Oleh: Ema Astri Muliasari, S.Pd. (SDN Sukamulya Kota Tasikmalaya)
LEMBAGA pendidikan mempunyai peran penting dalam membangun bangsa serta mampu mengubah tatanan sosial masyarakat. Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan menjadi tempat pembentukan karakter. Kegagalan penanaman karakter sejak dini akan membentuk bahwa pribadi yang bermasalah saat dewasa. Oleh karena itu pendidikan karakter masih merupakan kunci utama untuk membangun bangsa. Selain keluarga, pendidikan karakter didapatkan juga di sekolah.
Sekolah mempunya peran penting dalam memberi pengaruh yang baik atau bahkan sebaliknya kepada peserta didik. Mereka dapat bersosialisasi dan berinteraksi di sekolah dengan teman, guru, adik atau kakak kelas serta warga sekolah lainnya. Namun terkadang sekolah bisa menjadi hal yang “menakutkan” buat beberapa anak. Hal ini diakibatkan adanya ucapan, perbuatan atau perilaku negatif yang mereka dapatkan dari teman atau warga sekolah lainnya.
Segala bentuk perilaku negatif terutama penindasan atau kekerasan yang dilakukan dengan sengaja tersebut disebut dengan perundungan (Bullying). Pelaku bullying biasanya merupakan salah satu atau sekelompok orang yang lebih kuat atau berkuasa. Sedangkan korban atau sasaran perilaku kekerasan ini biasanya menimpa anak-anak dan remaja yang secara fisik lebih lemah dari teman-teman sebayanya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 17 kasus kekerasan fisik yang melibatkan peserta didik sepanjang 2021. Menurut komisioner KPAI Retno Listyarti seperti dilansir dalam jpnm.com menyatakan, kasus-kasus kekerasan fisik atau perundungan (bullying) di satuan pendidikan terjadi di sejumlah daerah, mulai dari jenjang pendidikan SD sampai SMA/SMK.
Dari hasil beberapa penelitian, perundungan (bullying) sendiri dapat dikelompokkan ke dalam 6 kategori. Pertama, kontak fisik langsung. Contohnya ialah memukul, mendorong, menggigit, menjambak, menendang, menampar, mengunci seseorang dalam ruangan, mencubit, mencakar, memeras dan merusak barang yang dimiliki orang lain. Kedua, kontak verbal langsung. Misalnya mengancam, mempermalukan, merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name-calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mengejek, mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip. Ketiga, perilaku nonverbal langsung. Termasuk melihat dengan sinis, menjulurkan lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek, atau mengancam. Umumnya, jenis bullying ini disertai oleh kontak fisik atau verbal. Keempat, perilaku nonverbal tidak langsung. Tindakan mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, serta mengirimkan surat kaleng. Kelima, Cyber bullying. Kemajuan teknologi ternyata memiliki sisi negatifnya. Menyakiti orang lain dengan media elektronik seperti mengirim rekaman video intimidasi dan menuliskan komentar jahat di media sosial tergolong ke dalam perundungan di dunia maya. Keenam, pelecehan seksual. Terkadang, tindakan pelecehan dikategorikan sebagai perilaku agresi fisik atau verbal.
Jenis – jenis perilaku tersebut tentu saja ada latar belakang yang menjadi penyebabnya. Penyebab tersebut bisa diakibat dari faktor internal maupun eksternal. Akan tetapi faktor eksternal lebih memberi porsi dalam menciptkan perilaku bullying tersebut. Selain faktor bawaan anak yang memang suka menyerang karena suatu kelainan, akan tetapi lingkungan baik keluarga, sekolah maupun masyarakat dapat lebih kuat membentuk perilaku bullying.
Selain hal tersebut, penyebab bullying pun dapat dibedakan karena dua hal: pertama, adanya ketidakseimbangan kekuatan antara pelaku bullying yang lebih kuat dan korban (target) yang lebih lemah. Ketidakseimbangan kekuatan ini bisa berupa status sosial, kekuatan fisik, ukuran badan, gender (jenis kelamin), perasaan lebih superior serta jumlah pelaku berbanding korban sendiri. Ketidakseimbangan inilah yang membuat korban ketakutan untuk melaporkan maupun melawan, sedang pelaku bullying merasa leluasa untuk melakukan aksinya.Kedua, adanya penyalahgunaan ketidakseimbangan kekuatan tersebut untuk kepentingan pelaku dengan cara mengganggu, menyerang secara berulang kali, atau dengan cara mengucilkan orang lain. Kepentingan tersebut bisa berupa perilaku yang ingin menunjukkan superioritas atau kekuasaan, kepentingan ekonomi, atau hanya melampiaskan kepuasaan diri menundukkan orang lain (Olweus, 1993).
Dengan perkembangan teknologi dan informasi seperti sekarang, bullying dapat terjadi baik di dunia nyata mauapun dunia maya dimana terjadi interaksi sosial antar manusia. Mulai dari keluarga (home bullying), sekolah (school bullying), kampus, tempat kerja (workplace bullying), lingkungan politik (political bullying), lingkungan militer (military bullying) dan lingkungan masyarakat (preman, geng motor). Sedang untuk dunia maya (cyber bullying) marak terjadi di media sosial yang membuat dunia seolah tanpa batas tanpa dikawal dengan kebiijakan dalam digital terutama dalam interaksi di media sosial.
Sayangnya bullying di sekolah merupakan kasus yang sering diabaikan. Padahal sekolah adalah lembaga pendidikan untuk “memanusiakan” manusia sekaligus pembentuk karakter seorang anak. Bullying di sekolah dapat memberi dampak serius baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang untuk para korban perundungan. Takut pergi ke sekolah, ketidaknyamanan karena merasa tidak aman, perasaan rendah diri, merasa dikucilkan, depresi sampai berakibat stress serta di beberapa kasus korban bullying berakhir dengan bunuh diri. Sedangkan efek jangka panjang, korban bullying mendapat tekanan atau ganggguan emosional yang bisa dirasakan sampai dewasa.
Efek jangka panjang bullying bisa saja tidak disadari baik oleh korban, pelaku, bahkan oleh orang tua dan gurunya. Hal ini diakibatkan karena dampaknya lebih bersifat psikis dan emosi yang tidak bisa teridentifikasi dan dilihat begitu pula prosesnya yang terjadi secara perlahan, tidak langsung timbul setelahnya dan biasanya berlangsung lama. Jusru hal inilah yang berbahaya, karena apabila dibiarkan dan tidak kunjung mendapat respon maka bisa terbawa sampai dewasa dan bisa membutuhkan bantuan psikolog untuk menyembuhkannya dan yang lebih mengerikan adalah banyak dari kasus bullying ini berakhir dengan bunuh diri terutama dari pihak korban.
Dampak bullying bukan hanya mengancam korban tetapi dapat mengancam setiap pihak yang terlibat, baik anak- anak yang di-bully, anak-anak yang mem-bully, anak-anak yang menyaksikan bullying, bahkan sekolah dengan isu bullying secara keseluruhan. Bullying dapat membawa pengaruh buruk terhadap kesehatan fisik maupun mental anak.
Kasus bullying yang kerap terjadi dalam dunia pendidikan di Indonesia kian memprihatinkan. Data hasil riset Programme for International Students Assessment (PISA) 2018 menunjukkan murid yang mengaku pernah mengalami perundungan (bullying) di Indonesia sebanyak 41,1%. Angka murid korban bully ini jauh di atas rata-rata negara anggota OECD yang hanya sebesar 22,7%. Selain itu, Indonesia berada di posisi kelima tertinggi dari 78 negara sebagai negara yang paling banyak murid mengalami perundungan.
Sekolah seharusnya menjadi tempat yang ramah anak dan bebas dari perilaku bullying sekecil apapun. Sudah saatnya semua berperan dan lebih peka dengan tidak memandang remeh sekecil apapun bentuk perundungan yang terjadi di sekolah. Sekolah membutuhkan berbagai pengarahan dalam rangka melindungi anak-anak dari dampak ketidakseriusan dan pengecualian terhadap prilaku perundungan yang terjadi pada anak-anak usia sekolah. Anak belajar bukan apa yang diajarkan tapi apa yang tertangkap. Apa yang dihayati oleh siswa itu (sikap dalam belajar, sikap terhadap kewibawaan, sikap terhadap nilai-nilai yang tidak berasal dari kurikulum sekolah yang bersifat formal, melainkan dari kebudayaan sekolah.
Lingkungan sekolah dan kebijakan sekolah pun akan mempengaruhi kegiatan, perilaku juga hubungan sosial warga sekolah. Rasa aman dan dihargai merupakan dasar pencapaian akademik yang tinggi di sekolah, jika hal ini tidak dipenuhi maka anak akan bertindak mengontrol lingkungan dengan melakukan tingkah laku anti sosial seperti melakukan bullying. Salah satu penyebab timbulnya bullying di sekolah juga bisa diakibatkan karena manajemen dan pengawasan disiplin sekolah yang lemah.
Selaku pendidik sudah menjadi kewajiban kita untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif terutama buat anak-anak kita. Cara-cara yang dapat kita lakukan sebagai seorang pendidik harus dapat berperan aktif untuk mencegah terjadinya bullying di sekolah. Hal tersebut dapat kita lakukan dengan melakukan hal seperti, senantiasa menciptakan hubungan yang hangat terutama nilai persahabatan antar siswa dan dengan warga sekolah lainnya, memberikan kesempatan dan ruang kepada siswa untuk mengembangkan jiwa sosial, aktif dan berprestasi, serta senantiasa membangun komunikasi yang efektif dengan seluruh pihak yang terlibat dalam keberlangsungan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Peran pendidik dalam mencegah bullying di sekolah tentunya harus didukung oleh sekolah. Sekolah dapat meningkatkan pengawasan, mengkampanyekan gerakan anti bullying dan kerjasama dengan pihak terkait dalam menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan sekolah.
Memberi perlindungan terhadap anak-anak di sekolah dari segala macam tindak kekerasan merupakan amanat dari undang-undang yang harus dipenuhi. Dalam Undang-undang perlindungan anak no. 23 tahun 2002 pasal 54 dijelaskan, “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, atau teman-temannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya. Bullying sebagai salah satu bentuk tindak kekerasan yang bisa mengancam perkembangan anak di masa depan, sudah saatnya mendapat perhatian yang lebih dari pihak guru, orang tua, murid dan teerutama bagi pemerintah. Pencegahannya harus dilakukan secara menyeluruh dan terpadu, dimulai dari anak, keluarga, sekolah dan masyarakat.
Daftar Riwayat Hidup
- Ema Astri Muliasari dilahirkan di Tasikmalaya tanggal 27 Juli 1984. Penulis merupakan seorang guru di SDN Sukamulya Kota Tasikmalaya. Saat ini penulis beralamat di Perum Griya Aboh Permai Blok M.16 Kec. Bungursari Kota Tasikmalaya. Hobinya membaca dan menulis tersalurkan saat bergabung dalam Forum Guru Menulis sejak pada awal tahun 2016. Sampai sekarang karyanya tergabung dalam beberapa buku antologi antara lain: Antologi Kisah Inspiratif “Sahabat Inspirasi” (2016), Antologi Tulisan Ilmiah Populer Karya Guru “Jejak Gumeulis” (2019), Inspirasi 2018, Garda Terdepan Pendidikan Kota Tasikmalaya (2021) serta Dari Perempuan Tasikmalaya untuk Perempuan Indonesia (2021) serta satu buah buku karya sendiri berjudul “Maca jeung Nulis Aksara Sunda Metode Loka” (2020). Selama menjadi guru penulis telah mengikuti berbagai kegiatan terutama seputar literasi dan menorehkan prestasi. Adapun prestasi penulis adalah sebagai berikut: Pemenang Sayembara Menulis Kisah Inspiratif 2016, juara 1 Olimpiade Guru Nasional Kota Tasikmalaya 2016, Peserta Olimpiade Guru Nasional tk. Provinsi Jawa Barat 2016, Guru Perintis Literasi (WJLRC) 2017, peserta Lomba Guru Berani Menginspirasi 2017, pemakalah Terbaik Nasional 2017, peserta Gerakan Literasi Keluarga Jawa Barat 2018, juara 1 Lomba Bercerita Guru Tingkat Kota Tasikmalaya 2018 dan pemenang Lomba Menulis Inspirasi 2018. Sebagian tulisannya penulis simpan di blog astriema27@blogspot.com.