By. Satria Hadi Lubis
“Ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah SAW, lalu ia bertanya, ‘Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?” Beliau menjawab, “ Ibumu.” “Lalu siapa lagi?” “ Ibumu” “ Siapa lagi?” “ Ibumu” “ Siapa lagi” “Bapakmu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim).
Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani di dalam kitabnya Fathul Bari mengutip pendapat Ibnu Battal tentang alasan Nabi Muhammad SAW mengulang kata ‘ibu’ tiga kali. Menurut Ibnu Battal, hal ini disebabkan karena sosok ibulah yang menanggung tiga kesulitan yakni ketika mengandung, melahirkan, dan menyusui.
Tiga hal inilah yang harus ditanggung sendirian oleh seorang ibu. Sementara sang ayah ikut serta mendidik anak bersama-sama dengan ibu.
Hadits ini sering disalahartikan bahwa kasih sayang dan cinta seorang anak kepada ibunya harus lebih besar 3x dibanding kepada ayahnya. Ada juga yang menganggap bahwa seorang anak harus lebih nurut kepada ibunya dibanding kepada ayahnya. Bahkan yang lebih parah lagi ada yang menganggap bahwa kepada ibu tidak boleh melawan, tetapi kepada ayah boleh (sesekali) melawan, karena ibunya harus diperlakukan 3x lebih baik daripada ayahnya.
Pengertian semacam tersebut tentu saja keliru. Bukankah al Qur’an mengatakan bahwa kedua orang tua perlu diperlakukan sama? Yaitu harus dipatuhi dan tidak boleh mendurhakai KEDUANYA?
“Dan Kami wajibkan kepada manusia agar (berbuat) kebaikan kepada kedua orang tuanya. Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu yang engkau tidak mempunyai ilmu tentang itu, maka janganlah engkau patuhi keduanya. Hanya kepada-Ku tempat kembalimu, dan akan Aku beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan” (Qs. 29 ayat 8).
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia” (Qs. 17 ayat 23).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda bahwa seorang anak itu milik bapaknya, bahkan hartanya juga milik bapaknya. Hadits ini ingin memberikan pesan yang kuat bahwa seorang anak harus taat dan tidak boleh durhaka kepada ayahnya.
Dari Jabir bin Abdillah, ada seorang berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, sesungguhnya aku memiliki harta dan anak namun ayahku ingin mengambil habis hartaku.” Rasulullah bersabda, “Engkau dan semua hartamu adalah milik ayahmu” (HR. Ibnu Majah, no. 2291, dinilai sahih oleh Al-Albani).
Jadi dapat disimpulkan bahwa seorang anak harus menyayangi kedua orang tuanya sama besarnya dan tidak boleh seorang anak mencintai salah satunya lebih tinggi daripada yang lainnya. Begitu pun dalam hal kepatuhan, perlu sama-sama dipatuhi, baik untuk ibu maupun ayahnya. Bukan lebih patuh kepada ibunya, tapi kepada ayah sering melawan.
Alasan lain bahwa kedua orang tua perlu diperlakukan sama adalah karena kewajiban mendidik anak di dalam Islam adalah kewajiban kedua orang tua, bukan hanya kewajiban ibunya saja atau ayahnya saja. Sehingga wajar jika “imbalan” yang didapat juga sama besar untuk keduanya.
Untuk ayah….
Kami, anakmu, ingin mengucapkan rasa syukur dan terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala pengorbanan ayah selama ini dalam membesarkan kami, anak-anakmu.
Maafkan kami yang belum bisa memenuhi semua harapan baikmu.
Di dalam diammu, engkau bersusah payah menanggung semua ulah kami, anakmu.
Engkau terlihat tegar di mata kami, anakmu
Karena begitulah pria sejati
tertawa dan menangis di dalam dadanya
Sambil meminta agar kami lebih menyayangi ibu kami
Ayah…
Engkau adalah pecinta tanpa pamrih
Pahlawan dalam diam bagi kami, anak-anakmu.
I love u Ayah….
Komentar