Oleh: Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta
PARTAI Solidaritas Indonesia (PSI) ternyata “cuma” berhasil meraih 2,81%, artinya belum bisa tembus ke Senayan (DPR). Walaupun raihan di tahun 2024 ini naik bila dibandingkan raihan di pemilu tahun 2019 lalu dimana waktu itu PSI mendapat 1,89%.
Dari hasil rekapitulasi KPU terhadap 38 provinsi pada Rabu, 20 Maret 2024 PSI mendapatkan 4.260.169 suara. Maka jika dibandingkan dengan jumlah suara sah Pileg DPR RI 2024 yang mencapai 151.796.630 suara, artinya PSI hanya mendapat 2,81% suara.
Tapi fenomena gagalnya PSI masuk Senayan ini sekaligus meruntuhkan tuduhan-tuduhan sementara pihak yang tendensius memfitnah PSI mengalami penggelembungan suara dan melakukan kecurangan-kecurangan selama pemilu 2024. Tuduhan pun dialamatkan ke Pak Jokowi yang difitnah ada main di belakang layar (alias cawe-cawe) menggelembungkan suara PSI.
Mereka yang cermat dan jujur mengamati betapa pontang-pantingnya jajaran pengurus, caleg dan saksi di berbagai daerah mengawal proses penghitungan suara semestinya bisa melihat dengan jelas. Bahwa PSI masih setia mengikuti proses pemilu yang anti politik uang, atau berbagai bentuk kecurangan lainnya.
Bahkan bisa dikatakan mereka yang telah semena-mena menuduh PSI melakukan kecurangan adalah justru sebaliknya mereka sendirilah pelaku kecurangan itu. Maling teriak maling.
Begitulah yang senyatanya masih terjadi, dan fenomena seperti itulah pula yang mengakibatkan banyak orang jadi benci dengan politik.
Benci dengan politik lantaran yang ditangkap publik adalah politik merupakan dunia yang penuh dengan siasat dan tipu muslihat, licik dan jahat.
Hal ini tak bisa sepenuhnya disalahkan pada publik yang beranggapan demikian. Justru ini panggilan PSI untuk hadir dalam kancah perpolitikan Indonesia. Seperti terbaca di laman resminya, yaitumengembalikan politik pada rel yang seharusnya. Politik pada hakekatnya mulia, demi mewujudkan kesejahteraan bersama (bonum-commune).
Apakah ini utopia, mimpi di siang bolong, angan-angan atau imajinasi yang mustahil direalisasikan? Mereka harus tegas menjawab: tidak, ini bukan utopia! Bukan sesuatu yang mustahil.
Kalau saja setiap partisipan mau membereskannya tahap demi tahap. Berproses. Perjalanan panjang seribu kilometer dimulai dengan langkah pertama.
Kita mulai saja dengan realitas politik yang disodorkan pada kita. Semua parpol menyatakan perang pada praktek korupsi, namun tetap saja merekrut caleg (untuk jadi calon pejabat publik) yang mantan napi korupsi.
Dan kepada publik pun harus ditanya, apakah masih mau menerima mereka untuk kembali menjadi pejabat publik?
Tambah lagi ada politik uang, mimpi buruk dalam setiap pemilu. Di tengah masyarakat yang permisif, mereka tidak ambil pusing, entah itu hasil kerja keras, atau hasil korupsi. Sayang sekali memang.
Istilah “serangan fajar” sudah dianggap wajar untuk menjadi salah satu menu wajib dalam setiap pesta demokrasi. Praktek politik uang senyatanya masih jadi momok pemilu yang jurdil.
Pemilu seyogianya bisa mewujudkan adagium “vox populi vox dei”. Suara rakyat adalah suara tuhan. Jangan sampai terjadi manipulasi dari semestinya “suara tuhan” jadi “suara bukan tuhan” (suara setankah itu?).
Manipulasi suara dalam kontestasi pemilu terjadi dalam berbagai wujud. Mulai dari skandal perekrutan caleg (ingat kasus Harun Masiku yang tak jelas juntrungannya sampai sekarang), sampai pengkhianatan kepercayaan publik (ingat kasus korupsi BTS yang berjamaahnya sangat njlimet, melibatkan multi partai).
Kontestasi sudah berakhir, pemilu 2024 PSI belum masuk Senayan (DPR). Tanpa perlu mencari kambing hitam, PSI haruslah terus memperbaiki diri dan terus melakukan kerja-kerja politik yang bermartabat.
Secara internal PSI memang masih perlu membereskan pekerjaan rumahnya dengan lebih keras dan lebih cerdas lagi. Tetaplah optimis dengan kerja politik yang bersih di tengah lautan fitnah dari mereka yang benci (sekaligus cemburu).
Di tingkat provinsi dan kabupaten/kota kabarnya anggota legislatif dari PSI bakal bertambah secara signifikan. Indikasi kepercayaan publik yang semakin besar.
Tetap semangat.
Jakarta, Kamis 21 Maret 2024
Komentar