oleh

Plus Minus Belajar Daring Dimasa COVID 19

Oleh: Solihah Sari Rahayu (Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah IAILM Suryalaya Tasikmalaya)

Corona Virus Desease 19 (COVID 19) telah menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia sejak Maret 2020. Tanpa pandang bulu COVID 19  menyerang  semua kalangan baik produktif, manula bahkan balita. Virus ini pula mengobrak abrik  berbagai sektor, kesehatan, ekonomi, pendidikan bahkan agama.

Salah satu upaya mencegah penyebaran mata rantai COVID 19 dengan menutup sementara lembaga pendidikan. Pembelajaran dilakukan secara dalam jaringan (daring) antara siswa dan pengajar. Sehingga aktivitas belajar dapat dilakukan tidak harus di sekolah namun dilakukan di rumah.

System daring tentunya memerlukan kuota internet oleh karena itu diperlukan biaya tambahan agar bisa melangsungkan kegiatan pembelajaran baik murid maupun pengajarnya. Tanpa adanya kuota internet maka pembelajaran tidak akan berjalan sesuai harapan.

Misalnya, pada saat sebelum pandemic siswa hanya membutuhkan ongkos uang jajan saja untuk bekal selama di sekolah sebesar Rp. 10.000,- perhari, namun setelah pandemic kebutuhan menjadi bertambah yakni kuota belajar sebesar Rp. 50.000,- perbulan. Kadang kuota tidak sampai sebulan sudah habis jika penggunaannya banyak mendownload video dan sebagainya.

Bagi orang tua siswa yang secara ekonomi  mampu mungkin tidak jadi masalah, mereka merasa enjoy menikmati belajar tanpa tatap muka di kelas. system daring dinilai efektif karena tidak harus membuang banyak waktu dan tenaga. Akan tetapi untuk kaum yang tidak mampu system ini dirasa sangat berat karena harus ada dana lebih.

Masyarakat ekonomi bawah merasakan kesulitan ini, yakni dengan adanya larangan untuk keluar rumah menyulitkan mereka para pedagang skala kecil untuk mencari nafkah. Sementara beban hidup bertambah yaitu harus mengalokasikan kuota belajar anaknya.

Selain pedagang kaki lima, mereka yang mata pencahariannya hanya mengandalkan buruh dan  bertani dengan penghasilan pas-pas an, jangankan anggaran kuota,  untuk makan sehari-hari pun masih kurang.

Penyebaran penduduk di Indonesia belum merata yang berdampak pada ketiadaan jaringan terutama bagi yang tinggal di daerah. Baru masyarakat perkotaan saja yang dapat mengakses internet dengan lancar.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa penduduk Indonesia yang tinggal di kota tahun 2020 sebesar 56,7% sisanya berada di pedesaan bahkan masih tertinggal yang tidak mungkin untuk mengakses internet.

Salah satu contoh di daerah Gunung Tilu Payungagung Ciamis, sebuah wilayah pegunungan dengan jalan berkelok-kelok banyak tebing tinggi, jauh dari pusat kota. Mereka belum terbiasa mengakses internet sehingga belajar dengan system daring menjadi suatu kesulitan. Selain itu juga belajar tanpa tatap muka berdampak pada aspek psikologis peserta didik karena tidak adanya interaksi social secara langsung yang akan melahirkan jiwa individualistis. .

Dalam hal ini dituntut adanya kreatifitas dari seorang guru dalam menghadapi situasi COVID 19. Baik keratif dalam metodologi pembelajaran maupun jenis tugas yang diberikan. Guru dapat menerapkan metode kelompok dalam penggunaan handphone, namun dengan tetap memperhatikan protokol Kesehatan (ProtKes). Misalnya satu peserta didik yang memiliki handphone digunakan oleh beberapa orang siswa,  untuk mengerjakan tugasnya. Sehingga kuota yang dikeluarkan tidak boros namun hanya beberapa orang saja dan dilakukan secara bergilir.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam lamannya, kementerian telah melakukan penyesuaian kebijakan pendidikan, serta menyediakan inisiatif dan solusi di masa pendemi COVI 19. Salah satunya adanya relaksasi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS), di mana satuan pendidikan diberi kewenangan untuk mengalokasikan dana BOS untuk penyediaan pulsa kuota internet bagi guru dan siswa.

Pepatah menyebutkan setiap ada kesulitan pasti ada kemudahan. Sebutan yang tepat pada regulasi yang digulirkan pemerintah terkait dengan pengalokasian dari dana BOS untuk penyediaan pulsa kuota internet.

Media daring memberikan kesempatan dan peluang bagi guru untuk belajar lebih banyak terkait teknologi. Istilah gaptek tidak berlaku lagi saat ini. Guru mau tidak mau banyak menggunakan teknologi informasi dan sistem konvensional mulai ditinggalkan.

Kreatifitas guru dalam memanfaatkan aplikasi dan fitur yang ada dalam gadget, dengan aneka ragam bentuk, video, gambar, kuis, dan sebagainya menjadi nilai plus pada pembelajaran daring saat ini.

Adanya COVID 19 membawa dampak positif bagi dunia pendidikan, perubahan system yang berlaku menjadi solutif bagi pendidik dan peserta didik.(**)

Komentar