Penulis : Dr. Elis Suryani Nani Sumarlina, M.S. (Dosen Filologi pada Departemen Sejarah dan Filologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran)****
AKSARA sangat berperan dalam kehidupan manusia, karena aksara, merupakan alat rekam bunyi bahasa. Tanpa aksara, tidak mungkin ada bunyi atau suara yang terlontar dari setiap manusia dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Itu sebabnya aksara juga dianggap sebagai lambang kemajuan adab serta media, yang berperan memacu suatu peradaban dan perkembangan suatu masa.
Bulan November ini dikenal sebagai Hari Aksara Internasional. Hal tersebut dapat menjadi momen yang sangat penting bagi suku bangsa atau bangsa yang memiliki aksara pituinnya, yang berfungsi sebagai ajen diri atau jati diri bagi suku bangsa yang memilikinya. Aksara menjadi kebanggaan dan dapat menjadi ‘pencerah’ untuk menggali, meneliti, dan mengungkap kearifan lokal budaya masyarakat pemiliknya. Melalui aksara (daerah) masyarakatnya akan mampu membaca dan mengungkap isi naskah yang dikajinya.
Berkaitan dengan peran dan fungsi aksara daerah dimaksud di atas, berbahagialah bagi suku bangsa pemilik aksara di Indonesia yang aksaranya sudah ‘di-unicode-kan. Mengapa harus bahagia dan bangga? Karena Tidak semua aksara yang dimiliki oleh daerah pemilkik aksara tersebut sudah ada ‘unicode’nya. Salah satu aksara yang sudah memiliki unicode adalah aksara Sunda. Aksara daerah di Indonesia yang sudah ‘diunicodekan’ berjumlah 12 aksara (termasuk aksara Sunda), tertulis secara alphabetis, yakni: aksara Bali, aksara Batak, aksara Bengkulu, aksara Bima, aksara Bugis, aksara Jawa, aksara Komering, aksara Lampung, aksara Makasar, aksara Pasemah, aksara Rejang, dan aksara Sunda.
Aksara daerah yang tersebar di Indonesia sangat berperan dalam upaya mengabadikan kearifan lokal melalui pengetahuan dan pengalamannya, yang dapat menjadi momentum penting, karena keberadaan aksara yang dimiliki oleh suatu suku bangsa atau bangsa, dapat menjadi ciri tingginya kehidupan dan peradaban yang pernah dicapai oleh masyarakat tersebut di masa lampau, yang tentu saja menjadi suatu kebanggaan bagi penerus juga generasi muda suku bangsa tersebut sebagai ahli warisnya.
Sebagai ahli waris dari suku bangsa atau bangsa, dalam hal ini khususnya masyarakat Sunda, sepantasnyalah ikut serta ngaraksa, ngariksa, tur ngamumule aksara Sunda, sebagai hasil cipta, rasa, dan karsapendahulu nenek moyang orang Sunda, agar aksara Sunda tidak musnah ditelan masa. Apalagi di era milenial seperti saat ini. Hal ini juga sejalan dengan kiprah para tokoh Sunda, filolog dan ahli budaya lainnya, sehingga aksara Sunda melalui kepres dan SK, dan Perda Provinsi Jawa Barat harus diimplementasikan kepada masyarakat Jawa Barat, khususnya generasi mudanya. Perda Jabar Perda no. 6 tahun 1996 yang diikuti Surat Keputusan Gubernur Daerah TK. I Jawa Barat No. 434/SK.614-Dis.PK/99.
Perda Jawa Barat dimaksud sebenarnya mengacu kepada Keputusan Presiden No. 082/B/1991 tanggal 24 Juli 1991. Perda nomor 6 tahun 1996 disyahkan menjadi “Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 tahun 2003 dan diperbaharui dalam Perda Jabar nomer 4 tahun 2014 berkaitan dengan ”Pemeliharaan Bahasa, Sastra, dan Aksara Daerah”.
Di bulan November tahun 2022 ini, sepatutnya menjadi perhatian dan renungan kita semua sebagai ahli waris nenek moyang kita terdahulu, terutama para pejabat yang bersinggungan dengan masalah aksara dan pendidikan serta kebudayaan, mulai dari pejabat teratas sampai terbawah. Sudahkah kita berkiprah dan melaksanakan dengan sepenuh hati amanat Undang-undang Dasar 1945, berkaitan dengan masalah pendidikan dan kebudayaan? Sudah sejauh mana para pelaku pendidikan dan kebudayaan menyosialisasikan dan mengimplementasikan aksara Sunda sebagai ajen dan jati diri orang Sunda di lingkungan pendidikan, budaya, maupun di masyarakat? Tanya hati nurani masing-masing! *****
Komentar