Oleh: Redi Mulyadi (Pemimpin Redaksi TABLOID LINTAS PENA)
Pilkada langsung dan serentak adalah bagian dari ikhtiar penguatan demokrasi elektoral dalam konstruksi negara hukum Indonesia yang diupayakan oleh seluruh elemen bangsa pascakejatuhan rezim Orde Baru, sehingga semua pihak haruslah memberikan dukungan konstruktif sehingga proses politik tersebut berjalan damai, berkualitas, dan berintegritas.
Sebagai sebuah mekanisme pengisian jabatan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, Pilkada adalah pula mekanisme evaluasi atas kepemimpinan yang telah berlangsung sebelumnya dan proyeksi atas kepemimpinan yang diidamkan untuk masa lima tahun berikutnya.Sebagai sebuah mekanisme, maka kemerdekaan pemilih adalah kunci penentu kualitas dan integritas Pilkada, selain variabel lainnya seperti independensi penyelenggara pemilu, mekanisme penyelesaian sengketa yang independen, penegakan hukum yang fair atas berbagai pelanggaran pidana Pilkada, dan lainnya.
KETERLIBATAN POLRI
Pelaksanaan pemilihan umum 2018 (pesta demokrasi rakyat Indonesia) semakin dekat, bahkan tinggal beberapa hari lagi. Karena akan digelar pada 27 Juni 2018. Kini muncul pertanyaan, apa hubungannya Polri dengan Pilkada Serentak? Padahal, Kapolri Jenderal Polisi Prof. Drs. H. Muhammad Tito Karnavian, M.A., Ph.D melalui Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri Irjen Martuani Sormin wanti-wanti dan bahkan mengeluarkan 13 poin pedoman netralitas polisi pada Pilkada 2018 dan Pemilu 2019. Pedoman tersebut wajib dilaksanakan oleh seluruh anggota Polri. Tapi itu masalah netralitas anggota Polri.
Namun dalam hal ini, penulis akan mengupas masalah keterlibatan Polri dalam pelaksanaan Pilkada Serentak, terutama kaitannya dengan kamtibmas demi terwujudnya pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 yang kondusif: aman dan damai…! Ini sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Sebagaimana diketahui, bahwa KPU dan aparat Kepolisian menjadi salah satu ujung tombak yang seharusnya mengamankan jalannya pemilihan umum. Untuk itulah, setiap ada event pemilihan umum, baik secara nasional maupun pemilihan pemimpin daerah (Pilkada), maka KPU menjalin kerjasama dengan pihak kepolisian(POLRI) untuk mensukseskan jalannya pemilihan umum.Kerjasama tidak sebatas pada mengamankan jalannya pemilu, tetapi juga menciptakan suasana pemilu yang jujur, adil, langsung,umum, bebas dan rahasia.
Memang, bagi Polri sendiri adanya pesta demokrasi menjadi tantangan yang harus terselesaikan dengan baik lantaran fungsi utama Polri adalah sebagai aparat pengayom, pelindung, pelayan masyarakat, maupun penegak hukum (sesuai amanat Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) untuk menciptakan kondisi keamanan dalam negeri yang masih dirasakan sangat rumit dan beragam. Rumitnya permasalahan yang harus dihadapi teridentifikasi dari munculnya berbagai konflik antar suku, antar daerah maupun isu-isu terorisme.
Dari penjabaran tersebut, tujuan utama dari tulisan ini adalah bagaimana menciptakan Kamtibmas ditinjau dari berbagai aspek utama yaitu dari aspek internal dan eksternal. Sebab, upaya untuk menciptakan kondisi kamtibmas pada hakekatnya merupakan proses yang harusmelibatkan partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam komunitasnya, karena kamtibmas selain merupakan suatu kondisi yang harus diwujudkan dalam proses pembangunan nasional, juga merupakan sosial yang harus dilakukan secara berkelanjutan
TUGAS POKOK
Dalam berbagai kesempatan, Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian senantiasa mengungkapkan beberapa hal dalam kaitannyan dengan tugas utama kepolisian (Polri) dalam proses pengamanan Pilkada Serentak 27 Juni 2018. Pertama, mewujudkan kamtibmas yang kondusif sehingga pelaksanaan Pilkada serentak berlangsung lancar. Dengan kondisi seperti itu, masyarakat bisa melaksanakan hak pilih dengan aman dan demokratis.Kedua, masalah keamanan dan ketiga penegakan hukum.
Dalam hal keamanan, Polri mempunyai kewajiban pengawalan distribusi logistik pilkada sehingga tidak ada yang tersendat. Selain itu, kepolisian juga akan menjamin rasa aman penyelenggara pemilu seperti ketua KPU dan Bawaslu dan jajarannya.Kalau ada kekhawatiran, tinggal lapor ke kapolresnya. Polri berusaha menjaga keamanan dan kelancaran sehingga terjaganya rasa aman masyarakat dan penyelenggara..
Dalam masa kampanye, Polri sudah menyiapkan separuh dari kekuatannya. Bahkan Polri telah menyiapkan strategi pengamanan untuk mencegah konflik dalam penyelenggaraan pemilihan kepala daerah serentak 2018 atau Pilkada Serentak 2018. Hal itu disampaikan Kepala Bagian Perencanaan Operasi Biro Operasi Asisten Operasi Kapolri, Kombes Edi Setio Budi Santoso kepada wartawan pada hari Senin 27 November 2017 seperti dilansir media online Tempo.Co (28 November 2017). Dia mengatakan sekitar 171.507 personel kepolisian bakal diterjunkan baik menjelang pilkada maupun saat pelantikan calon kepala daerah. “ Jumlah itu hanya sementara, masih bisa berubah,” kata dia,
Demikian pila, kepolisian juga sudah memetakan daerah-daerah rawan konflik. Potensi konflik diperkirakan terjadi di wilayah Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, dan Papua. Untuk memperketat pengamanan di wilayah tersebut dan daerah lainnya, aparat militer pun dilibatkan. ISedikitnya 36.968 personel TNI dibantu 756.470 petugas perlindungan masyarakat akan menjaga pilkada serentak.
Pola penerjunan aparat kepolisian disusun dalam setiap kegiatan pengamanan pilkada serentak. Ada beberapa tahapan pengamanan yang dirancang menyesuaikan agenda pilkada dibarengi penerjunan personel kepolisian. Misalnya kepolisian akan menurunkan setengah dari total personelnya yang disiapkan saat masa kampanye pada 15 Februari-23 Juni 2018. Pada masa tenang 24-26 Juni 2018, seperlima dari total personel kepolisian dikerahkan. Lalu puncaknya pada saat pemungutan suara, dua pertiga dari total personel kepolisian akan diterjunkan. “Itu kekuatan maksimal,” kata Kombes Edi Setio Budi Santoso.
Pemungutan suara Pilkada Serentak 2018 akan digelar pada 27 Juni 2018. Pilkada serentak berlangsung di 171 daerah. Sebanyak 17 provinsi bakal menggelar pemilihan gubernur, 39 kota memilih wali kota, dan 115 kabupaten memilih bupati. Sedangkan jumlah tempat pemungutan suara sebanyak 392.226 dengan 167 ribu lebih daftar pemilih sementara.
Selain pencegahan potensi konflik, pengamanan akan dilakukan terhadap percetakan surat suara, kotak suara, dan kantor KPU di daerah ataupun pusat. Sehingga pembakaran kantor KPU dan pencurian kotak suara diharapkan tak akan terjadi.
Tidak dipungkiri, dalam praktiknya pelaksanaan Pilkada selalu menimbulkan gejolak, terbukti tidak ada satupun penyelenggaraan Pilkada yang berjalan zonder konflik, yang umumnya berakar dari ketidakpuasan terhadap hasil akhir Pilkada, sebagaimana diketahui dalam conflict fuctionalism terdapat konsep deprivation dan sense of injustice. Pada konsep ini, perasaan diperlakukan secara tidak adil merupakan penyebab timbulnya konflik. Di luar kemungkinan adanya upaya mobilisasi massa dari pihak yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu.
Munculnya beragam konflik yang menyertai pelaksanaan Pilkada sejatinya ingin menggambarkan bahwa pelaksanaan Pilkada tidak lagi sekedar pertarungan untuk memperebutkan kursi nomor satu di daerah yang diharapkan mampu membawa daerah pada kehidupan yang lebih baik, tetapi lebih dari itu adanya sebuah pertarungan antar berbagai kekuatan dengan modal sumber daya yang tidak terbatas, apalagi dengan dibalut oleh satu tujuan “yang penting calonku menang”. Padahal, proses pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung pada dasarnya bukan sekedar memilih siapa yang akan menjadi pimpinan daerahnya melainkan, lebih dari itu, suatu proses pembelajaran kehidupan berpolitik dan demokrasi yang terwadahi dalam suatu koridor hukum yang benar.
Pengalaman keberhasilan penyelenggaraan Pemilihan Umum Legislatif, Presiden dan Wakil Presiden yang telah berhasil dan berjalan dengan baik dan diakui oleh dunia internasional, hendaknya dapat menjadi pelajaran yang sangat berharga dalam rangka pelaksanaan pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung oleh rakyat.
Agar penyelenggaraan Pilkada berlangsung dengan sukses, tentu harus dibarengi dengan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas) yang kondusif. Disinilah peran penting Polri sebagai pengemban fungsi pemerintahan yang bertugas sebagai pelindung, pengayom, pelayan masyarakat, untuk bertanggung jawab dalam mengawal pelaksanaan Pilkada agar berjalan dengan damai dan tertib.
PENCIPTAAN SISTEM KAMTIBMAS
Pakar Politik, Juan J Linz dan Alfred Stepan mengatakan, suatu negara dikatakan demokratis bila memenuhi prasyarat antara lain memiliki kebebasan kepada masyarakat untuk merumuskan preferensi-preferensi politik mereka melalui jalur-jalur perserikatan, informasi dan komunikasi; memberikan ruang berkompetisi yang sehat dan melalui cara-cara damai; serta tidak melarang siapapun berkompetisi untuk jabatan politik. Dalam hal ini jelas, kompetisi politik yang damai menjadi prasyarat penting bagi demokrasi. Oleh karena itu, salah satu agenda terpenting dalam konteks Pilkada langsung adalah meminimalisasi potensi-potensi konflik. Ada 3 komponen penting yang perlu berafiliasi dalam proses pelaksanaan Pilkada Serentak, yakni , masyarakat, penyelenggara Pemilu (KPU/KPUD), dan TNI-Polri
TNI-Polri siap mengerahkan seluruh personilnya untuk memastikan Pilkada aman dan damai,” ujarnya.
Potensi-potensi konflik menjadi salah satu pekerjaan rumah seluruh perencana dan penyelenggara Pilkada langsung. Kalau tidak diantisipasi baik sejak dini, dikhawatirkan Pilkada nanti bakal menimbulkan konflik politik yang tidak hanya merugikan kepentingan rakyat, tetapi juga merusak benih-benih demokrasi di tingkat lokal.
Dengan memperhatikan pada potensi konflik yang terjadi, maka ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh Polri dalam mengawal pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 yang kondusif (aman, damai dan lancer) antara lain:
Preemtif
* Deteksi dini dan kaji secara berkesinambungan setiap perkembangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat yang potensial menimbulkan konflik baik vertikal maupun horizontal;
* Menyusun sistem peringatan dini dan tanggapan dini konflik dalam rangka mencegah konflik;
* Melakukan pemetaan terhadap kerawanan-kerawanan sosial yang bersumber dari proses pentahapan pelaksanaan Pilkada;
* Melakukan pemantauan terhadap setiap kondisi masyarakat yang dapat memicu terjadinya konflik;
* Penggalangan terhadap berbagai komponen masyarakat, khususnya yang memiliki keterkaitan dengan para peserta Pilkada, yang dapat menjadi sumber konflik;
* Galakkan sistem pengamanan lingkungan dengan melibatkan masyarakat dan tokoh masyarakat;
* Gunakan Strategi Perpolisian Masyarakat dalam memberdayakan masyarakat untuk ikut mengelola Kamtibmas secara swakarsa.
Preventif
* Pembetukan forum komunikasi bersama antara Polri dengan parpol peserta Pilkada;
* Pengamanan secara berkesinambungan terhadap sumber-sumber konflik yang ada di tengah-tengah masyarakat;
* Menggelar operasi cipta kondisi untuk memantapkan kondisi Kamtibmas agar tetap kondusif selama berlangsungnya tahapan Pilkada;
* Lakukan dialog dengan memanfaatkan lembaga adat dan melibatkan tokoh adat guna terwujudnya keharmonisan antar peserta Pilkada;
* Menyusun nota kesepakatan antara peserta Pilkada dengan kepolisian untuk menjaga agar Kamtibmas tetap aman dan kondusif selama pelaksanaan dan pasca Pilkada.
* Menjaga dan mengurangi perbedaan pendapat antar para peserta Pilkada dan berusaha untuk mengarahkannya kepada suatu persepsi yang sama.
* Membantu menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh para peserta Pilkada agar tidak berkembang menjadi gangguan Kamtibmas, tentunya dengan tetap menjaga netralitas.
Penegakan Hukum
* Mencari penyebab munculnya konflik;
* Melumpuhkan kelompok-kelompok yang berupaya memprovokasi agar pelaksanaan Pilkada gagal;
* Mengidentifikasi pimpinan-pimpinan kelompok, provokator-provokator, dan pihak ketiga yang memanfaatkan keadaan untuk menggagalkan pelaksanaan Pilkada;
* Apabila muncul masalah di antara peserta Pilkada diupayakan agar penyelesaian dilakukan dengan menempuh cara dialog (musyawarah) agar tidak menimbulkan konflik yang meluas dan berkepanjangan;
* Penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran hukum secara tuntas, tegas, tidak diskriminatif dengan tetap menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia (HAM) dan supremasi hukum, dengan dukungan petugas yang bekerja secara profesional, proporsional, dan prosedural.
Pada suatu kesempatan, penulis sempat berbincang dengan Irjen Pol Dr.H. Anton Charliyan,MPKN (kini beliau menjadi Cawagub Jabar 2018) masalah pengamanan Pilkada Serentak yang dilakukan Polri. Dalam menghadapi setiap pelaksanaan Pilkada Serentak, menurut Kang Anton Charliyan panggilan akrabnya, bahwa sebenarnya Polri telah menyiapkan ASTA SIAP atau 8 jenis kesiapan yaitu siap pilun, siap posko, siap lat praops, siap kondisi kamtibnas, siap masyarakat, siap personel, siap sarana prasarana, dan siap anggaran dalam menjalankan proses tahapan awal Pilkada hingga berakhirnya masa Pilkada itu berlangsung, sehingga Pilkada yang dilaksanakan berjalan aman dan kondusif serta jauh dari tindakan yang dapat merugikan jalannya Pilkada tersebut.
Lantas, apa yang dinamakan ASTA SIAP atau 8 Jenis Kesiapan yang dilakukan Polri dalam menghadapi pelaksanaan Pilkada Serentak 2018 yang kondusif: aman dan damai itu?
Siap Pilun (Kesiapan Piranti Lunak)
Kesiapan piranti lunak sendiri berperan dalam administrasi dan dokumentasi penyelenggraan tahapan pengamanan pilkada untuk menunjang segala bentuk kesiapan yang dimiliki Polri. Dengan demikian kesiapan Kepolisian sudah bisa berjalan sesuai tugas dan tanggung jawab yang ada dalam setiap kegiatan penyelenggaraan Pilkada
Siap Posko (Kesiapan Posko Komando)
Dalam hal kesiapan posko komando dalam hal pengamanan sendiri sangat siap untuk mengamankan jalannya pilkada terhadap strategi tentang tahapan penyelenggraan pilkada sudah berjalan. Terdapatnya posko komando sendiri mempermudah KPU beserta masyarakat untuk memberikan laporan dan juga bagi kepolisian sendiri sangat dapa memberikan pelayanan dalam pilkada yang semakin baik.
Siap Lat Praops (Kesiapan Latihan Pra Operasi)
Dengan adanya latihan keisapan pra operasi sendiri untuk menyiapkan pengamanan yang prima di satu sisi untuk selalu menyiagakan kegiatan sebelum menjelang penyelenggraan Pilkada yang memang bertujuan untuk mengamankan jalannya pilkada. Strategi pengamanan sendiri sangat penting dimana kesiapan personel Kepolisian sangat membantu KPUD dalam menjalankan tahapan penyelenggraan pilkada berlangsung.
Siap Kondisi Kamtibnas (Kesiapan Kondisi Keamana dan Ketertiban Keamanan)
Kemudian masyarakat diharapkan selalu menjaga kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat didalam penyelenggaraan pilkada untuk terselenggarnya tahapan dari awal hingga akhir masa pilkada berjalan.
Siap Masyarakat (Kesiapan Masyarakat)
Dalam hal kesiapan masyarakat sendiri diminta untuk selalu berperan dalam kesiapan mental dalam adanya kecurangan-kecurangan pada saat penyelenggaraan pilkada contohnya tidak menerima suap untuk dapat menjalankan penyelenggaraan pilkada yang jujur dan adil.
Siap Personel (Kesiapan Personel)
Bahwa personel Polri yang ada sendiri sangat siap untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab dilapangan dengan mengutamakan tindakan-tindakan yang bersifat persuasif dan juga selalu mengedepanan kenetralisasian dalam strategi tentang pengamanan tahapan pilkada yang dilakuakn oleh kepolisian sendiri.
Siap Sarana Prasarana (Kesiapan Sarana Prasarana)
Bahwa sarana penunjang sudah sangat baik. Hal itu dibuktikan dengan adanya kesiapan alat-alat dan kendaraan-kendaraan keamanaan untuk menunjang pengamanan Pilkada dalam menjalankan tugas dan tanggung jawa dari polisi itu sendiri.
Siap Anggaran (Kesiapan Anggaran)
Polri sendiri telah menganggarkan dana untuk Pilkada dalam menunjang kinerja personel kepolisian sendiri dan menjalankan tugas serta tanggung jawab dalam pengamanan tahapan Pilkada.
Proses strategi pengaman itu selalu mengedepankan kegiatan persuasif untuk selalu bersinergi kepada masyarakat khusunya dengan begitu adanya strategi ini selalu dapat membuat terjalinnya keamanan dan situasi kondusif.
PENUTUP
Pada tahapan pilkada, penulis sadari bahwa meningkatnya suhu politik, tentunya akan berdampak pada kerawanan konflik sosial. Tetapi diatas semua itu, aturan main yang tidak bersih dan adil memperbesar probabilitas terjadinya konflik di semua derah. Aparat kepolisian melakukan pengamanan dalam tahapan Pilkada yang tentunya tugas mengemban, menjaga kondusifitas di daerah. Komponen Pilkada dalam hal ini menyertakan keseluruhan jajaran kepolisisan (Polri) dengan tahapan dan obyek yang diamanakan, dengan mengacu pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2016 pada Pasal 4, 5, dan 6. Semoga bermanfaat.(***)