oleh

Refleksi HARDIKNAS; Titik Balik Pendidikan Nasional Untuk Kembali Menjadikan Keluarga Sebagai Lingkungan Pertama Dan Utama Dalam Pendidikan

Oleh : Irvan Kristivan, M.Pd.

(Guru Penjaskes SDN Sukamulya Kota Tasikmalaya)

 

BERDASARKAN Keppres No. 316 Tahun 1959 tanggal 16 Desember 1959 pemerintah Indonesia telah menetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Tanggal 2 Mei bertepatan dengan hari lahirnya bapak pendidikan nasional di Indonesia Ki Hadjar Dewantara. Ki Hadjar Dewantara adalah tokoh yang berani menentang kebijakan pendidikan pemerintah Hindia Belanda yang hanya memperbolehkan anak-anak kelahiran Belanda atau orang kaya yang bisa mengenyam bangku pendidikan.  Tidak hanya itu beliau juga kemudian mendirikan sebuah lembaga pendidikan bernama Taman Siswa dan banyak menuangkan berbagai gagasan yang inspiratif terkait pendidikan. Salah satu buah pemikirannya yang dijadikan sebagai semboyan dalam dunia pendidikan Indonesia adalah “Ing Ngarso Sun Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani” yang artinya di awal memberi teladan, di tengah memberi semangat dan di akhir memberi dorongan.

Pendidikan merupakan hal yang sangat vital dalam kemajuan Bangsa Indonesia. Bila pendidikan berkualitas, maka sumber daya manusia (SDM) dari suatu bangsa akan turut berkualitas. Semakin tinggi kualitas SDM suatu bangsa, maka semakin meningkat kemajuan bangsa tersebut. Maka dari itulah sejak Indonesia Merdeka, masalah pendidikan menjadi prioritas utama yang menjadi perhatian khusus pemerintah. Hal itu tertuang dalam pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia (UUD ’45) alenia ke-4 yang terinci dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 yang berbunyi “(1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.

Masalah pendidikan merupakan masalah yang begitu kompleks. Guru yang bertugas untuk mengajar dan mendidik di sekolah selalu menjadi sorotan terkait kualitas pendidikan di tanah air. Guru merupakan orang yang berhubungan langsung dengan peserta didik. Guru merupakan orang yang menuntun langkah wajah-wajah masa depan bangsa. Guru yang dikatakan pahlawan tanpa tanda jasa. Guru yang menjadi sosok yang harus digugu dan ditiru oleh peserta didiknya. Begitu mulia tugas sebagai guru.

Namun, yang terjadi belakangan justru guru sering kali disudutkan. Dalam menjalankan tugasnya sebagai guru seringkali dibenturkan dengan hukum. Jika guru mencubit, membentak, menampar, dan memberikan hukuman lain kepada peserta didik sebagai bentuk kasih sayang dalam menjalankan kewajibannya untuk mendidik, pastilah akan berujung dipengadilan. Tidak hanya saat di sekolah saja,  jika terjadi tindak kenakalan remaja yang dilakukan peserta didik di luar sekolah (jam pelajaran), pasti gurulah yang disalahkan. Tindak kejahatan apapun yang terjadi pada anak-anak usia sekolah pasti akan banyak pihak yang men-cap bahwa “pendidikan gagal” atau “guru tidak berhasil mendidik”. Bahkan yang lebih miris dalam beberapa kasus berujung dengan pengeroyokan terhadap guru oleh peserta didik, orang tua, maupun LSM. Lemahnya perlindungan guru dari hukum membuat beberapa guru lebih memilih untuk mencari aman, cukup sekedar menjalankan tugas pokoknya untuk mengajar atau menyampaikan ilmu. Masalah mendidik agar peserta didik menjadi orang yang baik dan berbudi pekerti yang luhur dikesampingkan, karena kendatinya tugas mendidik adalah kewajiban orang tua terhadap anaknya.

Wabah Virus Corona (Covid 19) yang melanda hampir seluruh Negara di dunia termasuk Indonesia berdampak terhadap proses pendidikan. Pemerintah Indonesia mengambil kebijakan sesuai saran WHO yaitu “Physical Distancing”, “bekerja dari rumah, belajar di rumah dan beribadah di rumah”. Status keadaan darurat wabah Covid-19 ditetapkan sejak tanggal 19 Maret 2020 dan berlaku sampai 29 Mei 2020. Itu berarti peserta didik harus belajar di rumah selama kurun waktu tersebut.

Hampir dua bulan lamanya pembelajaran di rumah berlangsung. Berbagai keluhan dan kesulitan dirasakan oleh orang tua. Seperti dilansir dari laman www.cnnindonesia.com, menyatakan bahwa KPAI Terima 213 Pengaduan soal Belajar di Rumah. Hal itu membuktikan bahwa mengajar dan mendidik adalah sesuatu hal yang sangatlah tidak mudah. Perlu kesabaran, ketelatenan, dan tanggungjawab yang besar. Juga perlu bekal ke-ilmu-an terkait dengan mengajar dan mendidik. Jika dalam dua bulan saja mengajar dan mendidik anak yang hanya satu atau dua orang saja sudah banyak kendala dan kesulitan, bagaimana dengan guru yang setiap harinya menghadapi puluhan peserta didik. Itulah yang perlu dipahami betapa besar beban dan tanggung jawab seorang guru. Pantas saja jika orang tua jaman dulu mempercayakan 100 % anak-anaknya kepada guru untuk dididik. Bahkan ketika anaknya dihukum, dimarahi, bahkan sampai dipukul gurunya, orang tua malah ikut memarahi anaknya karena mereka yakin tak semata-mata guru memberi hukuman jika anaknya tidak berbuat salah.

Masa pandemi covid 19 ini memberikan sinyal kepada orang tua, guru, dan pamangku kebijakan untuk mereset kembali pola pendidikan.  Moment ini adalah titik balik pendidikan nasional untuk kembali kepada konsep awal. Konsep yang digagas oleh Bapak Pendidikan Nasional Ki Hajar Dewantara, yaitu konsep Tri Sentra Pendidikan (Tiga Pusat Pendidikan). Pendidikan berlangsung di tiga lingkungan yaitu, keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiganya berperan di dalam proses pendidikan, serta saling mengisi dan memerkuat satu dengan yang lainnya. Tanggung jawab pendidikan tidak hanya pada guru dan sekolah semata, namun termasuk juga keluarga dan masyarakat.

Ki Hajar Dewantara dengan tegas menekankan bahwa keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi perkembangan peserta didik, karena sejak kecil mereka tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga. Setiap hari terjadi interaksi dalam keluarga. Peran orang tua sangat penting dalam proses pendidikan di lingkungan keluarga. Maka dari itu orangtua harus menjadi panutan bagi anak-anaknya. Semakin baik kualitas keluarga, maka kemungkinan besar semakin berkualitas pula pendidikan, kepribadian dan karakternya.

Kemampuan dan keilmuan orang tua sangatlah terbatas, begitu pula waktu untuk mengajar dan mendidik anak-anaknya karena harus bergelut dengan pekerjaan dan kegiatan lainnya. Maka dari itu orang tua “menitipkan” anaknya ke sekolah untuk dididik sebaik mungkin. Disinilah guru memiliki peranan yang sangat penting. Guru berperan sebagai orangtua, fasilitator, motivator atau tutor bagi peserta didik. Pada era milenial saat ini guru dituntut untuk dapat menyesuaikan dengan perkembangan zaman. Maka dari itulah rata-rata tingkat pendidikan guru di Indonesia minimal Sarjana (S1). Dengan sekuat tenaga guru berupaya menjadi guru yang professional. Guru dapat memfasilitasi peserta didik dengan memanfaatkan teknologi. Guru dapat melakukan proses pembelajaran secara daring (online), dan hal inilah yang ternyata sangat diperlukan pada masa pandemi covid 19 saat ini.

Tidak hanya keluarga dan sekolah saja, lingkungan masyarakat-pun ikut andil dalam pendidikan. Peserta didik dalam pergaulannya di dalam masyarakat tentu banyak berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung. Mereka akan memperoleh pembelajaran di dalam masyarakat tersebut. Apalagi penggunaan teknologi televisi dan internet sudah tidak mengenal batasan usia. Pada saat ini informasi dan tontonan yang diterima oleh anak dari berbagai media tidak terkendali. Hal-hal yang sebenarnya belum pantas untuk diterima oleh mereka, masih dapat diakses dengan mudah.

Oleh karena itu perlu sinergitas antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa “Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan pada jalur formal, nonformal, dan informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan”. Kini bukan saatnya untuk saling menyalahkan dan menyudutkan, melainkan saatnya mereset ulang untuk bersinergi dalam memajukan pendidikan. Diawali dengan membenahi pendidikan dilingkungan keluarga, kemudian memberikan penguatan di lingkungan sekolah, selanjutnya meningkatkan wawasan dan pengalaman di lingkungan masyarakat. Ketiganya harus dapat mengontrol, mengawasi, dan membimbing peserta didik agar menjadi pribadi yang lebih baik.  Semoga momentum Hardiknas tahun ini menjadi awal kebangkitan kemajuan pendidikan nasional dan terwujudnya Tri Sentra Pendidikan yang kuat dan sinergis.

Komentar