oleh

Uang Pelicin dari Hasto Kristiyanto untuk Makelar Kasus Disita KPK dan Upaya-upaya Pengalihan Isu

Oleh: Andre Vincent Wenas*,MM,MBA., Pemerhati Ekonomi dan Politik, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

SEASON 2 (two) dari serial bersambung H2O (Hasto-Harun-Operations) memang seperti air (H2O) yang bisa merembes kemana-mana. Membasahi semua yang terlibat, merembes seperti tak terbendung

Bukan soal 2,5 milyar yang katanya jadi uang sogokan, yang diklaim oleh tokoh-tokoh PDI Perjuangan bukan bentuk kerugian negara. Tapi belakangan mulai tercium bau busuk yang sebenarnya, diduga kuat ada kaitannya dengan kasus BLBI dan BPPN di masa kepresidenan Megawati Soekarnoputri (23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004).

Jadi nampaknya Hasto sebagai “petugas partai” yang baik dalam kasus ini ingin menutupi jejak langkah ketua umum partainya dalam pusaran korupsi di skema Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang kolosal itu. KPK masih perlu mendalami keterkaitan kasus H2O dengan kasus BLBI. Kita pantau terus.

Sekedar mengingatkan, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas pada saat terjadinya krisis moneter 1998 di Indonesia.

Skema ini dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi masalah krisis. Pada bulan Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp 147,7 triliun kepada 48 bank. Namun audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh ke-48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp 138 triliun.

Jadi, “prestasi” BPPN adalah “menyimpangkan” duit negara sebesar 138 triliun rupiah dari sejumlah 147,7 triliun rupiah pinjaman yang diberikan dalam skema BLBI. Atau penyimpangan sebesar 93,4 persen! Luar biasa.

Sekedar catatan: BPPN dibentuk berdasarkan Keppres 27/1998, tugas pokoknya untuk penyehatan perbankan, penyelesaian aset bermasalah dan mengupayakan pengembalian uang negara yang tersalur pada sektor perbankan.

Karena kinerjanya buruk maka pada masa pemerintahan Megawati Soekarnoputri BPPN dibubarkan (pada 27 Februari 2004), berdasarkan Keppres 15/2004 tentang Pengakhiran Tugas dan Pembubaran BPPN.

Harun memang tidak atau belum bisa digenggam, tapi dalam peristiwa rembetannya malah para pemain dalam konspirasi ini yang kena ciduk. Seperti air juga, tidak bisa digenggam tapi harus diciduk. Dari PDI Perjuangan akhirnya merembet ke PPP, atau oknum PPP atau mantan PPP. Apakah masih ada lagi lainnya? Kita tunggu saja.

Terus kenapa disebut Season Two (2)? Karena Season One adalah  peristiwa di tahun 2020 lalu, sewaktu episode Operasi Tangkap Tangan (OTT) Harun Masiku di PTIK itu dihalang-halangi oleh…

Oleh para oknum, yang dalam Season Two sekarang ini mulai tersingkap pelan-pelan tapi cepat. Bingung? Tenang, pelan-pelan jejaring kasus ini mulai tersingkap dalam waktu yang tidak terlalu lama (cepat).

Pemberitaan mengungkap, babak baru kasus suap PAW mantan caleg PDIP Harun Masiku yang sudah jadi DPO selama 5 tahun akhirnya menyeret Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto (yang katanya bakal selalu taat hukum).

Kini Djan Faridz mantan Wantimpres ikut terbawa-bawa. Ada juga mantan Hakim Agung yang namanya belum diungkap ke publik.  Mereka diduga membantu “anak kesayangan” Megawati ini untuk mencari makelar kasus yang bisa memenangkan praperadilan Hasto, agar ia terlepas dari status tersangka KPK. Ini jelas obstruction of justice.

Kemarin langkah KPK dengan menggeledah rumah Djan Faridz (Rabu, 22 Januari 2025 malam) mengejutkan publik. Djan Faridz rupanya berperan sebagai dealer (deal-maker) yang mengatur pertemuan dengan mantan Hakim Agung itu untuk membicarakan bagaimana caranya Hasto bisa memenangkan praperadilan sehingga bisa menanggalkan status tersangkanya.

Kalau upaya ini berhasil, maka narasi yang mengatakan telah terjadi politisasi dan kriminalisasi terhadap dirinya yang selama ini digaungkan kubu PDI Perjuangan bakal dianggap oleh publik sebagai sebuah kebenaran. Betapa licik dan kotornya cara berpolitik seperti ini.

Kabarnya, rencana pertemuan antara Djan Faridz dengan sosok mantan hakim agung itu seharusnya terjadi di sebuah lapangan golf di Jakarta pada Rabu 22 Januari 2025 pagi. Sayangnya, sang mantan hakim agung tidak jadi datang. Jika saja sampai datang, keduanya bakal berakhir dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK. Sebab dalam pertemuan terencana itu Djan Faridz sudah menenteng uang pelicin titipan Hasto.

Disinyalir, informasi rencana kasih uang suap ini sudah bocor ke pihak mantan hakim agung sehingga membuatnya batal datang. Tapi KPK tidak mau kehilangan momentum, mereka langsung melakukan penggeledahan pada malam harinya langsung di rumah Djan Faridz.

Kita tahu bahwa setelah penggeledahan itu tim penyidik KPK menenteng tiga koper dari rumah Djan Faridz (wuihh… banyak amat). Para penyidik KPK keluar dari rumah Djan Faridz pada pukul Kamis, 23 Januari 2024 pukul 01.05 WIB dini hari sambil membawa pula satu kardus dan satu tas jinjing (totebag).

Dalam barang sitaan itu terdapat sejumlah dokumen untuk memenangkan praperadilan Hasto. Dikabarkan turut juga disita sejumlah uang pelicin titipan Hasto yang tak jadi diberikan ke sosok eks hakim agung itu. Nah lho!

Ketika ditanya lebih lanjut wakil ketua KPK Fitroh Rohcahyanto tidak membantah atau membenarkan segala informasi tersebut. Yang jelas, dia hanya memastikan bahwa penggeledahan rumah milik Djan Faridz memang terkait peran Hasto di kasus Harun Masiku.

Ada lagi kasus Pergantian Antar Waktu (PAW) yang mencuat, yakni kasus Maria Lestari. Dalam pileg 2019 lalu di Daerah Pemilihan 1 Kalimantan Barat dari PDI Perjuangan terpilih Alexius Akim, tapi ia disuruh mengundurkan diri oleh pengurus pusat PDI Perjuangan. Lalu nomor urut berikutnya Micael Jeno juga diminta mundur, sehingga Maria Lestari bisa jadi anggota DPR. Kasus ini sedang didalami oleh KPK.

Masih ada lagi kasus yang sedang terkuak. Hasto diberitakan juga sedang didalami KPK terkait perannya di kasus dugaan korupsi Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan atau DJKA Kemenhub Wilayah Jawa Timur. Waduh!

Tindakan dugaan kriminal Hasto tidak berhenti disitu. Diberitakan pula Hasto terlibat dalam mengacak-acak lembaga antirasuah di era kepemimpinan Firli Bahuri. Informasi yang diperoleh, Hasto yang dibantu oleh petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) kala itu, berhasil melemahkan KPK melalui pelaksanaan Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) pada 2021.

Ada sebanyak 75 pegawai KPK tidak lulus tes, termasuk penyidik senior Novel Baswedan, raja OTT Harun Al Rasyid, ketua wadah pegawai KPK Yudi Purnomo Harahap dan lainnya. Di beberapa podcast kita memantau bagaimana Firli Bahuri membatalkan beberapa operasi lapangan tim KPK.

Publik hendaknya berhati-hati. Selalu mengambil sikap kritis, jangan sampai upaya pengalihan isu yang akhir-akhir ini dilancarkan berhasil mengacaukan konsentrasi bangsa.

Yang jelas Hasto dan beberapa oknum PDIP sedang terpojok. Seperti diprediksi, bakal banyak kasus-kasus pengalihan isu yang bermunculan.

Perhatikan, soal lain-lain yang demi mengalihkan perhatian publik dari kasus besar H2O (Hasto-Harun-Operation) ini misalnya: kasus pagar laut di pantura (pantai utara), menyasar Program Strategis Nasional yang ujungnya Jokowi sasarannya.

Sebelumnya ada kasus “terong” yang berubah jadi kasus “Apem Wine”. Ini malah back-fire ke si penyinyir yang aktif menyebar Disinformasi, Fitnah dan Kebencian (DFK). Sebelumnya lagi isu OCCRP tentang pemimpin terkorup, akhirnya upaya memojokkan Jokowi jadi redup setelah OCCRP sendiri yang mengklarifikasi. 

Gusti ora sare. Satyam Eva Jayate, kebenaran pasti menang.

Cisarua-Bogor, 26 Januari 2025

Komentar