Oleh: Nana Suryana
(Dosen IAILM Suryalaya Tasikmalaya)
DUNIA saat sudah memasuki era Revolusi Industry 4.0 (RI 4.0), suatu era dimana terjadi otomatisasi dan pertukaran data terkini dalam teknologi kabel yang mencakup system siber-fisik, internet untuk segala hal, komputasiawan (cloud), hingga komputasi kognitif. Perkembangan ini memunculkan berbagai aplikasi teknologi yang karena hadirnya aplikasi tersebut. Aplikasi tersebut terjadilah proses disrupsi. Menurut Rhenald Kasali (2018) disruption adalah inovasi yang menggantikan seluruh sistem lama dengan cara-cara baru, berpotensi menggantikan pemain-pemain lama dengan yang baru, Menggantikan teknologi lama yang serba fisik dengan teknologi digital yang menghasilkan yang benar-benar baru dan lebih efisien, juga bermanfaat. Perkembangan teknologi informasi akan terus berlangsung dengan berbagai inovasi tanpa akhir. Di era ini pula teknologi informasi terus berkembang secara kontinyu. Pada era ini lembaga Perguruan Tinggi tidak boleh merasa puas dengan hasil yang telah dicapainya tetapi harus terus berupaya melakukan inovasi dengan tidak meninggalkan kultur dan budaya yang menajdi kekhasannya. Kewajiban dosen adalah melakukan berbagai kegiatan yang mampu menyalurkan ide-ide inovasi melalui kompetisi inovasi untuk memantau talenta-talenta baru dari dosen maupun mahasiswa (Iwan, 2020).
Seiring dengan lahrinya era RI 4.0 beberapa waktu yang lalu Menteri Pendidikan dan Kebudayaaan mengeluarkan kebijakan “Kampus Merdeka” yang ditandai dengan berbagai hal; Kampus punya otonomi membuka program studi baru, diberlakukan proses akreditasi “bersifat otomatis” yang sementara saat ini akreditasi wajib dilakukan setiap lima tahun sekali, Mempermudah Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Badan Layanan Umum (BLU) untuk menjadi PTN Berbadan Hukum, Merubah definisi Sistem Kredit Semester (SKS) yang tidak lagi diartikan sebagai “jam belajar” tapi“ jam kegiatan. Kebijakan ini menuai berbagai banyak komentar. Ada yang pro dan kontra. Terlepas pro kontra terhadap kebijakan menteri ini. Sejatinya bagi dosen harus selalu siap menerima perubahan-perubahan yang terajdi dalam dunia pendidikan. Ada kebijakan di atas yang bersentuhan langsung dengan dosen yaitu SKS tidak didefinsikan jam belajar melainkan jam kegiatan. Apa korelasi kebijakan ini dengan tugas dosen?
Sebagaimana kita pahami bahwa dosen adalah pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Oleh karenanya dosen berkewajiban; Melaksanakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat; Merencanakan, melaksanakan proses pembelajaran, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran; Meningkatkan dan mengembangkan kualifikasi akademik dan kompetensi secara berkelanjutan sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; Bertindak objektif dan tidak diskriminatif atas dasar pertimbangan jenis kelamin, agama, suku, ras, kondisi fisik tertentu, atau latar belakang sosioekonomi peserta didik dalam pembelajaran; Menjunjung tinggi peraturan perundang-undangan, hukum, dan kode etik, serta nilai-nilai agama dan etika; dan Memelihara dan memupuk persatuan dan kesatuan bangsa.
Ada dua tugas utama dosen yaitu sebagai pendidik mengembangkan potensi mahasiswa untuk mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat serta mengembangkan potensi mahasiswa agar berimandan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, sehat, cakap, kreatif, mandiri, terampil, kompeten, dan berbudaya. Sebagai standar pencapaian tugas tersebut pendidikan tinggi keagamaan Islam misalanya telah menetetapkan standar yang disebut Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Capaian Pembelajaran Lulusan yang diturunkan dalam profil lulusan masing-masing program studi.
Dalam konsep Kampus Merdeka peran dosen memiliki perang penting dan signifikan dalam memfasilitasi mahasiswa sehingga mereka dapat berkembangan sesuai potensinya. Kecuali itu dunia pendidikan saat ini menuntut peningkatkan kualitas soft skill menjadi pokok utama dalam pengembangan hard skill mahasiswa. Pencapaian mutu hard skill dan soft skill tidak terlepas dari peran dosen sebagai ujung tombak pendidikan dan pengajaran. Jika dosen melaksanakan pengajaran dan pembelajaran secara serius maka sebuah perguruan tinggi dapat menciptakan luaran (out put) yang baik, kompetitif, ungguh, dan dapat diterima oleh pengguna (user) (Iwan, 2020).
Komentar