasnya kita memahami bangsa Asma’ Af’al, Sifat maupun DzatNya. Dan siapapun yang belum memahami ke 4 tadi, hasilnya akan nihil (tidak bisa membuktikan manfaatnya ilmu, kecuali terlahir dari keyakinannya sendiri).
Sekarang kita bedarkan dasar atau awal riyadho (tirakat) agar saat menjalankannya nanti bisa sempurna sesuai hukum kitabiyyah.
Dasar Riyadho, tersusun 3 tingkatan Af’al dan Asma’.
1. Taubat.
Siapapun orangnya bila dalam menjalankan amalan tidak didasari Taubatan nasuha, tidak bisa mencapai pembuktian ilmu. Sebab dasar ilmu terlahir dari ihlasnya hati, dan jisim badan. Hanya dengan Taubat, semua asma’ akan menyerap masuk.
2. Muhasabah (intropeksi diri).
Sudahkah kita bertafakkur saat ingin mengamalkan suatu amaliyyah, bahwa kita beribadah bukan karena tujuan (ada keperluan semata) tapi murni karena Allah?. Sebab hanya kemurnian inilah yang menjadikan amalan apapun bereaksi atas ridhoNya?. Lalu bila amalan yang kita baca selalu dijadikan tujuan? Sudahkah kita menyadari satu hal atas Kalamnya Allah dalam Hadist Qudsi:
“Bila satu saja asma-Ku (Allah) ditimbang dengan langit dan bumi se isinya, tidak bisa mengalahkan beratnya”
Intinya, bahwa di dalam amalan yang kita baca, sudah memiliki tuah atau manfaat jutaan faedah, tinggal kita membacanya secara ihlas penuh pertaubatan diri dihadapan Allah.
3. Muroqobah (menghayati segala salah yang ada/dalam kebajikan amal).
Sudahkah kita sepadan dengan amalan yang kita baca, khususnya memahami arti yang terkandung di dalam amalan tadi?. Contoh. Ayatul Kursy, yang memiliki arti (tahta tertinggi). Pantaskah kita mengamalkan ayatul Kursy ini sedangkan kita masih jauh dari sodakoh, menjamin orang tua, malas beribadah kecuali ada tujuan semata dan lainnya.Intinya, bahwa riyadho atau tirakat, akan memiliki tuah bila kita sudah menjalankan makna Taubat, Muhasabah dan Muroqobah.
Jika ingin berkonsultasi seputar spiritual dan supranatural terutama masalah media “Rajah” yang dibikin Mbah Bayu Al Yatimi bisa menghubungi nomor kontak WA: 081280320803 maupun bisa berkunjung langsung ke Basecamp “MAJELIS NUR MUHAMMAD TARJAMATUL ILMI” Jln. Syeikh Bayanillah/Kaliandul Rt. 12/01 Weru Cirebon. atau bisa klik Google Map “Dimdim Cafe & Resto” dan Jln Raya Pondok Gede Gang Veteran Rt01/07 No 73 Lubang Buaya Cipayung Jakarta.(****
Komentar