Oleh: KRH Aryo Gus Ripno Waluyo, S.E, S.Pd, S.H, C.NSP, C.CL, C.MP, C.MTh, C.TM, C.PS (Budayawan, Penulis, Spiritualis, Advokat, Ketua DPD Jatim PERADI Perjuangan)
ADAPUN Pasal kelalaian yang mengakibatkan kematian terdapat dalam Pasal 359 KUHP berbunyi sebagai berikut: Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.
Pasal 359 KUHP menyatakan: “Barangsiapa karena kesalahannya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun”.
Pasal 170 KUHP berisikan bahwa orang yang secara terbuka melakukan tindak kekerasan secara bersama – sama dapat dijatuhkan sanksi berupa penjara selama paling lama lima tahun enam bulan, dan yang terbukti bersalah akan mendapatkan pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Pasal 359 KUHP: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.” Dalam hukum pidana kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati atau kealpaan disebut culpa.
Pasal 360 KUHP, yaitu karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka berat. Pasal 360 KUHP berbunyi sebagai berikut : (1) Barang siapa karena kelalaiannya menyebabkan orang luka berat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau hukuman kurungan selama-lamanya satu tahun.
Pasal 351 ayat 3 K.U.H.P. “Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.”
Kelalaian tenaga kesehatan dan dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat/pasien tidak dapat dipidana. Sebab, dalam tiga paket undang-undang di bidang kesehatan tak ada satu pasal pun yang menyebutkan bahwa karena kelalaian seorang tenaga kesehatan termasuk dokter bisa dipidana.
Kesimpulannya, kealpaan, kelalaian, atau culpa adalah bentuk kesalahan dalam hukum pidana sebagai akibat dari tindakan seseorang yang kurang berhati-hati. Dari tindakan tersebut dapat berakibat berupa kematian atau menimbulkan luka-luka berat orang lain.
Malpraktik yang dilakukan dengan sengaja merupakan bentuk malpraktik murni yang termasuk didalam criminal malpractice. b. Kelalaian merupakan bentuk perbuatan yang dilakukan dengan tidak sengaja, misalnya : * Karena tertukarnya rekam medis, dokter keliru melakukan tindakan pembedahan kepada pasien.
Seseorang dapat dikatakan melakukan perbuatan pidana, apabila perbuatan tersebut telah diatur dalam undang-undang, sesuai dengan Asas Legalitas dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP yang berbunyi, tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada.
Dalam hukum pidana setiap orang yang melakukan tindak pidana dapat diberikan sanksi pidana, tidak tertutup kemungkinan bagi polisi yang melakukan tindak pidana yang karena tugas atau kelalaiannya mengakibatkan matinya seseorang atau lukanya seseorang (asas aqulity before the law), walaupun polisi sebagai penegak hukum punya hak diskresi sepanjang dapat dibuktikan bahwa matinya orang tersebut akibat kelalaian dari polisi tersebut maka dapat diterapkan sanksi pidana, (karena sudah termasuk melampaui kewenangannya atau penyalahgunaan wewenang).
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), kelalaian biasanya disebut juga dengan kesalahan, kurang hati-hati, atau kealpaan. Hal ini dapat dilihat dalam, Pasal 359 KUHP: “Barang siapa karena kesalahannya (kealpaannya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun.”
Dalam hukum pidana kelalaian, kesalahan, kurang hati-hati atau kealpaan disebut culpa. Culpa adalah kesalahan pada umumnya yang mempunyai arti teknis, yaitu semacam kesalahan si pelaku tindak pidana yang tidak seberat seperti kesengajaan, yaitu kurang berhati-hati sehingga akibat yang tidak disengaja terjadi.
Tidak tertutup kemungkinan bagi seorang polisi yang melakukan kealpaan akan dijatuhi sanksi pidana. Terkait asas diskresi penjelasannya sbb: Indonesia mengakui adanya asas diskresi bagi suatu lembaga negara termasuk didalamnya lembaga kepolisian sebagaimana dimuat serta diatur dalam KUH Pidana dan dalam UU No 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Indonesia (lihat pasal 16 ayat (1) dan (2) dan pasal 18 ayat (1) dan (2) Dapat kami jelaskan bahwa diskresi adalah kebijakan dari pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar dengan undang-undang, dengan tiga syarat.
Yakni demi kepentingan umum, masih dalam batas wilayah kewenangannya, dan tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik. Diskresi Kepolisian pada dasarnya merupakan kewenangan kepolisian yang bersumber pada asas kewajiban umum Kepolisian,
Yaitu suatu asas yang memberikan kewenangan kepada pejabat kepolisian untuk bertindak atau tidak bertindak menurut penilaiannya sendiri , dalam rangka kewajiban umumnya menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum.
Diskresi Kepolisian di Indonesia secara yuridis diatur pada pasal 18 UU No 2 2002 yaitu “ Untuk kepentingan umum, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri “
hal tersebut mengandung maksud bahwa seorang anggota Polri yang melaksanakan tugasnnya di tengah tengah masyarakat seorang diri, harus mampu mengambil keputusaan berdasarkan penilaiannya sendiri apabila terjadi gangguan terhadap ketertiban dan keamanan umum atau bila timbul bahaya bagi ketertiban dan keamanan umum.
Seorang pejabat Polisi dapat menerapkan diskresi dalam berbagai kejadian yang dihadapinya sehari-hari tetapi diskresi lebih difokuskan ¬kepada penindakan selektif (Selective Enforcement) yaitu berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi apakah seorang pelanggar hukum akan ditindak atau tidak.
Penggunaan asas diskresi memiliki kaitan yang erat dengan asas-asas yang lain yang digunakan dalam membuat keputusan yaitu : 1). Asas Yuridiktas yaitu setiap tindakan pejabat administras negara tidak boleh melanggar hukum (harus sesuai dengan keadilan dan kepatutan) 2). Asas Legalitas
yaitu Setiap tidakan pejabat administrasi negara harus ada dasar hukumnya dimana asas legalitas merupakan hal yang paling utama dalam setiap tidakan pemerintah. Jadi penggunaan asas diskresi oleh Polisi harus memperhatikan asas legalitas dan asas Yuridiktas.
apakah apabila seorang aparat kepolisian melakukan tindak pidana kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka luka apakah dia di berikan sanksi pidana atau dianggap sebagai suatu diskresi atau bagaimana.Kelalaian yang menyebabkan kematian atau luka luka.(***