oleh

Pengesahan UU Cipta Kerja Inkonstitusional, BEM F Universitas Bani Saleh Tolak Tegas

BEKASI—Rapat paripurna ke-19 masa sidang IV digelar. DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini sontak mendapat respons kontra dari berbagai elemen masyarakat. Perppu Cipta Kerja sendiri memang pada dasarnya hanyalah Salinan yang minim perubahan dari UU Cipta Kerja yang bermasalah baik secara formil maupun materiil dan diputuskan ‘inkonstitusional bersyarat’ oleh Mahkamah Konstitusi (MK) 2020 silam.

Drama cipta kerja ini sebenarnya telah dimulai pada bulan Oktober 2019 lalu ketika istilah ‘Omnibus Law’ muncul dalam pidato Presiden Joko Widodo yang dilanjutkan dengan pembentukan Satgas Omnibus Law pada Desember 2019. Pada April 2020 RUU Cipta Kerja dibahas oleh DPR saat rapat paripurna dan resmi disahkan sebagai UU pada Oktober 2020. Pada November 2021 Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan memberikan waktu 2 tahun bagi pemerintah untuk memperbaiki UU tersebut. Apabila 2 tahun tidak ada perbaikan, maka Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku.

Pada rapat paripurna ke-19 masa sidang IV yang digelar pada Selasa, 21 Maret 2023, DPR RI telah resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-Undang. Pengesahan ini sontak mendapat respons kontra dari berbagai elemen masyarakat. Perppu Cipta Kerja sendiri memang pada dasarnya hanyalah salinan minim perubahan dari UU Cipta Kerja yang bermasalah baik secara formil maupun materiil dan diputuskan ‘inkonstitusional bersyarat’ oleh Mahkamah Konstitusi 2020 silam.

Drama Cipta Kerja ini sebenarnya telah dimulai pada Bulan Oktober 2019 ketika istilah ‘Omnibus Law’ muncul dalam pidato Presiden Joko Widodo yang kemudian dilanjutkan dengan pembentukan Satgas Omnibus Law pada Desember 2019. Pada April 2020 RUU Cipta Kerja dibahas oleh DPR saat rapat paripurna dan resmi disahkan sebagai UU pada Oktober 2020. Pada November 2021 Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat dan memberikan waktu 2 tahun bagi pemerintah untuk memperbaiki UU tersebut. Apabila 2 tahun tidak ada perbaikan, maka Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku.

Diluar dugaan, pada Desember 2022 Presiden Joko Widodo tiba-tiba menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (PERPPU) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Menurut Presiden Joko Widodo, Situasi Indonesia yang terlihat normal saat ini sebenarnya masih diliputi ancaman-ancaman ketidakpastian global. Atas dasar itu, pemerintah berdalih menerbitkan Perppu Ciptaker yang sebagian besar isinya merupakan salinan dari UU Cipta Kerja yang bermasalah. Akhirnya pada bulan Maret 2023 Perpu Cipta Kerja ‘disahkan lagi’ oleh DPR RI.

Sudah berkali-kali ‘drama’ Cipta Kerja ini tak bisa diteruskan karena mendapat pertentangan dari berbagai pihak. Namun pengesahan yang dilakukan oleh DPR RI pekan lalu memperlihatkan bagaimana pemerintah kita berusaha memaksakan kehendak mereka secara ugal-ugalan. Bukannya memperbaiki UU Cipta Kerja yang telah dibuat dengan lebih melibatkan masyarakat secara meaningful participation, DPR justru mengesahkan ‘salinan minim perubahan’ dari UU tersebut menjadi undang-undang yang baru. Sangat terlihat bahwa DPR mengambil jalan cepat mengenai hal tersebut atau bisa disebut sebagai malas dan terburu-buru.

“Pengambilan keputusan oleh DPR ini kok terkesan terburu-buru sekali ya. Sebelum diputuskan mereka membuka jejak pendapat tidak kepada masyarakat luas?. Kok kami hanya tau ketika sudah disahkan ya”. Tanggap Ketua BEM F STMIK Bani Saleh.

Pengesahan ini juga menutup akses partisipasi masyarakat dalam perbaikan UU Cipta Kerja yang seharusnya dilakukan. Karena Perppu memang dibuat secara subjektif jika ada kebutuhan mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat. Namun kegentingan menghindari gejolak perekonomian global merupakan alasan yang dibuat-buat. Sampai sekarang pemerintah tidak menjelaskan secara konkret gejolak apa yang sedang ataupun akan dihadapi Indonesia akibat kondisi global saat ini. Sangat terlihat bagaimana presiden juga turut terlibat mengakali prosedur agar UU Cipta Kerja yang bermasalah tetap bisa diberlakukan.

“Kalau Pak Presiden saja tidak ada komentar kami curiganya kok Pak Presiden seakan-akan terlibat meloloskan UU yang bermasalah ini. Masyarakat kita harus cerdas menyikapi hal ini.” Tambahnya

Apa yang dilakukan oleh DPR maupun presiden merupakan sebuah bentuk pembangkangan baik terhadap amanat Mahkamah Konstitusi sebagai Guardian of Constitution maupun terhadap prosedur legislasi yang berlaku. Pengesahan UU ini serta seluruh drama untuk memberlakukan UU bermasalah merupakan tindakan pengkhianatan yang harus ditolak bersama dan dikawal agar kedepannya tidak terjadi lagi hal yang serupa.

Maka dari itu BEM Fakultas Teknik Informasi & Digital Universitas Bani Saleh Kota Bekasi menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) menjadi Undang-Undang, serta mengecam tindakan tidak terpuji dari pemerintah yang dengan licik memaksakan kehendak dalam memberlakukan UU yang bermasalah.

“Dengan demikian kami angkat suara terkait polemik yang tengah terjadi mengenai substansi UU Cipta Kerja yang tidak Pro pada rakyat. UU ini bermasalah dan tidak layak untuk diberlakukan. Maka dari itu kami atas nama BEM Fakultas Teknik Informasi & Digital Universitas Bani Saleh Kota Bekasi menyatakan dengan tegas menolak UU Cipta Kerja ini.” Tandasnya.(001)***

Komentar