oleh

Stendhal Syndrome: “Dalam Keindahan Datang Kesakitan”

Oleh: Palma de Feneshea

Pernahkah ketika anda berada di dalam pameran lukisan seni yang menampilkan banyak keindahan-keindahan dari seorang pelukis yang menunjukkan ciptaan lukisannya bahwa objek yang dianggap indah berubah dari satu orang ke orang lain melalui kekaguman dan emosi mendalam yang dialami oleh penonton, tetapi apakah anda pernah tiba-tiba merasakan degup jantung yang berdetak dengan kencang, pusing yang intens, sesak nafas, serangan panik, mual, amnesia sementara, hingga halunisasi yang berlebihan saat memandangi lukisan yang indah?  Terkadang pengalaman ini dapat mendorong seseorang ke ujung keberadaan. Mungkin ini merupakan gejala yang bisa saja dialami oleh penderita Stendhal Syndrome. Kenali lebih banyak yuk apa itu Stendhal Syndrome atau Sindrom Stendhal. Simak penjelasan tersebut dibawah ini!

Stendhal Syndrome atau biasa dikenal sebagai Florence Syndrome ini merupakan kondisi yang ditandai dengan con-fluence atau gejala yang berbeda baik dari fisik maupun mental ketika seseorang memandang karya seni yang indah. Istilah Stendhal Syndrome ini diciptakan oleh Psikiater dari Italia, Graziella Magherini pada tahun 1997. Dimana Sindrom ini bermula berasal dari nama seorang penulis asal Italia, Henri-Marie Belye. Henri-Marie Belye saat itu mengunjungi Basilica Santa Croce di Florence. Beyle yang mensamarkan namanya menjadi Stendhal, merasa terbebani dengan keindahan dan kekayaan sejarah yang mengelilinginya

Stendhal syndrome ini mirip dengan Paris syndrome dimana wisatawan turis yang mengunjungki Paris untuk pertama kali mengalami kecemasan, pusing, halusinasi, dan delusi. Wisatawan tersebut berpikir bahwa Paris sangat berbeda dari kota ideal yang jauh dari perkiraan. Bentuk lain dari sindrom Stendhal dan Paris Syndrome ialah Jerussalem Syndrome, dimana sindrom tersebut para wisatawan menderita delusi religius yang obsesif saat mengunjungi kota suci Yerusalem. Dari ketiga syndrome terebut yang memiliki kesamaan yang sama tidak termasuk kedalam kondisi yang diakui dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders (DSM).

Dalam setiap kasus yang terjadi, penelitian Dr. Magherini mengamati beberapa karakteristik umum yang menimbulkan gejala-gejala dari Stendhal Syndrome. Dr. Magherini mengidentifikasi bahwa ada 3 gejala utama yang mengakibatkan seseorang mempunyai Syndrome Stendhal, yaitu:

  1. Persepsi suara atau warna yang tidak stabil, serta meningkatnya rasa cemas, bersalah hingga penganiayaan.
  2. Kecemasan depresi, rasa tidak mampu untuk bertahan atau sebaliknya, rasa euforia yang menyakitkan.
  3. Serangan panik mendadak dan gejala fisiologi dari kecemasan yang meningkat, seperti nyeri dada, palpitasi, diaphoresis, astenia, dan ansietas.

Dari 3 gejala utama tersebut, Dr. Magherini menjelaskan bahwa hasil dari gejala Stendhal Syndrome yang dilalui pasien-pasien yaitu, 60% pasien yang melaporkan sebagian besar dari gejala neuropsikiatri, 29% menunjukkan gangguan suasana hati yang parah, 5% menunjukkan serangan panik, dan gejala disautonomia yang termasuk keluhan dari Kardiovaskuler yang menyerupai infark miokard akut atau nyeri perut yang berlebih, yang disebabkan dari tukak lambung atau refluks asam intens dan dispepsia.

Penderita Syndrome Stendhal ini biasanya menunjukkan penyebab dari gejala-gejala yang sudah dijelaskan diatas yaitu, biasanya seseorang yang sangat sensitif dengan estetika lukisan dan mudah terpengaruh oleh objek seni yang ditemui saat perjalanan wisata dan mengunjungi kota-kota terkenal yang dipenuhi seni seperti Florence, Paris, Athena, Tokyo, Roma, dan lainnya. Ini adalah manifestasi dari hubungan antara emosi dan pengetahuan, yang terletak di ruang terdalam dari pikiran. Penderita sindrom yang terkena dampak tersebut dibanjiri oleh keindahan dan terpaksa menyingkir dari pengalaman itu, karena ketidakmampuan mereka untuk mentolerir hubungan seni yang penuh gairah dengan manusia.

Pada saat tahun 2005, seorang ahli bedah saraf Brazil bernama Edson Amâncio menerbitkan sebuah makalah yang menyatakan bahwa Fyodor Dostoevsky (seorang penulis Rusia) menderita Stendhal Syndrome. Amâncio mencatat bahwa penulis tersebut menunjukkan gejala seperti Stendhal Syndrome, terutama ketika melihat karya dari Hans Holbein Dead Christ saat mengunjungi museum. Dalam buku British Journal of General Practice tahun 2010, Dr. Iain Bamforth mengklaim bahwa Marcel Proust juga mengidap Stendhal Syndrome. Selain itu, ditemukan pula bahwa psikolog ternama Sigmund Freud dan Carl Jung menulis tentang pengalaman yang menunjukkan gejala Stendhal Syndrome. Stendhal Syndrome lebih dari sekedar fenomena psikologis atau kejiwaan. Ini bisa menjadi panggilan alami untuk mengevaluasi kembali hubungan manusia dengan dunia di sekitar mereka dan harapan yang diproyeksikan. Namun, diperlukan lebih banyak penelitian untuk menambahkan bukti empiris pada fenomena Stendhal Syndrome.

Tingkatnya pendidikan, status perkawinan, usia, dan stress yang disebabkan oleh perjalanan panjang. Inilah sebabnya mengapa sangat disarankan bagi para wisatawan untuk beristirahat dengan benar, dan cukup terhidrasi dengan makan dan minum yang banyak. Perlindungan terhadap sinar matahari yang sehat sangat dianjurkan.

Akhirnya, kita dapat dengan aman berasumsi bahwa akhir dari perjalanan ke negara-negara dengan warisan budaya yang kaya menciptakan kesepian, kesedihan, keindahan, dan berbagai rasa perasaan bagi para wisatawan, dengan terpaksanya wisatawan kembali ke kampung halamannya yang mungkin tidak sebanding dengan keindahan di negara lain. karya seni di kota yang Anda kunjungi dan, tanpa pertanyaan, berakhirnya untuk kesenangan manis liburan yang membuat timbulnya gejala merusak.

Apakah Syndrome Stendhal ini nyata dan menakutkan?

          Dr. Magherini memperhatikan bahwa Stendhal Syndrome dapat menjadi fenomena kejiwaan yang nyata, review dari jurnal Rivista in Psychiatry pada tahun 2014, menyebutkan bahwa masih kurangnya bukti mengenai keakuratan fenomena Stendhal Syndrome tersebut. Sebuah studi dari jurnal PLOS One pada tahun 2014, menemukan bahwa seseorang yang memperoleh kesenangan dari mengagumi karya seni dapat meningkatkan aktivitas tertentu di area otak manusia. Tepatnya, para peneliti mengamati bahwa partisipan yang senang mengamati cat indah meningkatkan aktivitas di medial orbitofrontal cortex (OFC).

Etiologi sindrom ini secara keseluruhan dapat dianggap sebagai produk dari pengalaman menemukan jati diri sendiri di negara-negara atau bangunan yang memungkinkan wisatawan untuk melihat karya seni yang menakjubkan, kebesaran masa lalu dan perspektif sejarah didalamnya.

Perlu diingat bahwa Stendhal Syndrome tersebut tidak membahayakan, hanya saja perlu adanya hati-hati dalam berpergian dimana negara tersebut banyak keindahan karya seni agar tidak mengalami sindrom tersebut.

PROFIL PENULIS

Nama Lengkap                  : Palma de Feneshea

Pekerjaan                         : Mahasiswa Psikologi Universitas Brawijaya

Komentar