Oleh: Acep Sutrisna , (Analis Kebijakan Publik Tasik Utara)
DALAM beberapa pekan terakhir, dunia diselimuti ketegangan ekonomi yang semakin memanas. Presiden Donald Trump kembali menjadi sorotan utama setelah kebijakannya menaikkan tarif impor memicu gelombang ketidakpastian di pasar global. Pasar keuangan dunia dilanda ketakutan, sementara obligasi Amerika Serikat (AS) mengalami penurunan drastis.
Apakah ini awal dari bencana ekonomi global? Ataukah ini hanya manuver politik untuk kepentingan domestik?
Ketakutan Pasar Akibat Tarif Trump
Kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintahan Trump telah menciptakan efek domino yang merugikan banyak negara.
Negara-negara mitra dagang AS, termasuk China, Uni Eropa, dan Kanada, merespons dengan balasan tarif serupa. Ini memicu perang dagang yang tak hanya merugikan perekonomian global, tetapi juga membuat investor khawatir akan masa depan stabilitas ekonomi dunia.
Dalam artikel CNBC Indonesia berjudul “Pasar Ketakutan Tarif Trump Bikin Perang Dagang, Obligasi AS Anjlok” (https://cnbc.id/NM4pmh), disebutkan bahwa imbal hasil obligasi AS turun signifikan. Investor cenderung menjauh dari aset-aset berisiko tinggi dan beralih ke aset safe haven seperti emas.
Namun, bahkan obligasi AS yang biasanya dianggap aman pun mulai kehilangan daya tariknya.
Obligasi AS Anjlok: Tanda Krisis Ekonomi?
Penurunan harga obligasi AS adalah indikator penting bagi pasar global. Hal ini menunjukkan bahwa investor tidak lagi percaya pada kemampuan AS untuk mempertahankan pertumbuhan ekonominya di tengah gejolak perdagangan internasional. Imbal hasil obligasi AS yang turun juga mencerminkan ekspektasi inflasi rendah, yang bisa menjadi tanda perlambatan ekonomi.
Sebagai analis kebijakan publik, saya melihat ini sebagai konsekuensi langsung dari kebijakan proteksionisme Trump. Alih-alih memperkuat ekonomi domestik, tarif yang diberlakukan justru menciptakan ketidakpastian yang merugikan semua pihak, termasuk AS sendiri.
Dampak Geopolitik dan Ekonomi Regional
Di Asia Tenggara, dampak perang dagang ini sangat terasa. Negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Thailand, yang sebelumnya menikmati surplus perdagangan dengan AS, kini harus menghadapi tantangan baru. Produk-produk mereka yang diekspor ke AS dikenai tarif lebih tinggi, sehingga mengurangi daya saing mereka di pasar global.
Indonesia, misalnya, harus memutar otak untuk mencari pasar alternatif di tengah meningkatnya permintaan domestik. Namun, langkah ini tidak mudah, mengingat persaingan di pasar global semakin ketat. Di sisi lain, anjloknya obligasi AS juga memengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, yang berpotensi memperburuk defisit neraca perdagangan Indonesia.
Siapa yang Harus Disalahkan?
Pertanyaan besar yang muncul adalah: siapa yang harus disalahkan atas kekacauan ini? Donald Trump tentu saja menjadi sosok sentral dalam narasi ini. Kebijakan “America First”-nya telah menimbulkan polarisasi di kalangan negara-negara mitra dagang. Namun, kita juga tidak bisa sepenuhnya menyalahkan AS.
Banyak negara, termasuk China, memiliki kebijakan perdagangan yang kurang transparan, yang memicu ketegangan dengan Washington.
Di sisi lain, lembaga internasional seperti WTO (World Trade Organization) tampaknya gagal menjalankan fungsinya sebagai mediator dalam konflik perdagangan global. Ini menunjukkan bahwa sistem perdagangan global saat ini membutuhkan reformasi mendalam untuk menghadapi tantangan modern.
Solusi untuk Masa Depan
Untuk mengatasi krisis ini, diperlukan kerja sama antarnegara yang lebih baik. Pertama, AS perlu merevisi kebijakan tarifnya agar lebih inklusif dan berorientasi pada solusi jangka panjang. Kedua, negara-negara mitra dagang harus membuka dialog diplomatik untuk menyelesaikan sengketa perdagangan secara damai. Ketiga, WTO harus diperkuat agar dapat berfungsi sebagai pengawas dan penengah dalam konflik perdagangan global.
Bagi Indonesia, langkah strategis seperti diversifikasi pasar ekspor, peningkatan investasi dalam teknologi, dan penguatan sektor industri lokal harus menjadi prioritas. Dengan demikian, Indonesia dapat meminimalkan dampak negatif dari perang dagang global ini.
Penutup
Perang dagang yang dipicu oleh tarif Trump bukan hanya masalah ekonomi, tetapi juga geopolitik. Ketegangan ini menunjukkan betapa rapuhnya sistem perdagangan global saat ini. Jika tidak segera diatasi, dampaknya bisa merembet ke seluruh aspek kehidupan, termasuk stabilitas politik dan sosial.
Apakah Trump benar-benar ingin menyelamatkan ekonomi AS, atau justru sedang mempermainkan dunia untuk kepentingan politiknya? Hanya waktu yang akan menjawab. Namun, satu hal yang pasti: dunia butuh solusi, bukan retorika.(****