Oleh: Andre Vincent Wenas*, (Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF /LKSP Jakarta.)
RASANYA suhu politik sudah bukan hangat lagi, tapi mulai panas.
Semua perhatian dan upaya tertuju ke tanggal 14 Februari 2024 saat pilpres dan pileg bakal diselenggarakan serentak. Sedangkan Pilkada rencananya dimulai Juni 2024 untuk seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota. Tiga bulan menjelang tahun politik 2023!
Senin, 3 Oktober 2022, kebetulan di hari yang sama Partai Nasional Demokrat (Nasdem) dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengumumkan secara resmi (deklarasi) nama calon presiden (dan wapres) yang mereka dukung. Momen yang ditunggu-tunggu semua orang.
Nasdem mencalonkan Anies, sedangkan PSI yang sedari awal menolak dukung Anies mengajukan Ganjar. Ini seperti thesis ketemu anti-thesisnya. Nasdem versus PSI, bakal seperti apa sinthesa-nya nanti?
Nasdem dari hasil Rakernasnya mengusulkan tiga nama: Anies Baswedan, Andika Perkasa dan Ganjar Pranowo. Lalu keputusan akhir diserahkan ke Ketua Umum Surya Paloh. Akhirnya ia pun memilih Anies Baswedan. Pidato Surya Paloh intinya bilang Anies-lah yang terbaik.
Sedangkan PSI bersumber dari polling terbuka Rembuk Rakyat sejak Februari 2022. Dari polling itu nama Ganjar Pranowo teratas, per tanggal 3 Oktober 2022 ia memperoleh skor 50,04%.
Nasdem belum mengumumkan nama cawapresnya. Sedangkan PSI sekaligus mengumumkan Yenny Wahid sebagai figur yang pantas jadi cawapres.
Sebelumnya Partai Gerindra juga sudah resmi mengumumkan Prabowo Subianto sebagai capres. Sementara PDIP (sampai awal Oktober 2022 ini) belum resmi mengumumkan capresnya. Nama Puan Maharani (kemungkinan?) masih terus diupayakan untuk dikristalisasi di internal mereka.
Berbagai parpol lain (termasuk KIB?) masih intens dengan komunikasi politik (who gets what for how much?) di antara mereka sebelum secara resmi mengumumkan nama capres maupun cawapresnya.
Dinamika politik seperti ini tentu menarik dicermati. Berbagai isu politik (maupun isu yang dipolitisasi) terus berterbangan. KPK dijadikan sasaran untuk dikambing-hitamkan sebagai pihak yang memolitisasi. Politisasi proses hukum untuk jadi sekedar politicking belaka. Quo vadis KPK?
Ada kasus Gubernur Lukas Enembe (soal dugaaan suap dan judi) dan kasus Gubernur Anies Baswedan (soal dugaan pembiaran bancakan APBD dan Formula-E). Partai Demokrat membela Lukas Enembe mati-matian, dan Ormas Pemuda Pancasila pun sudah instruksi untuk mengamankan dan pilih Anies bagi para anggotanya.
Seru memang.
Menyimak Grace Natalie saat mengumumkan capres yang didukung PSI, ia bilang bahwa Ganjar Pranowo adalah calon terbaik
karena visi Kebangsaan dan Kebhinekaan yang sama dengan apa yang selama ini diperjuangkan PSI. Ganjar dianggap sosok yang paling pas untuk melanjutkan kerja yang telah dilakukan Jokowi dalam memajukan Indonesia.
Kata Grace pilihan ini adalah hasil dari mekanisme Rembuk Rakyat, bukan keinginan elit PSI. Sebagai tokoh politik, Ganjar dikenal merakyat, ia pun mengerti aspirasi kaum muda.
Sementara Zannuba Ariffah Chafsoh Wahid (alias Yenny Wahid) dinilai sebagai pribadi mumpuni, tokoh perempuan Islam yang dihormati karena pemikiran dan kontribusinya dalam gerakan sosial. Lagi pula, sebagai putri dari tokoh yang sangat dihormati PSI, Yenny dikenal konsisten dalam melanjutkan perjuangan Gus Dur mewujudkan Indonesia yang Adil dan Toleran.
Jadi sementara ini, “tawaran” paket lengkap capres-cawapres baru datang dari PSI. Sedangkan PDIP, yang bisa maju sendirian tanpa koalisi, mungkin masih sibuk dengan proyek “kristalisasi” Puan di internal mereka.
Sementara Nasdem dan Gerindra baru mengajukan capres, belum ada cawapresnya. Mungkinkah mereka masih menunggu hasil komunikasi politik (who gets what for how much) di antara berbagai parpol itu tadi? Who knows?
Simak baik-baik, siapa tahu bakal terjadi hal yang tidak kita duga sebelumnya.
Ambil pop-corn, dan nikmati setiap episodenya.
Jakarta, 04/10/2022