Oleh : Drs. Aman Rochman
“Just like a key, it can open the door if it is suitable. “ Artinya, Bagaikan sebuah kunci bisa membuka pintu terkunci apabila kuncinya sesuai. Suatu pekerjaan akan baik hasilnya apabila dikerjakan oleh ahlinya. Ini adalah sebuah pepatah yang menjadi inspirasi pendidikan sekolah kejuruan
Sekolah Menengah Kejuruan ( SMK ) adalah sebuah lembaga jenjang pendidikan menengah atas, yang memiliki tujuan untuk melahirkan siswa yang siap pakai dengan keahlian ( skill ) yang dimilikinya. Sebelum tahun 1994 nama satuan pendidikan sekolah kejuruan belum bernama SMK. Pada waktu itu ada yang bernama Sekolah Teknologi Atas ( STM ) apabila Sekolah itu menyelenggarakan pendidikan keahlian teknik , seperti teknik mesin, teknik listrik, teknik bangunan dsb. Sekolah yang menyelenggarakan jurusan berkaitan dengan keahlian bidang bisnis atau ekonomi atas, namanya Sekolah Menengah Ekonomi Atas ( SMEA ). Adapun sekolah yang mendidik ketrampilan untuk para putri ( SKP ), seperti ketrampilan menjahit, memasak dsb. Saat ini dan sudah cukup lama nama-nama STM,SMEA, SKP dsb. Disebut Sekolah Ketrampilan Menengah ( SMK ).
Pada tahun 1990-an sebelum sekolah kejuruan namanya jadi SMK, lulusannya mudah medapat pekerjaan. Terutama sekolahnya yang pada saat itu sudah memiliki kerja sama dengan Dunia Usaha atau Industri, seperti STM YPS 1 ( SMK MJPS 1 ) Tasikmalaya dibawah kepala sekolah yang inspiratif, Drs. H. Enang Ruchiat. Beliau menjalin kerjasama dengan beberapa perusahaan, salah satunya adalah perusahaan Maya Sari Bakti di Jakarta. Sejak tahun 1990 perusahaan ini hampir tiap tahun merekrut siswa lulusan STM YPS 1 tidak kurang dari 20 siswa. Selain itu perusahaan tersebut menerima siswa yang melaksanakan praktek kerja lapangan ( PKL ) dan kunjungan Industri para siswa.
Sejak 20 tahun yang lalu pemerintah terus mengembangkan SMK sehingga perbandingan keberadaan SMA 40 % dan SMK 60 %. Ini upaya pemerintah meningkatkan ekonomi dan mengurangi pengangguran. SMK adalah pendidikan kejuruan ( vocation ) yang dinilai sebagai pendidikan yang sangat diperlukan untuk menjawab kebutuhan pasar ( tenaga kerja ), serta untuk menghadapi era kompetisi seperti saat ini dalam menghadapi era Masyarakat Ekonomi Asean ( MEA).
Salah satu upaya untuk mendorong terwujudnya siswa lulusan menjadi ahli ( competent ) pada bidangnya ( kejuruannya ), maka pemerintah menganjurkan Dunia Usaha atau Dunia Industri
Sebagai masyarakat yang membantu dunia pendidikan. Hal ini dilandasi oleh keputusan mentri pendidikan dan kebudayaan no: 0490-21-1992 ; “ Siswa melaksanakan sebagian kelompok mata pelajaran kejuruan di sekolah dan sebagian lainnya di dunia Usaha dan Industri.”
Pada tahun 1996 lahir sebuah model pembelajaran yang disebut keterkaitan yang sesuai ( link and mach ). Pemerintah menginstruksikan sekolah kejuruan supaya melaksanakan pendidikan sistem ganda ( dual system ), yaitu sebuah sistem kerja sama ( colaboration ) anatara sekolah kejuruan dengan industri. Untuk memfasilitasi program ini, pemerintah membentuk majelis sekolah yang terdiri dari Industri, Kamar Dagang dan Industri, Mentri Tenaga Kerja dan Sekolah.
Adanya kerjasama anatara antara lembaga tersebut diatas adalah upaya melahirkan lulusan sekolah menengah kejuruan benar-benar berkualitas dan memenuhi kebutuhan pasar. Maka siswa SMK selama belejar harus melaksanakan praktek kerja Industri ( PRAKERIN ) di perusahaan atau Industri baik dalam negri atau luar negri. Dan mereka dinyatakan lulus SMK setelah melalui uji kompetensi dari perusahaan atau Industri .
Pada saat ini SMK bagaikan jamur tumbuh di musim hujan. Itu boleh jadi karena pemerintah membuat kebijakan keberadaan SMK 70 % dan SMA 30 % sehingga hampir di setiap kecematan ada SMK, bahkan ada yang lebih dari satu. Hal ini menjadikan masalah bagi SMK itu sendiri. Kwantitas sekolah dengan perusahaan atau industri yang ada semakin tidak seimbang. Bahkan Dr. Abur Mustikawanto M.Ed, Kepala Cabang Dinas XII wilayah Jawa Barat menyatakan bahwa makin banyak SMK makin menurun kwalitasnya. Bahkan Gubernur Jawa Barat, Bapak Ridwan Kamil menyatakan bahwa SMK penghasil pengangguran.
Pada kegiatan workshop tanggal 21 Okteber 2020 di SMKN 1 Tasikmalaya, Kabid Pembinaan SMK Provinsi Jawa Barat, Bapak Deden Saeful Hidayat, M.Pd. Menyatakan bahwa SMK harus benar-benar melaksanakan link and mach sebagai solusi masalah yang dialami SMK saat ini dan untuk meningkatkan kompetensi lulusan SMK yang relevan dengan kebutuhan industri. Bursa Kerja Khusus ( BKK ) yang ada di sekolah harus bisa mengetahui apa yang dibutuhkan oleh dunia industri atau usaha dari kompetensi siswa lulusan. Dan pendidikan karakter ( soft skill ) harus menjadi prioritas yang dimiliki oleh siswa lulusan. Begitu pula bila memungkinkan sekolah melaksanakan program teaching factory yang ditawarkan oleh pemerintah. Yaitu kegiatan belajar di sekolah harus mencerminkan kegiatan produksi yang ada di Industri.
Pada saat ini kurikulum SMK memuat mata pelajaran berwiraswasta. Tujuannya adalah agar para lulusan tidak tergantung mencari kerja tapi mampu usaha mandiri ( to run a private enterprise ) dan mampu menumbuhkan ekonomi bangsa. Nampaknya tujuan ini sesuai dengn gagasan yang
Dikemukakan oleh Ir Ciputra, yang terdapat dalam sebuah buku berjudul Muslim Entrepreneur ditulis oleh Ahmad Rifa’i ; “ Kewirausahaan merupakan instrumen penting untuk menghapus kemiskinan dan ketertinggalan sebuah bangsa.”
Pendidikan karakter ( soft skill ) adalah kemampuan emosional dan spiritual yang harus dimiliki peserta didik sebagai pokok pendidikan. Dan itu menjadi akhlak para lulusan. Olehkarena itu pendidikan Islam sangat penting ditanamkan pada para peserta didik. Islam mengajarkan umatnya bahawa kita bekerja harus sesuai dengan keahlian ( skill ), kullu ya’malu ala syakilah… (QS. Al Isra ;84 ). Dan Rasulullah menyatakan bahwa 9 dari 10 pintu rejeki ada dalam perniagaan. Bahkan Alloh swt. Mengingatkan bahwa apabila kita tidak ingin rugi dalam perniagaan, kita hendaknya mau baca Al Qu’an, melaksanakan solat dan berinfak ( QS. Fatir ; 29 ). Dengan demikian mudah-mudahan tujuan pendidikan nasional kita menghasilkan anak bangsa yang utuh atau insan kamil tercapai.
Penulis ; Drs. Aman Rochman, Praktisi
Pendidikan di SMK MJPS 1 Kota
Tasikmalaya