Oleh :Ivenda Septania NB(Mahasiswa Jurusan : Ilmu Ekonomi Studi PembangunanFakultas : Ekonomi dan Bisnis ,Universitas Muhammadiyah Malang)
CORONAVIRUS Disease 2019 (Covid-19) merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus SARS-CoV-2, kasus pertama penyakit ini terjadi di Kota Wuhan akhir Desember 2019. Pemerintah resmi mengumumkan virus ini masuk ke Indonesia untuk pertama kalinya adalah pada awal Maret 2020. Pada Juni 2021 saat ini membuktikan bahwa sudah lebih dari setahun virus ini melanda Indonesia. Sejak datangnya pandemi ini, kita mengetahui bagaimana pengaruh dan dampaknya terhadap sektor ekonomi Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada data pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia tahun 2020 pada kuartal 1 sebasar 2,97% lalu terkontraksi pada kuartal ke 2 sebesar -5,32% dan sebesar -3,49% pada kuartal ke 3.
Lantas bagaimana kebijakan yang diterapkan dalam kondisi Indonesia pada saat pandemi ini? Salah satu kebijakan yang dapat diterapkan dalam perekonomian Indonesia pada kondisi seperti ini adalah kebijakan moneter. Kebijakan otoritas moneter atau bank sentral dalam bentuk pengendalian besaran moneter (dapat berupa uang beredar, uang primer, atau kredit perbankan) dan atau suku bunga untuk mencapai stabilitas ekonomi makro. Kebijakan ekonomi yang menjadi bagian integral dari kebijakan ekonomi makro, yang bertujuan untuk menjaga keseimbangan kegiatan ekonomi dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan (Spektro, BI). Operasi Pasar Terbuka yakni instrumen kebijakan moneter di Indonesia yang berbentuk kegiatan jual-beli surat-surat berharga oleh bank sentral yang dilakukan baik di pasar primer maupun pasar sekunder melalui mekanisme lelang atau nonlelang. Selanjutnya ada fasilitas diskonto yang merupakan fasilitas kredit yang diberikan oleh bank sentral kepada bank-bank dengan jaminan surat surat berharga dan tingkat diskonto yang ditetapkan oleh bank sentral sesuai dengan arah kebijakan moneter. Kemudian cadangan wajib minimum merupakan jumlah alat likuid minimum yang wajib dipelihara oleh bank komersial.
Beberapa kebijakan moneter yang dikeluarkan Bank Indonesia mulai tahun 2020 yakni dengan menurunkan suku bunga kebijakan hingga sebesar 150 basis poin (bps). Kemudian dengan menambah likuiditas atau menempuh kebijakan quantitative easing di perbankan sebesar Rp776,87 triliun yang setara dengan 5,03 persen Produk Domestik Bruto (PDB). Bank Indonesia juga melawan dengan kebijakan moneter ekspansif. Dengan keikutsertaan Bank Indonesia masuk ke pasar primer kegiatan transaksi yang selama ini hanya dilakukan di pasar sekunder, kini dapat dilakukan pembelian surat-surat berharga pemerintah di pasar primer. Penurunan suku bunga kredit dilakukan Bank Indonesia untuk memperkuat transparansi SBDK (Suku Bunga Dasar Kredit) perbankan secara lebih rinci, serta berkoordinasi dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk mendukung percepatan transmisi kebijakan moneter.
Dengan sederet kebijakan yang dilakukan tersebut, Indonesia berhasil menekan dampak pandemi dan mengalami perbaikan ekonomi dari kuartal ke kuartal. Bahkan, pemulihan ekonomi Indonesia sepanjang 2020 lebih baik dibandingkan sejumlah negara tetangga lainnya. Dapat dilihat bersama produk domestik bruto pada kuartal 1 tahun 2021 yakni sebesar -0,74 persen. Memang pertumbuhan ekonomi ini masih di kisaran negatif dan masih terjadi kontrasksi, tetapi ini adalah hal yang patut disyukuri karena tercapai di tengah masa pandemi yang masih melanda Indonesia. Diharapkan dengan sinergi yang dilakukan pemerintah bersama Bank Indonesia serta otoritas terkait dapat meningkatkan dan memperbaiki ekonomi dengan berkelanjutan. Tidak lupa, kita sebagai masyarakat juga bisa membantu pemerintah dengan tetap menjaga diri dengan selalu menerapkan protokol kesehatan.(***