NETIZEN riuh usai Kementerian Agama mengeluarkan Surat Edaran (SE) yang isinya mengatur pengeras suara masjid dan musala.Salah satu poin penting yang diatur dalam edaran itu yakni volume pengeras suara masjid paling besar 100 dB atau desibel dengan suara tidak sumbang.Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas lewat SE Nomor 05 tahun 2022 menyebut penggunaan pengeras suara di masjid dan musala menjadi kebutuhan umat muslim sebagai salah satu media syiar di masyarakat.
Tak banyak yang tahu bahwa pengeras suara yang ada di masjid, mushala, atau langgar ternyata sudah ada aturannya. Bahkan, jauh hari sebelum Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla menyampaikan perlunya aturan tentang pengeras suara di rumah ibadah, Departemen Agama (sekarang Kementerian Agama) sudah mengaturnya secara rinci sejak 1978 silam. Hal ini seperti dikutip media online news.okezone.com pada hari Rabu 24 Juni 2015 16:09 WIB berjudul “Ternyata,Aturan Pengeras Suara Masjid Sudah Ada Sejak 1978” (Klik link berita: https://news.okezone.com/read/2015/06/24/519/1170705/ternyata-aturan-pengeras-suara-masjid-sudah-ada-sejak-1978
Data yang dihimpun Madiun Pos, aturan tentang penggunaan pengeras suara di masjid, musala atau langgar, tertuang dalam Instruksi Dirjen Bimas 101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar, dan Mushala. Dalam aturan itu, secara rinci disebutkan bahwa penggunaan pengeras suara ke luar masjid pada intinya untuk penanda waktu salat.
Adapun untuk salat, dzikir, doa, atau pengajian, memakai pengeras suara ke dalam masjid. Hanya untuk hal-hal tertentu, diperkenankan memakai pengeras suara ke luar. Dan itu juga tertuang dalam aturan di Kementerian Agama di era Soeharto itu.
Berikut salinan aturan pengeras suara di masjid, musala, dan langgar yang tertuang dalam Instruksi Dirjen Bimas 101/1978:
Subuh:
Paling awal 15 menit sebelum waktunya adzan, boleh menggunakan pengeras suara ke luar untuk bacaan Alquran. Adapun untuk shalat subuh, kuliah subuh, dan setelah hanya memakai pengeras ke dalam masjid.
Dzuhur dan Jumat:
Paling awal 5 menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu adzan shalat Jumat boleh diisi dengan bacaan Alquran memakai pengeras suara ke luar. Demikian juga suara adzan. Adapun shalat, doa, pengumuman khutbah, memakai pengeras ke dalam.
Ashar, Maghrib, Isyak:
Paling awal 5 menit sebelum adzan dianjurkan ada bacaan Alquran memakai pengeras ke luar. Namun, setelah adzan hanya menggunakan pengeras suara ke dalam.
Takbir dan Ramadan:
Takbir Idul Fitri dan Idul Adha menggunakan pengeras suara ke luar. Namun, saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Alquran menggunakan pengeras suara dalam.
Upacara Besar Islam dan Pengajian:
Pengajian dan tabligh hanya menggunakan pengeras suara ke dalam, kecuali pengunjungnya meluber ke luar. Seperti diketahui, sebagian publik sempat mengecam pernyataan Wapres JK beberapa waktu lalu terkait pengaturan speaker masjid. Menurut JK, saat ini banyak masjid yang bebas aturan dalam memakai pengeras suara hingga menimbulkan polusi suara. Dia pun menyarankan agar perlunya pengaturan tentang pengeras suara di masjid dan mushala. (https://news.okezone.com/read/2015/06/24/519/1170705/ternyata-aturan-pengeras-suara-masjid-sudah-ada-sejak-1978 )***
Selain itu, LINTAS PENA mencari berita dan atau tulisan lain yang berhubungan dengan pengeras suara, dan ternyata menemukan sebuah tulisan/artikel yang dimuat media online https://www.rumah123.com/ yang cukup menarik, dengan judul: “Viral Zaskia Mecca Protes Soal Toa Masjid, Ternyata Begini Aturan Penggunaannya!” (https://artikel.rumah123.com/viral-zaskia-mecca-protes-soal-toa-masjid-ternyata-begini-aturan-penggunaannya-86756 ) yang ditayangkan pada hari Senin, 26/04/2021 17:00 WIB
Kisah Zaskia Mecca yang mengkritik penggunaan toa masjid untuk membangunkan sahur terus menarik perhatian publik. Hal itu bermula dari Zaskia yang mengunggah suara toa masjid yang membangunkan sahur dengan cara berteriak.Akhirnya, penggunaan toa masjid ini pun menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat menilai hal itu adalah wajar sebagai bagian dari budaya muslim di Indonesia. Namun, sebagian lainnya menganggap cara membangunkan sahur ini tak memiliki etika.
Lalu, bagaimana sebenarnya aturan penggunaan toa masjid ini?Penggunaan toa atau pengeras suara di masjid, langgar, dan musala telah diatur oleh Kementerian Agama (Kemenag). Aturan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran Nomor B.3940/DJ.III/Hk.00.7/08/2018 tentang Pelaksanaan Instruksi Dirjen Bimas Islam Nomor: KEP/D/101/1978 tentang Tuntunan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid, Langgar dan mushala
Berikut syarat, waktu dan hal yang harus dihindari pada penggunaan toa di masjid:
Terdapat beberapa syarat penggunaan pengeras suara, yaitu:
1. Perawatan pengeras suara dilakukan oleh seorang yang terampil sehingga tidak ada suara-suara bising, berdengung, yang dapat menimbulkan anti-pati atau anggapan tidak teraturnya suatu masjid, langgar atau musala.
2. Pengeras suara hendaknya digunakan oleh orang (muadzin, pembaca Qur’an, imam sholat, dan lain-lain) yang mempunyai suara fasih, merdu, enak, tidak cemplang, sumbang atau terlalu kecil.
3. Ini untuk menghindarkan anggapan orang luar tentang tidak tertibnya suatu masjid dan bahkan jauh dari pada menimbulkan rasa cinta dan simpati yang mendengar selain menjengkelkan.
4. Tidak boleh terlalu meninggikan suara do’a, dzikir, dan shalat.
5. Orang yang mendengar berada dalam keadaan siap untuk mendengarnya, bukan dalam waktu tidur, istirahat, sedang beribadah, atau melakukan upacara.
Dalam keadaan demikian, kecuali panggilan adzan, tidak akan menimbulkan kecintaan orang, bahkan sebaliknya.
Berbeda dengan di kampung-kampung yang kesibukan masyarakat masih terbatas, maka suara-suara keagamaan dari dalam masjid, langgar dan mushalla selain berarti seruan taqwa, juga dapat dianggap hiburan mengisi kesepian sekitar.
6. Sesuai tuntunan Nabi, suara adzan sebagai tanda masuknya salah memang harus ditinggikan, sehingga penggunaan pengeras suara tidak dapat diperdebatkan.
Namun, perlu diperhatikan agar suara muadzin tidak sumbang, melainkan enak, merdu, dan syahdu.
Aturan Pemakaian Pengeras Suara
Pada dasarnya, suara yang disalurkan keluar masjid hanya adzan sebagai tanda telah tiba waktu shalat.
Berikut ketentuannya seperti yang dilansir dari Kompas.com:
1. Waktu Subuh
– Sebelum waktu subuh, dapat dilakukan kegiatan-kegiatan menggunakan pengeras suara paling awal 15 menit sebelum waktunya, seperti pembacaan ayat suci Al-Qur’an yang dimaksudkan untuk membangunkan kaum Muslimin yang masih tidur, guna persiapan shalat, membersihkan diri, dan lain-lain.
– Kegiatan pembacaan Al-Qur’an dan adzan waktu subuh dapat menggunakan pengeras suara keluar.
– Sementara sholat subuh, kuliah subuh, dan semacamnya, jika perlu menggunakan pengeras suara, hanya ditujukan ke dalam saja.
2. Waktu Dzuhur dan Jum’at
– Lima menit menjelang dzuhur dan 15 menit menjelang waktu dzuhur dan Jum’at supaya diisi dengan bacaan Alquran yang ditujukan keluar. Ini juga berlaku bagi suara adzan jika telah tiba waktunya.
– Bacaan sholat, do’a, pengumuman, khutbah, dan lain-lain menggunkaan speaker dalam.
3. Asar, Maghrib, dan Isya
– Lima menit sebelum adzan pada waktunya, dianjurkan membaca Al Qur’an. Saat datang waktu shalat, dilakukan adzan dengen pengeras suara keluar dan ke dalam.
4. Takbir, Tarhim, dan Ramadhan
– Takbir Idul Fitri, Idul Adha dilakukan dengan pengeras suara keluar.
– Pada Idul Fitri, dilakukan malam 1 syawal dan hari 1 syawal. Sedangkan pada Idul Adha, dilakukan empat hari berturut-turut sejak malam 10 Dzulhijjah.
– Tarhim yang berupa doa menggunakan pengeras suara dalam, dan tarhim berupa dzikir tak menggunakan pengeras suara.
– Pada bulan Ramadhan, bacaan Qur’an dapat ditujukan ke dalam seperti tadarrusan dan lain-lain.
5. Upacara Hari Besar Islam dan Pengajian
– Tabligh pada hari besar Islam atau pengajian harus disampaikan muballigh dengan memperhatikan kondisi dari jamaah.
– Tabligh atau pengajian hanya menggunakan pengeras suara ke dalam dan tidak untuk keluar, dikecualikan apabila pengunjung tabligh atau hari besar Islam memang melimpah keluar.
Hal-hal yang Harus Dihindari
Terdapat sejumlah hal saat menggunakan pengeras suara, termasuk beberapa hal yang harus dihindari, yakni:
– Mengetuk-ngetuk pengeras suara
– Kata-kata seperti percobaan-percobaan, satu-dua, dan seterusnya
– Berbatuk atau mendehem melalui pengeras suara
– Membiarkan surat kaset sampai lewat dari yang dimaksud atau memutar kaset (Qur’an, ceramah) yang sudah tidak betul suaranya
– Membiarkan digunakan oleh anak-anak untuk bercerita macam-macam
– Menggunakan pengeras suara untuk memanggil-manggil nama seseorang atau mengajak bangun di luar panggilan adzan
Itulah beberapa aturan yang harus diperhatikan dalam penggunaan pengeras suara, termasuk toa masjid. (BERBAGAI SUMBER)***