Oleh: Andre Vincent Wenas,MM,MBA., Pemerhati Masalah Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.
PILKADA SERENTAK 2024 mendekati garis finish, akhirnya mantan presiden Jokowi turun gunung. Tentu saja ini membuat lawan politik dari setiap rival dari paslon yang didukung Jokowi menjadi kalang kabut.
Berbagai kampanye hitam yang terarah ke Jokowi, ke para pendukung paslon dari Koalisi Indonesia Maju (KIM) segera dilancarkan dengan menggebu-gebu dan ngawur, ini jelas tanda kepanikan.
Kalau tidak panik ya pasti tenang-tenang saja bukan, tidak perlu melancarkan kampanye hitam. Ini jelas beda dengan kritik.
Bisa dimengerti kenapa mereka panik. Mengacu ke peristiwa pilpres kemarin, kemana arah telunjuk Jokowi kesitu pula suara rakyat (mayoritas) tertuju. Ini fakta, tak terbantahkan.
Tapi dengan kenyataan melancarkan kampanye hitam yang ngawur seperti yang terjadi sekarang, rupanya mereka tidak belajar juga dari babak belurnya kekalahan semasa pilpres kemarin.
Mulai dari menyalahkan Jokowi yang sekarang dibilang post-power syndrome-lah, lagi cari panggung-lah, dituduh bagi-bagi bansos-lah, sampai mengecam tidak netral-lah dan itu dikatakan melanggar aturan.
Padahal Jokowi sama sekali tidak melanggar hukum atau aturan apa pun. Jokowi boleh dan berhak berkampanye bagi paslon yang seirama dengan program keberlanjutan dari pemerintah pusat.
Akhirnya dilancarkanlah framing yang bilang Jokowi sudah tidak ada pengaruhnya lagi sekarang. Sudah bukan presiden, jadi sudah tidak ada yang menggubrisnya lagi, dan seterusnya. Tapi kenyataannya justru sebaliknyalah yang terjadi.
Mereka lupa, atau tidak mau mengakui, bahwa Jokowi adalah presiden yang sampai di ujung masa baktinya memegang rekor approval-rate diatas 80 persen lebih. Ini langka, mungkin malah satu-satunya dalam sejarah dunia.
Untuk kasus Jawa Tengah, responden survey mengindikasikan sekitar 40 persenan masih belum menentukan pilihan. Ini jelas gambaran para pemilih yang masih menunggu arah telunjuk tokoh seperti Jokowi. Belum lagi responden yang bakal pindah pilahannya gegara Jokowi turun gunung.
Kemarin Jokowi ke Jakarta dan bergabung dengan keramaian kampanye kubu Ridwan Kamil sebagai calon gubernur Daerah Khusus Jakarta. Bahkan Jokowi sempat berpidato dan menyampaikan alasan kenapa memilih paslon ini.
Dia bilang karena track-record-nya. Ada tiga hal, pertama Ridwan Kamil berpengalaman sebagai walikota (Bandung), kedua berpengalaman sebagai gubernur (Jawa Barat), dan ketiga ditunjang oleh ilmu yang dimiliki, ia arsitek lulusan ITB dan urban-design dari Berkeley.
Jelaslah sudah kemana arah dukungan Jokowi. Ridwan Kamil di Jakarta dan Akhmad Luthfi di Jawa Tengah, keduanya dari eksponen Koalisi Indonesia Maju (KIM). Ini koalisi yang dibentuk untuk melanjutkan kerja-kerja baik Jokowi.
Singkat kata, paslon yang di-endorse oleh Koalisi Indonesia Maju di setiap provinsi dan kabupaten/kota adalah untuk memastikan keberlanjutan dari kerja-kerja baik Jokowi.
Sekaligus menciptakan sinergi antara pemerintah pusat dengan daerah pada masa pemerintahan Prabowo-Gibran. Sekedar mengingatkan, konsep sinergi itu punya efek multiplikasi yang eksponensial.
Sekarang kita sudah dengar sendiri bahwa dengan tegas Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan melanjutkan kerja Jokowi.
Bahkan dari sejak kampanye pilpres kemarin mereka telah terang-terangan mencanangkan tema: Keberlanjutan. Akhirnya berhasil memenangkan pilpres, artinya rakyat menyetujuinya. Ini pun sinkron pula dengan approval-rating Jokowi yang tetap tinggi sampai purna tugas.
Dan sekarang Presiden Prabowo akan berupaya keras untuk mempercepat semuanya. Ini bisa kita baca dalam bukunya “Paradoks Indonesia”.
Prabowo sedang menyiapkan generasi emas dengan program makan bergizi gratis yang bakal dilakukan secara massif dan sesegera mungkin. Melanjutkan pembangunan IKN yang telah menjadi simbol pembangunan yang Indonesia Sentris, yang merata ke seluruh Indonesia. Mengejar para koruptor sampai ke Antartika.
Mari kita satukan barisan, memanfaatkan peluang di masa jendela kesempatan (window of opportunity) yang singkat – cuma sekitar 20 tahun – untuk menjelang Indonesia Emas 2045.
Mari dukung Koalisi Indonesia Maju di Pilkada Serentak 2024, demi Indonesia Maju. Jokowi ada disini.
Jakarta, Senin 18 November 2024