Oleh : CUCU S TOHIR, S.Pd., M.Stat (Guru ASN Mata Pelajaran Matematika MTs Negeri 2 Kota Tasikmalaya)
PERUBAHAN zaman akan terus terjadi seiring ditemukannya berbagai inovasi yang dianggap urgen tekait upaya memenuhi kebutuhan atau tuntutan hidup. Era industri 1.0 atau era kebangkitan mesin, era industri 2.0 atau era kebangkitan otomasi, era industri 3.0 atau era kebangkitan komputasi, era industri 4.0 atau era kebangkitan internet, dan sekarang era industri 5.0 atau era kebangkitan society adalah contoh istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan zaman.
Konsep era sekarang yaitu era industri 5.0 atau era kebangkitan society adalah lebih memfokuskan kombinasi pendayagunaan antara manusia, data, dan teknologi. Digitalisasi, artificial intelegence, robotik, otomasi, big data, telah menjadi bagian dari aktifitas kehidupan manusia sekaligus merubah tatanan dari human-centered ke technology-based. Oleh karena itu maka seorang guru ditantang untuk bisa menyajikan pembelajaran yang mampu menciptakan lulusan yang memiliki keterampilan memecahkan masalah dengan berbasis data dan kemampuan melakukan inovasi teknologi.
Permendikbud Nomor 24 tahun 2016, mengamanatkan bahwa dalam setiap kegiatan pembelajaran di sekolah/madrasah harus mengarah kepada beberapa kompetensi yang harus dimiliki peserta didik, yaitu yang dikenal dengan istilah kompetensi inti. Kompetensi ini dapat diartikan sebagai kompetensi utama yang diuraikan ke dalam beberapa aspek, diantaranya aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang harus dipelajari oleh peserta didik di setiap jenjang dan mata pelajaranm namun tidak diajarkan langsung dalam bentuk mata pelajaran secara tersendiri.
Adapun dimensi yang tercakup dalam kompetensi inti, Menurut Permendikbud Nomor 24 tahun 2016, sebagaimana kita ketahui adalah sebagai berikut :
Pertama Kompetensi Inti 1 (KI-1) : Sikap Spiritual . Yaitu kecenderungan seseorang untuk berbuat sesuatu dalam bentuk tindakan atau perbuatan yang sesuai dengan pemahaman yang benar akan ajaran agama yang dianutnya. Sikap spiritual ini menjadi sikap utama yang harus dioptimalkan karena sikap ini bisa membentuk kekuatan karakter. Hal ini merupakan salah satu alasan perlunya pembelajaran dari seorang guru yang mampu mengarahkan peserta didiknya agar senantiasa menjadi individu yang taat dengan ajaran agamanya.
Kedua Kompetensi Inti 2 (KI-2) : Sikap Sosial. Yaitu sikap yang berkaitan erat dengan kehidupan antarmanusia. Artinya, hubungan antar satu manusia dan manusia lain harus berpedoman pada sikap ini. Tujuannya adalah agar peserta didik bisa selalu menjaga hubungan baik antarsesama karena pada dasarnya manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa melibatkan peran serta orang lain.
Ketiga Kompetensi Inti 3 (KI-3) : Pengetahuan. Pengetahuan adalah katalog sesuatu yang telah diketahui manusia. Cara untuk mendapatkan pengetahuan yaitu dengan kegiatan belajar baik secara formal, nonformal, maupun informal. Adapun dimensi pengetahuan menurut Taksonomi Bloom adalah sebagai berikut : a) Pengetahuan secara factual : Pengetahuan faktual bisa didapatkan secara ilmiah melalui berbagai metode, misalnya pengamatan, penyelidikan, penelitian, dan sebagainya. b) Pengetahuan secara konseptual : Pengetahuan ini lebih cenderung pada proses klasifikasi dan pengategorian. Lalu, akan dihasilkan suatu kesimpulan. c) Pengetahuan procedural : Pengetahuan ini berisi kaidah-kaidah untuk melakukan sesuatu, misalnya teknik, metode, algoritma, dan sebagainya. d) Pengetahuan metakognitif :Pengetahuan ini memuat pengetahuan kognisi yang meliputi pengetahuan strategis, pengetahuan diri, dan sebagainya.
Keempat Kompetensi Inti 4 (KI-4) : Keterampilan. Kompetensi keterampilan ini berkaitan dengan aplikasi pengetahuan yang diperoleh peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, kurikulum 2013 tidak hanya menuntut peserta didik untuk mahir teori, melainkan juga praktiknya. Tahapan-tahapan yang bisa digunakan untuk mengukur tingkat keterampilan peserta didik bisa diperoleh melalui kegiatan “mengamati, menanya, mencoba, menalar, menyaji, dan mencipta”.
Penguatan pendidikan karakter di sekolah harus dapat menumbuhkan karakter siswa yang memuat 4 (empat) kompetensi yang diharapkan menjadi modal utama untuk mampu bersaing di abad 21. Adapun keempat kompetensi itu diantaranya adalah Critical Thinking and Problem Solving (berpikir kritis dan menyelesaikan masalah), Creativity (kreativitas), Communication Skills (kemampuan berkomunikasi), dan Ability to Work Collaboratively (kemampuan untuk bekerja sama).
Untuk mewujudkan itu, maka salah satu cara yang dapat dilakukan oleh guru adalah dengan menerapkan Computational Thinking (CT) dalam kegiatan pembelajaran. Adapun yang dimaksud Computational Thinking (CT) disini adalah proses berpikir (Thought Processes) dalam merumuskan dan memecahkan masalah dengan langkah-langkah yang algoritmik serta komputasi sehingga solusinya dapat dipresentasikan secara efektif dan dapat menggeneralisasi serta mentransfer proses pemecahan masalah ke berbagai macam masalah lainnya. Hal ini dilakukan karena dengan mengintegrasikan CT ke dalam aktivitas pembelajaran dan kurikulum diharapkan berdampak kepada bukan hanya mendukung pengembangan keterampilan baru, tetapi juga meningkatkan keterlibatan peserta didik dalam kegiatan belajar yang berpusat kepada siswa.
Untuk dapat menerapkan (CT) dalam kegiatan pembelajaran, perlu dipahami unsur-unsur dari CT itu sendiri, diantaranya :
Pertama Abstraction. Yaitu kemampuan untuk memilah-milah inforamasi atau data mana yang berkaitan dan atau penting sehingga perlu diambil dan data mana yang tidak berkaitan dan atau kurang penting sehingga dapat diabaikan. Dalam hal ini guru memberikan motivasi kepada peserta didik supaya mereka menyampaikan berbagai hal yang mereka ketahui terkait dengan judul materi yang akan dipelajari saat itu. Kemudian guru mengakomodir atau mencatat di papan tulis hal-hal yang peserta didik sampaikan terkait dengan materi yang akan dipelajari, baik secara keseluruhan ataupun hanya inti-intinya saja. Berikutmya guru memandu peserta didik untuk memilah hal-hal yang meteka sampaikan berdasarkan penting tidaknya atau terkait tidaknya dengan isi materi yang sesungguhnya akan dipelajari saat itu. Hal-hal penting yang sudah terpilih tersebut selanjutnya dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran.
Kedua Decomposing. Yaitu kemampuan untuk mencacah permasalahan kompleks menjadi masalah yang kecil-kecil agar masalah tersebut mudah dipahami, diteliti dan diselesaikan secara terpisah Dalam hal ini apabila dalam pembelajaran yang sedang dilaksanakan ditemukan suatu permasalahan yang kompleks, maka guru harus berupaya smaksimal mungkin untuk membantu peserta didik menguraikan permasalahan yang dihadapi menjadi beberapa permasalahan kecil dan sederhana sehingga dimungkinkan peserta didik mampu menemukan sendiri jalan pemecahannya. Dalam praktiknya, tak jarang motivasi dengan berbagai pendekatan perlu diberikan oleh guru supaya peserta didk dapat lebih mudah menemukan solusi yang benar.
Ketiga Patten recognition. Yaitu kemampuan untuk menganalisis kesamaan karakter yang dimiliki oleh unit satu dengan unit lainnya atau memiliki penambahan, pengurangan, dan fungsi matematis lainnya sehingga dapat membentuk pola yang teratur. Pada saat kegiatan pembelajaran dilaksanakan, tak jarang ditemukan berbagai informasi yang saling berkaitan. Keterkaitan itu sangat boleh jadi mengandung suatu pola keteraturan tertentu, oleh karena itu diperlukan keterampilan dari seorang guru untuk dapat membantu peserta didik melakukan analisis teradap berbagai informasi yang saling berkaitan tadi, sehingga peserta didik dapat menemukan pola keterkaitan informasi yang ada secara benar dan tersususun secara sistematis. Hal ini diharapkan menjadi suatu bekal bagi mereka manakala menemukan berbagai informasi atau data yang saling terkait dalam kehidupannya, mereka mampu membuat suatu pola yang benar yang dapat menjadi dasar dalam mengambil suatu keputusan berikutnya.
Keempat Algorithms. Yaitu kemampuan untuk merancang pemecahan masalah secara step by step. Hal ini termasuk kemampuan untuk mengurutkan tindakan pemecahan masalah secara benar (sequencing) dan mengurutkan urutan yang benar dalam melakukan eksekusi (Flow of control). Dalam hal ini, apabila peserta didik telah mampu menemukan suatu solusi yang tepat dari permasalahan yang dihadapi dalam kegiatan pembelajaran tadi, maka guru berupaya membantu mereka untuk membuat skema tindakan yang dilakukan mereka dalam menyelasaikan permasalahan tadi. Skema yang dibuat ini diharapkan menjadi sebuah algoritma yang benar dan dapat dibuat ke dalam bentuk komputasi dan otomasi, atau paling tidak dapat memberikan gambaran yang dapat digunakan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan-permasalahan yang serupa baik dalam kegiatan pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari (integrated).
Kelima Debugging. Yaitu kemampuan untuk mengindentifikasi, memperbaiki dan penghapus kesalahan. Sebagaimana dipahami bersama, bahwa tak jarang muncul masalah lain akibat dari keputusan yang diambil dalam menyelesaikan permasalahan yang ada. Oleh karena itu perlu seorang guru memandu peserta didik untuk melakukan refleksi terhadap apa yang telah dilakukan. Sehingga dari kegiatan refleksi tersebut, peserta didik diharapkan dapat mengidentifikasi berbagai hal baik positif maupun negatif dari apa yang dilakukan dan kemudian menemukan hal-hal yang harus terus dikembangkan dan memutuskan hal apa yang harus diperbaiki atau bahkan dihapuskan sama sekali. Selain itu kegiatan refleksi ini perlu dilakukan karena dapat memunculkan karakter yang baik yaitu sikap hati-hati dalam mengambil keputusan dan tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan.
Melalui menerapan computational thinking dalam kegiatan pembelajaran, diharapkan dalam diri peserta didik tumbuh bekembang 4 (empat) kompetensi yang harus dimiliki untuk mampu bersaing di abad 21, yaitu Critical Thinking and Problem Solving, Creativity, Communication Skills, dan Ability to Work Collaboratively. (****
Komentar