Oleh: Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.
Apakah PSI lolos batas ambang parlemen yang 4%? Banyak yang berharap lolos, tapi ada juga yang tidak. Mengapa begitu? Tentu masing-masing kubu punya argumentasinya sendiri.
Kalau kita menyimak argumentasi politisi PSI sendiri, kita masih merasakan aura optimisme yang cukup kuat berhembus. Maka wajarlah kalau PSI terus mengawal proses penghitungannya.
Pada akhir Januari 2024 misalnya, laporan Data Riset Analitika seperti dimuat situs berita Viva.com, menyebutkan PSI yang dinakhodai Kaesang Pangarep berhasil memperoleh elektabilitas 4,3%.
Sementara laporan situs JPNN.com menyebutkan berdasar data real count KPU per Minggu pagi, 25 Februari 2024, yang menunjukkan perolehan suara PSI secara nasional waktu itu sudah mendekati angka 2 juta.
Perolehan suara PSI waktu itu yang mencapai 1.924.797 suara atau 2,6% berasal dari 525.447 TPS, atau 63,83% dari total jumlah TPS di seluruh Indonesia yang mencapai 823.236 TPS.
Tambah lagi perolehan suara PSI di 15 dapil telah tembus 4%, artinya telah melampaui ambang batas parlemen. Kelima belas dapil tersebut adalah:
1) Banten III: 6,11%, 2) Jakarta I: 7,12%, 3) Jakarta II: 8,38%, 4) Jakarta III: 13,86%, 5) JaBar I: 4,78%, 6) JaBar VI: 5,16%, 7) JaBar VIII: 4,2%, 8) JaTeng I: 4,18%, 9) JaTeng V: 5,46%, 10) JaTim I: 6,27%, 11) JaTim VII: 4,87%, 12) NTT II: 5,24%, 13) Papua Selatan: 4,89%, 14) Papua Tengah: 5,46%, 15) SulSel I: 4,2%.
Ada juga pengamat Adi Prayitno yang mengatakan bahwa denyut nadi PSI sekarang ini bukan terkonsentrasi di Jakarta saja, tapi sudah menyebar, ada dimana-mana, terasa kahadirannya.
Begitu juga faktor Kaesang Pangarep sang Ketum yang bersama banyak tokoh PSI di masa kampanye telah non-stop keliling ke pelosok Indonesia.
Lalu, salah satu acuan memperkirakan hasil pemilu adalah hasil hitung-cepat (quick-count) yang dilakukan para pollster atau lembaga riset independen. Quick count dilakukan dengan cara mengambil sampel suara dari sejumlah TPS yang tersebar di berbagai wilayah.
Berdasar hitungan cepat (quick-count), terdeteksi PSI memperoleh sekitar 2,9% (pada akhir Februari 2024 pasca pencoblosan). Sedangkan hasil Sirekap KPU (sebelum disetop penayangannya) adalah 3,13%. Maka dengan margin of error 1%-1,5% berarti hasil itu masih berada pada rentangan yang wajar.
Hitung-cepat itu berdasarkan sampel yang diambil, sedangkan KPU menghitungnya berdasarkan riil-count berjenjang di setiap daerah pemilihan (dapil). Ada kemungkinan beberapa daerah yang jadi kantung suara PSI baru belakangan terhitung dalam riil-count.
Disparitas perolehan suara yang lebar antara hitungan riil sementara ini versus perkiraan quick-count sebetulnya lebih lebar dialami oleh PKB maupun Gelora dibandingkan PSI misalnya. Tapi mengapa hanya PSI yang diributkan atau dibikin jadi ramai? Sehingga patut ditelaah lebih lannjut siapa yang bikin ramai? Apa motifnya untuk bikin keramaian ini?
Kalau keramaian itu datangnya dari mereka yang merasa terancam dengan kehadiran PSI, ya itu bisa kita maklumi saja. Tak perlu terlalu dihiraukan. Anjing menggongong khafilah tetap berlalu.
Soal Keputusan MK yang menghapus batasan parlemen (parliamentary-threshold) patut kita sikapi secara positif pula. Pada intinya, setiap suara rakyat yang terepresentasikan lewat pemilu harus dihormati. Maka usulan Grace Natalie soal fraksi threshold dalam parlemen perlu dipertimbangkan.
Itulah sejatinya adagium “vox populi vox dei” yang harus dihormati bersama. Tak ada satu pun yang dicuri, dan tak ada satu pun yang hangus.
Jakarta, Rabu 13 Maret 2024
Komentar