oleh

Mustofa Nahra Wardaya (Politisi Partai Ummat) Bilang PLN Rugi Rp 500 Triliun, Benarkah Demikian?*

Oleh: Andre Vincent Wenas  (Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF /LKSP, Jakarta.)

DENGAN melampirkan screenshot dari CNBC Indonesia TV yang bertajuk “Erick Thohir Sebut Utang PLN Tembus Rp 500 Triliun”, Politisi Partai Ummat, Mustofa Nahra Wardaya lewat akun twitternya per tanggal 20 Juli 2022 kemarin mencuit, “Perusahaan nggak ada saingannya. Kok bisa rugi 500 T. KPK @KPK_RI enggak curiga?”

Entah bagaimana Pak Mustofa Nahra Wardaya ini bisa menyimpulkan demikian. Padahal jelas yang ia kutip bilang “Utang PLN” bukan “Kerugian PLN”. Apakah Pak Tofa tidak bisa membedakan antara Utang dengan Rugi?

Sederhana sebetulnya, utang itu dicatat di Neraca Keuangan, sedangkan kerugian dicatat di Laporan Laba/Rugi. Utang itu bukan rugi, dan rugi bukan utang.

Kalau mengacu ke laporan keuangan PLN tahun 2021 (audited) yang telah diunggah di laman resminya, maka bisa dibaca dalam laporan Profit/Loss (laba/rugi)-nya sebagai berikut:

Pendapatan usaha Rp 368 triliun, dikurangi beban usaha Rp 323 triiun maka laba usahanya sekitar Rp 45 triliun. Dikurangi beban lain-lain, plus bayar pajak sekitar Rp 10 triliun, maka laba tahun berjalan PLN jadi Rp 13 triliun lebih.

Lalu di neraca keuangannya tahun 2021 infonya begini: Di sisi aset tercatat total aset Rp 1.613 triliun lebih, terdiri dari current-asset (aset lancar) Rp 85,9 triliun plus non-current-asset (aset tidak lancar) Rp 1.527 triliun.

Lalu di sisi liability (utang) tercatat Rp 631,6 triliun, terdiri dari non-current-liability (utang jangka panjang) Rp 485 triliun, dan current-liability (utang jangka pendek) Rp 146,5 triliun. Ekuitas atau modalnya tercatat sebesar Rp 981,6 triliun.

Perhitungan rasio utang terhadap modal (DER: debt to equity ratio)-nya jadi 64% atau 0,64.  Padahal umumnya sebagai leverage (pengungkit), komposisi ekuitas itu 1/3 (sepertiga) dan utang 2/3 untuk mendanai aset.

Lalu kalau kita murujuk pada berita IDX (bursa saham) di awal bulan Juli 2022 ini, dikabarkan bahwa PLN meraup laba bersih sebesar Rp 5,31 triliun pada kuartal pertama tahun 2022. Pendapatan ini naik 8,1% dibanding laba bersih kuartal pertama tahun 2021 lalu yang tercatat sebesar Rp 4,43 triliun.

Memang kalau melihat posisi cash-flow (arus-kas) tahun 2021 yang walau masih positif sebesar Rp 37,9 triliun, itu adalah penurunan dari tahun 2020 yang juga positif sebesar Rp 54,7 triliun.

Begitu informasi singkat berdasar data laporan keuangan PLN tahun 2021 yang telah diaudit, serta info tambahan dari laporan bursa.

Akhirnya, berita yang dikutip Mustofa Nahra Wardaya dari CNBC Indonesia TV dalam keterangannya pun menyantumkan bahwa, “Menteri BUMN Erick Thohir menyebut perlu ada pembenahan keuangan Perusahaan Listrik Negara, atau PLN, karena utangnya mencapai Rp 500 Triliun. Erick mengatakan bahwa salah satu cara menyehatkan Keuangan PLN adalah menekan Belanja Modal atau Capex hingga 50%.”

Jelas disampaikan disitu bahwa Menteri Erick Thohir meminta PLN menekan lagi belanja modalnya (capex: capital expenditure)-nya supaya beban utangnya bisa lebih kecil. Tidak bicara soal rugi. Itu saja.

Kiranya Pak Mustofa Nahra Wardaya bisa mempertimbangkan kembali pernyataannya, supaya informasi ke publik bisa lebih akurat. Terima kasih.

Jakarta, 21/07/2022