oleh

Pelaku Usaha Menjerit Dengan Adanya Pungli Dan Premanisme di Jalur Proyek Pelabuhan Patimban Subang

Subang, LINTAS PENA

Disaat situasi  pandemic Covid 19 ini peluang-peluang  usaha begitu sSulit .Bila ada pun provit keuntunganya sangat tipis , tapi dari pada tidak ada sama sekali, mendingan dijalanin saja. Salah satu usaha yang masih jalan adalah pengangkutan pasir urug untuk Pelabuhan Patimban Subang. Namun dari proyek ini pun, ternyata para pelaku usaha ini semuanya pada menjerit.

Dari hasil pantauan dan investigasi tim redaksi kami dengan para pelaku usaha antara lain : Dv,  Fr , Ir , Uc , Lr dll, mengatakan untung dari pengangkutan pasir urug ini tidak besar, paling berkisar antara Rp 40 000  sd Rp 60.000 per rit. Tergantung hasil timbangan di pelabuhan. Celakanya, mereka semua mengeluh  dan menjerit karena ADANYA PUNGUTAN LIAR, PUNGUTAN PAKSA yang harus diberikan kepada ormas yang mengatasnamakan Karang Taruna sebesar Rp 20.000. di 2   desa  yaitu Desa Sidamulya dan Sidajaya Subang

Dengan pola uang sebesar itu WAJIB HARUS dibayar, bila tidak diberi, sopir yang membawa langsung dipukulin, seperti yang terjadi beberapa hari yang lalu pada salah seorang sopir angkutan mereka yang menolak memberikan uang jago , atau bila tidak dipenuhi permintaan mereka,  jalan langsung diblokir seolah olah punya mereka pribadi. Pola pola ini jelas merupakan suatu pemaksaan dan premanisme yang tidak boleh dibiarkan berkembang di masyarakat.

Ketika konfirmasi tentang uang pungutan tersebut kepada pengurus Karang Taruna bernama Taufik dan Emon  membenarkan adanya hal tsb dan sudah direstui oleh Kepala Desa katanya,  “Alasanya untuk uang keamanan dan  perbaikan jalan. “ujarnya

Bila kita Analisa: Truk yang sekarang beroprasi sekitar 75 unit,  sehari minimal bisa 2 x jalan,  berarti 150 rit X Rp 20.000 = Rp 3.000.000 sehari, Kalau sebulan Rp 90.000.000. Sungguh pPenghasilan yang fantastis hanya duduk duduk saja dapat hasil pungutan sedemikian besar. Belum lagi jenis pungutan Premanisme lain , yaitu wajib beli Aqua dengan harga dipatok @ Rp 5000 per buah di 2 tempat lintasan jalan tsb , sehingga pelaku usaha tsb dipotong perhari Sekitar Rp 30.000.

Mau berapa unutungnya kata mereka jika sehari hanya dapat Rp 40.000 dipotong Rp 30.000. Bahkan jika timbangan kurang,  malah sering minus alias nombok . Padahal bila sedang rugipun pungutan ini tidak mau tahu ; Harus tetap dibayar,

“Sungguh suatu situasi ekonomi yang sangat menyulitkan, meresahkan dan memberatkan para pelaku usaha, ditengah situasi ekonomi yang sangat sulit ini.”ujar seorang sopir

Mereka pun nenambahkan bukan tidak mau berbagi dengan lingkungan masyarakat sekitar, tapi  jika berbagipun semampunya dan sewajarnya. Tidak dipatok semaunya mereka , tidak mau tahu apapun yang terjadi.

Namun sayangnya walaupun hal ini sudah diketahui umum, aparat setempat seperti Polsek, Polres, aparat desa dan aparat keamanan lain terkesan diam dan membiarkan, Bahkan ada indikasi kuat kedua kepala desapun sepertinya ikut merestui sebagaimana keterangan dari Pengurus Karang Taruna .

“Harapan kami para pelaku usaha mohon segera adanya perhatian serius dan  tindakan tegas dari aparat Polri, aparat keamanan lain dan Pemda setempat, karena ini adalah proyek strategis nasional yang harus diamankan pada proses pelaksanaanya. Bapak Presiden Jokowi saja sudah 2 kali berkunjung dimasa Covid ini. Hal tsb mengisyaratkan betapa pentingnya proyek Patiban Subang tsb, yang rencananya akan menjadi Pelabuhan Laut Internasional Terbesar se Asia Tenggara kebanggaan warga jabar kebanggan bangsa Indonesia. Tapi baru saja melangkah sudah dikotori oleh oknum oknum yang Sok jago yang ingin menarik keuntungan tanpa harus bekerja keras, bersusah payah dan berusaha dg benar. Sekali lagi mohon pungutan liar dan premanisme di Proyek Patiban Subang ini bisa menjadi perhatian serius semua fihak. Kalau tidak mendapat perhatian terpaksa akan ditembuskan sampai ke Istana Negara. “ungkap para pelaku usaha di proyek Patuban Subang, terutama para sopir. (TIM)***

 

Komentar