JAKARTA – Partai Solidaritas Indonesia (PSI) menyesalkan sikap Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang meminta Komisi Yudisial (KY) memeriksa hakim tunggal, Sri Wahyuni Batubara dalam kasus penganiayaan David untuk tersangka anak AG. Hakim tunggal memutus AG bersalah dengan vonis 3,5 tahun penjara.
KPAI menduga Sri Wahyuni melakukan pelanggaran kode etik ketika membacakan pertimbangan dalam sidang dengan menyebut aktivitas seksual AG dan MDS. Menurut KPAI, hal ini dapat meningkatkan frekuensi labelling terhadap AG yang masih tergolong anak.
“Dalam sidang, putusan sifatnya terbuka untuk umum. Poin-poin yang mendasari putusan pasti dibacakan. Hakim menjalankan prosedur tersebut,” ujar Ketua DPP PSI, Kokok Dirgantoro.
KPAI seharusnya mengambil posisi yang tegas agar tidak ada lagi anak menjadi bagian tindak kriminal penganiayaan yang sedemikian keji di kasus David.
PSI juga mempertanyakan kejelasan sikap KPAI ketika David dalam kondisi koma dan beredar isu pelecehan seksual dilakukan David kepada AG. Dalam persidangan anak AG, tak terbukti terjadi pelecehan tersebut. Serta tidak ada gugatan hukum dari pihak AG ke David.
“Isu pelecehan beredar kencang di media massa. Perundungan terhadap David dengan tuduhan pelecehan seksual terjadi saat David koma. Sepengetahuan kami, KPAI tidak melakukan pembelaan terhadap David sama sekali,” tandas Kokok.
Dalam kesempatan yang sama, Kokok menambahkan bahwa PSI meminta agar sidang untuk tersangka MDS dan SLRP dibuka luas dan media massa diberikan akses siaran langsung.
“Kami rasa perlu ada siaran langsung saat sidang tersangka MDS dan SL agar publik dapat ikut mengawal kasus ini lebih ketat,” ungkapnya.
Kasus penganiayaan Cristalino David Ozora terjadi pada 20 februari 2023. Kasus penganiayaan ini mengakibatkan David mengalami koma dan dirawat di rumah sakit hingga lebih dari 50 hari.(REDI MULYADI)***