oleh

Penggantian Nama Jalan di Jakarta Hendak Hilangkan Sejarah ?

JAKARTA bukan hanya milik orang Betawi. Bahkan suku Betawi bukanlah mayoritas di Jakarta, tapi suku Jawa. Mengganti nama jalan dengan nama-nama tokoh Betawi itu justru mengaburkan sejarah. Termasuk mengesampingkan keberadaan etnis lain di Jakarta.

Suku Betawi baru muncul seratus tahun yang lalu. Itu pun secara resmi, baru ketika Husni Tamrin mengumumkan berdirinya perkumpulan Betawi, Pemoeda Kaoem Betawi pada 1923. Sebelumnya cikal-bakal suku Betawi menyebut dirinya berdasarkan wilayah, orang Kwitang misalnya.

Bahkan sebelum tahun 70-an, orang-orang yang sekarang teridentifikasi sebagai suku Betawi itu mengaku sebagai orang Melayu. Kebetawian menjadi booming ketika muncul organisasi kesukuan. Banyak yang kemudian membetawikan diri, meskipun bukan Betawi asli.

Jauh sebelum itu, 3.000 tahun lalu, Jakarta sudah ada penduduknya. Dan mereka bukan suku Betawi, tapi Nusa Jawa.

Kalau ingin ditarik ke sejarah yang agak dekat, maka mestinya pusat kebudayaan Jakarta mengakar pada kerajaan Pajajaran. Sekali lagi, etnis yang hidup di masa itu bukan Suku Betawi, tapi suku Sunda.

Anies memang buta sejarah. Penggantian nama jalan itu semata-mata dilakukan demi tujuan politik. Agar di ujung masa pemerintahannya ini dia dikenang, minimal oleh suku Betawi. Meskipun secara statistik jumlahya sangat kecil di tingkat nasional.

Yang tidak disadari Anies, penggantian nama jalan itu menampar muka suku lain, terutama suku Jawa dan Sunda yang ada di Jakarta.

Padahal nama Jakarta itu sendiri muncul dari seorang pejuang bernama Fatahillah alias Faletehan, atau Faddilah Khan, yang menyebutnya sebagai Jayakarta. Sekali lagi, dia ini juga bukan suku Betawi. Dia berasal dari Aceh.

Pasukan yang berjuang mengusir Portugis di Sunda Kelapa juga bukan orang Betawi, tapi pasukan gabungan dari Banten dan Demak. Etnisnya tentu saja etnis Banten dan Jawa. Dan kata Sunda Kelapa itu sendiri secara gamblang menunjukkan, orang-orang Sunda Pajajaran-lah yang tinggal di daerah itu jauh sebelum konflik terjadi.

Jadi menyebut Betawi sebagai suku asli Jakarta itu menyakiti warga Sunda, sebagai penduduk yang telah mendiami wilayah ini ribuan tahun sebelumnya.

Kebetawian sebenarnya adalah konsep Belanda untuk menyebut sekelompok orang berbahasa Melayu dengan dialek berbeda.

Berhubung Batavia dulu itu adalah daerah pertemuan banyak suku di Nusantara, terutama para budak dan pekerja kasar, maka terjadilah asimilasi kebudayaan. Yang oleh Belanda waktu itu dibuat istilah mudah dari kata Batavia, yang lama-kelamaan berubah menjadi Batavi, Batawi, Betawi.

Jadi Anies ini sengaja mengaburkan sejarah. Dengan membetawikan apa-apa yang ada di Jakarta. Untuk nama pahlawan okelah, penggantian nama sebagai penghormatan bagi mereka. Tapi mengganti nama artis seperti Mpok Nori atau Haji Bokir tidak memiliki relevansi nasionalisme.

Belum lagi menghitung ribetnya mengubah surat-surat penting. Ini kan sama saja membuat rakyat susah. Sukur-sukur gak ada pungli waktu mengubah identitas itu. Tapi bayangkan, begitu banyak waktu dan tenaga terbuang gara-gara manusia buta sejarah bernama Anies Baswedan ini.

Anies memang berbahaya. Apapun yang dia pegang bermasalah dan berantakan. Kerusakan demi kerusakan terus dia lakukan. Dulu di kementerian juga begitu. Anggaran diacak-acak semaunya.

Sekarang nasib Jakarta jauh lebih buruk, bukan hanya anggaran yang gak jelas justrungnya, tapi Jakarta yang ingin diubah menjadi wajah satu etnis saja.

Anies mengekalkan primordialisme dan kecemburuan sosial berdasarkan etnis. Seolah-olah orang Sunda dan Jawa itu pendatang di Jakarta. Padahal mereka jauh lebih tua dari suku Betawi. Dari rahim mereka pula lahir suku baru ini.

Kelakuan Anies memang membagongkan. Ia tampak jungkir-balik dan menggila di ujung akhir masa jabatannya. Mungkin sekarang dia baru sadar, bahwa selama ini dia belum melakukan apa-apa. Karena kalau pun  dia berbuat sesuatu, hanya berbuah malapetaka bagi warga Jakarta.

KENALI DAERAH KALIAN MASING MASING

Sebelum diganti

Yukk.. biar Tau asal usul nama jalan atau daerah  di sekitaran Jakarta :

1. GLODOK: Asalnya dari kata Grojok yang merupakan sebutan dari bunyi Air yang jatuh pada Pancuran Air. Di tempat itu dahulu kala ada semacam Waduk penampungan Air Kali Ciliwung. Orang Tionghoa dan keturunannya menyebut Grojok dengan Glodok.

Karena Orang Tionghoa sulit mengucap kata Grojok seperti layaknya Orang Pribumi.

2. KWITANG:Dulu di wilayah tersebut sebagian Tanah dikuasai dan dimiliki oleh Tuan Tanah yang sangat kayaraya bernama Kwik Tang Kiam. Orang Betawi jaman dulu menyebut daerah itu sebagai Kampung si Kwi Tang dan akhirnya lama-lama tempat tersebut dinamai Kwitang.

3. SENAYAN: Dulu daerah Senayan adalah milik seorang yang bernama Wangsanayan yang berasal dari Bali. Tanah tersebut disebut Orang-orang dengan sebutan Wangsanayan yang berarti Tanah tempat tinggal atau Tanah milik Wangsanayan. Lambat laun akhirnya Orang menyingkat nama Wangsanayan menjadi Senayan.

4. MENTENG: Daerah Menteng Jakarta Pusat pada jaman dahulu kala merupakan Hutan yang banyak Pohon dan Buah-buahan. Karena banyak Pohon Buah Menteng maka Orang menyebut wilayah tersebut dengan nama Kampung Menteng. Setelah Tanah itu dibeli oleh Pemerintah Belanda Tahun 1912 sebagai lokasi perumahan Pegawai Pemerintah Hindia Belanda, maka daerah itu di sebut Menteng.

5. JL. JAKSA; Jalan yang berada di daerah Jakarta Pusat ini menjadi pusatnya Orang Asing yang tinggal di Jakarta.Tapi dahulu kala tempat ini banyak sekali kos-kosan yang ditempati oleh Pelajar-pelajar Indonesia yang sekolah Hukum Belanda.

6. MATRAMAN: Dahulu kala merupakan home basenya Sultan Agung yang mau menyerang Batavia.Karena  Sultan Agung dari Mataram maka tempat tersebut di kenal dengan Mataraman dan lama-lama sebutan tersebut menjadi Matraman.

7. KARET TENGSIN: Dahulu kala tempat ini adalah Perkebunan Karet milik etnis Tionghoa bernama Tieng Shin.Karena orang pribumi susah menyebutnya jadi Tengsin saja.

8. KUNINGAN: Dulunya adalah tempat menetapnya seorang Pangeran dari Cirebon bernama Pangeran Koeningan.

9. BUNCIT: Dahulu di jalan Buncit Raya ada seorang Pedagang kelontong etnis Tionghoa berperut gendut (buncit) yang sangat terkenal.

10. BANGKA: Dahulu disana banyak ditemukan mayat (bangke/ bangkai) Orang yang dibuang ke Kali Krukut.

11. CILANDAK: Konon disana pernah ditemukan se-ekor Landak raksasa.

12. TEGAL PARANG: Disana dulu banyak ditemukan Alang-alang Tinggi (Tegalan) yang dipotong dengan Parang (Golok).

13. Blok A/M/S: Dulunya sekitar itu tempat pembukaan perumahan baru yang ditandai dengan blok.Mulai A-S. Sayang yang tersisa hanya 3 blok saja.

14. PASAR RUMPUT: Dulunya tempat berkumpulnya Tukang Rumput yang menjual untuk kalangan Meneer Belanda yang tinggal di Kampung Elit Menteng.

15. KALIMALANG: Karena Kali atau Sungai yang mengalir di sepanjang jalan tersebut tidak mengarah ke Laut (Utara), melainkan kearah Barat (silang atau malang).

16. LEBAK BULUS: Dahulu kala disini jadi sentral penjual Penyu atau Kura-kura yang di jajakan di kolam-kolam.Lebak artinya kolam.Bulus artinya Penyu atau Kura-kura.

17. BOPLO: Berlokasi di belakang Stasiun Gondangdia, Menteng.

Dahulu kala tempat ini adalah Tanah Perusahaan Kontraktor Belanda NV De Bouwploeg.

18. KAMPUNG AMBON: Berlokasi di Rawamangun, Jakarta Timur nama Kampung Ambon sudah ada sejak Tahun 1619. Pada waktu itu JP Coen sebagai Gubernur Jendral VOC menghadapi persaingan dagang dengan Inggris. Untuk memperkuat Angkatan Perang VOC,Coen pergi ke Ambon lalu merekrut masyarakat Ambon untuk dijadikan Tentara. Pasukan dari Ambon yang dibawa Coen itu kemudian diberikan pemukiman di daerah Rawamangun, Jakarta Timur. Sejak itulah pemukiman tersebut dinamakan Kampung Ambon.

19. SUNDA KELAPA:  Sunda Kelapa merupakan sebutan sebuah Pelabuhan di Teluk Jakarta.  Nama Kelapa diambil dari berita yang terdapat dalam tulisan perjalanan Tome Pires pada Tahun 1513 yang berjudul Suma Oriental.  Dalam buku tersebut disebutkan bahwa nama Pelabuhan itu adalah Kelapa.  Karena pada waktu itu wilayah ini berada di bawah kekuasaan Kerajaan Sunda maka kemudian Pelabuhan ini disebut Sunda Kelapa.

20. PONDOK GEDE:  Sekitar Tahun 1775 lokasi ini merupakan lahan Pertanian dan Peternakan yang disebut Onderneming. Disana terdapat sebuah Landhuis atau Rumah besar tempat tinggal sekaligus tempat mengurus Usaha Pertanian dan Peternakan milik Johannes Hoojiman. Karena merupakan satu-satunya bangunan besar yang ada dilokasi tersebut Masyarakat Pribumi menyebutnya Pondok Gede.

21. PASAR SENEN: Pasar Senen pertama kali di bangun oleh Justinus Vinck. Orang-orang Belanda menyebut pasar ini dengan sebutan Vinckpasser (pasar Vinck).Tetapi karena hari pada awalnya Vinckpasser di buka hanya pada hari Senin, maka pasar itu disebut juga Pasar Senen (disesuaikan dengan kebiasaan Orang-orang yang lebih sering menyebut Senen ketimbang Senin). Namun seiring kemajuan dan pasar Senen semakin Ramai, maka sejak Tahun 1766 pasar ini pun buka pada hari-hari lain.

22. KEBAYORAN: Kebayoran berasal dari kata Kebayuran yang artinya : Tempat penimbunan Kayu Bayur.Kayu Bayur yang sangat baik untuk di jadikan Kayu bangunan karena kekuatannya serta tahan terhadap Rayap.

23. KEBAGUSAN: Nama Kebagusan, daerah yang menjadi tempat hunian mantan Presiden Megawati berasal dari nama seorang Gadis jelita, Tubagus Letak Lenang.

Konon kecantikan Gadis keturunan Kesultanan Banten ini membuat banyak Pemuda ingin meminangnya. Agar tidak mengecewakan Hati Pemuda itu ia akhirnya memilih bunuh diri.

Sampai sekarang makam itu masih ada dan dikenal dengan nama Ibu Bagus.

24. RAGUNAN:  Berasal dari Wiraguna yaitu gelar yang disandang Tuan Tanah Pertama kawasan tersebut bernama Hendrik Lucaasz Cardeel yang di perolehnya dari Sultan Banten Abunasar Abdul Qahar, Putra Sultan Ageng Tirtayasa.

25. PAAL MERIAM: Asal usul nama daerah yang berada di perempatan Matraman dengan Jatinegara ini berasal dari suatu peristiwa sejarah yang terjadi sekitar Tahun 1813.  Pada waktu itu Pasukan Altileri Neriam Inggris yang akan menyerang Batavia mengambil daerah itu untuk meletakkan Meriam yang sudah siap ditembakkan. Peristiwa tersebut sangat mengesankan bagi Masyarakat sekitar dan menyebut nama daerah ini Paal Meriam (tempat meriam dipersiapkan).

26. CAWANG:  Dahulu kala ketika Belanda berkuasa ada seorang Letnan Melayu yang mengabdi pada Kompeni bernama Ence Awang.  Letnan ini bersama Anak buahnya bermukim dikawasan yang tak jauh dari Jatinegara. Lama kelamaan sebutan Ence Awang berubah menjadi Cawang.

27. CONDET (BATU AMPAR & BALE KAMBANG); Pada jaman dahulu ada sepasang Suami Istri namanya pangeran Geger dan Nyai Polong.Mereka memiliki beberapa Orang Anak.  Salah satu anaknya perempuan diberi nama Siti Maemunah terkenal sangat cantik.

Pangeran Astawana, Anak Pangeran Tenggara atau Tonggara asal Makassar pun tertarik melamarnya.Siti Maemunah meminta di bangunkan sebuah rumah dan tempat peristirahatan diatas empang, dekat Kali Ciliwung yang harus selesai dalam Satu Malam. Permintaan itu disanggupi dan menurut legenda esok harinya sudah tersedia rumah dan sebuah bale dipinggir Kali Ciliwung. Untuk menghubungkan rumah itu dengan kediaman keluarga Pangeran Tenggara dibuat lah jalan yang diampari (dilapisi) batu.Demikian menurut cerita, tempat yang di lalui jalan yang di ampari batu disebut Batu Ampar dan Bale (balai) peristirahatan yang seolah-olah mengambang di atas Air itu disebut Balekambang.

28. DEPOK; Dahulu tempat ini sebagai Depo Kereta Api (garasi)

29. BINTARO; Karena Perumahan Bintaro dan sekitarnya memang bayak ditumbuhi pepohonan yang bernama Bintaro dan Buahnya sering dikonsumsi Masyarakat setempat.

30. TAMAN ANGGREK;Berawal dari keinginan Ibu Tien untuk mengambil kebun Anggrek milik Juragan Tanah Sunda bernama H. Rasman.Dia memiliki Tanah berhektar-hektar di Cipete. Bu Tien mengambil Bunga-bunga Anggrek tersebut dengan niat membeli (namun tidak dibayar) yang akhirnya di pindahkan ke daerah Jakarta Barat, sekarang jadi Mall Taman Anggrek.

31. PETAMBURAN; Pada suatu waktu terjadi peristiwa yang melatar belakangi penamaan daerah ini. Peristiwa itu meninggalnya seorang penabuh tambur daerah di daerah ini dan dimakamkan di bawah Pohon Jati.Sehingga nama Kampung ini sebenarnya Jati Petamburan.

32. GONDANGDIA; Ada beberapa versi asal penamaan Gondangdia. Versi pertama, Gondangdia berasal dari nama pengembang yang ditunjuk Belanda untuk membangun kawasan Menteng, Yaitu NV Gondangdia.Versi kedua, berasal dari nama Kakek yang terkenal dan di segani di Kampung tersebut.Kakek tersebut sering disebut Kyai Kondang. Karena terkenal, nama Kyai itu sering disebut-sebut dan dikaitkan dengan nama daerah tersebut. Akhirnya nama tersebut dikenal Gondangdia (Kakek dia yang tersohor).

33. PETOJO; Berasal dari nama seorang Pimpinan Orang-orang Bugis, yang pada Tahun 1663 diberi Hak Pakai kawasan tersebut bernama Aru Petuju.  Oleh Betawi Petuju diucapkan Petojo.

34. KRUKUTAsal usul nama Krukut mempunyai beberapa versi. Versi pertama, krukut berasal dari Sindiran yang diberikan pada Orang yang hidupnya sangat hemat atau pelit (Krokot). Orang Betawi menyebut Orang-orang Arab yang banyak tinggal di Kampung tersebut dengan Krukut, merubah kata Krokot menjadi Krukut.Versi kedua, berasal dari bahasa Belanda Kerkhof yang berarti Kuburan. Pada masa lalu Kampung tersebut memang merupakan tempat Kuburan Orang-orang Betawi.

35. PINANGSIA:Nama jalan didekat pertokoan Glogok ini berasal dari bahasa Belanda Financien yang artinya Keuangan. Ada juga yang mengatakan tempat ini dahulu ada Department van Financien alias Departemen Keuangan.Oleh lidah Orang Betawi, kata Financien berubah menjadi Pinangsia.

36. KALI ANGKE; Kata Angke berasal dari bahasa Cina. Ang = Darah dan Ke = Sungai.  Kata ini didasarkan pada peristiwa pembantaian orang-orang etnis Cina oleh Belanda di tahun 1740. Mayat oang-orang Cina yang bergelimpangan dihanyutkan di Kali yang ada di dekat peristiwa itu. Sehingga Kali yang penuh dengan Mayat itu berganti nama dengan Kali Angke. Sebelum peristiwa tersebut terjadi, kampung tersebut bernama Kampung Bebek, hal ini dikarenakan orang Cina yang tinggal dikawasan tersebut banyak yang berternak Bebek.

37. PLUIT; Sekitar Tahun 1660 di Pantai sebelah Timur Muara Kali Angke diletakkan sebuat Fluitschip (Kapal panjang ramping) bernama Het Witte Paert yang tidak layak melaut.

Kapal ini digunakan menjadi kubu pertahanan untuk membantu Benteng Vijhoek yang terletak dipinggir Kali Grogol, sebelah timur Kali Angke, dalam menanggulangi serangan-serangan sporadic yang dilakukan oleh Pasukan bersenjata Kesultanan Banten.

Kubu tersebut dikenal dengan sebutan De Fluit.

38. MARUNDA: Marunda berasal dari kata merendah. Menurut cerita turun temurun, sifat penduduk asli disini memang baik Hati, menjauhi sifat sombong yang di larang Agama.

39. TANJUNG PRIOK; Nama Tanjung Priok diambil dari nama seorang penyebar Agama Islam dari Palembang dengan sebutan Mbah Periuk yang membawa Periuk Nasi sisa perjalanan dari Palembang.

            Sebagaimana diketahui bahwa Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengubah 22 nama jalan di ibu kota dengan nama tokoh Betawi.Perubahan nama itu mengundang pro kontra dan berimplikasi pada perubahan administrasi kependudukan masyarakat.

Wakil Gubernur (Wagub) DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengatakan pemerintah tetap menghargai masyarakat yang memiliki pendapat lain terutama yang menentang. Kata dia bahwa perubahan nama itu sudah melibatkan berbagai pihak dan dikaji dengan matang.”Tidak ada keputusan yang diambil bisa memuaskan segala pihak. Yang pasti tidak menyusahkan dan jangan dianggap ini merepotkan,” kata Ariza pada Sabtu (25/6/2022).

“Itu kan hak warga. Setiap kebijakan yang diambil oleh Pemprov tentu melewati sebuah proses pertimbangan yang matang dan dinobatkan untuk kepentingan yang lebih baik ke depan,” jelas Ariza.

Menurut dia, perubahan nama jalan menggunakan tokoh Betawi memiliki tujuan baik.Pengabdian nama mereka dianggap sebagai bentuk penghormatan karena telah melestarikan kebudayaan daerah, sekaligus bentuk edukasi kepada masyarakat setempat.”Kita harus menghargai tokoh-tokoh Betawi yang selama ini mempunyai jasa besar bagi Jakarta,” ujar mantan anggota DPR RI Fraksi Gerindra itu.Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta mengabadikan sejumlah tokoh Betawi sebagai nama jalan, gedung dan zona khusus dalam rangka menjadikan Jakarta sebagai kota yang menghargai sejarah.Pengabdian nama-nama tokoh Betawi pada ruang publik itu secara simbolis diresmikan di Kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan, Senin (20/6/2022).

Anies Baswedan mengatakan pemberian nama jalan ini sebagai bentuk upaya penghormatan untuk mengenang kontribusi besar para tokoh Betawi tersebut.“Mereka adalah pribadi yang dikenang karena mereka memberikan manfaat bagi sesama, mereka ini adalah pribadi yang kita kenang karena hidupnya dihibahkan untuk kemajuan,” kata Anies. (BERBAGAI SUMBE)***

Komentar