oleh

Ucu Suryana Menolak “Perayaan” Hari Buruh Internasional di Kota Tasikmalaya

http://https://youtu.be/lMC09VTVvZI

Tasikmalaya, LINTAS PENA

Ketua Umum Lembaga Perjuangan Hak Buruh Indonesia (LPHBI) Ucu Suryana, S.E menyatakan penolakan terhadap “perayaan” May Day atau Hari Buruh Internasional di Kota Tasikmalaya khususnya.  Pasalnya, menurut Ucu Suryana,  pelaksanaan Hari Buruh di Kota Tasikmalaya seolah diarahkan oleh pihak pemerintah. Dalam setiap May Day selalu disediakan panggung dan tidak ada orasi menyerukan hak-hak buruh lagi, melainkan hanya sebatas panggung hiburan yang diisi oleh hiburan musik dangdut dan lainnya, selebihnya hanya menikmati hari libur dari pekerjaan.

“Hari Buruh adalah peringatan perjuangan buruh di Haymarket Chicago, AS, yang memangkas jam kerja hanya delapan jam, dari semula 20 jam, Kegiatan-kegiatan hiburan dan lainnya akan tepat dilakukan jika kondisi nasib jutaan kaum buruh Indonesia sudah sejahtera.” ungkap Ucu Suryana kepada LINTAS PENA.

Menurut Ucu, masih ada beberapa hal yang masih menjadi pokok permasalahan buruh di Tasikmalaya, diantaranya Ucu menuntut agar upah buruh lebih layak, hapuskan alih daya/outsourching, angkat pegawai kontrak menjadi pegawai tetap, jam kerja harus sesuai dengan ketentuan dalam pasal 77 sampai pasal 85 Undang-Undang No.13 tahun 2003, jaminan sosial dan jaminan kesehatan tenaga kerja yang masih belum sepenuhnya dilakukan perusahaan, serta tingkatkan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan oleh Dinas Tenaga Kerja karena masih banyak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan yang ada di Kota Tasikmalaya.

“Saya harap dalam setiap kegiatan May Day, harus tetap ada orasi untuk menyuarakan hak buruh dari perwakilan teman-teman buruh, jangan mau dibungkam oleh dangdut atau larut dalam May Day is Fun Day seperti arahan Menteri Ketenagakerjaan RI M Hanif Dhakiri. Saya yang telah memperjuangkan nasib kaum buruh selama lebih dari 30 tahun sangat berharap kesejahteraan buruh semakin baik lagi kedepannya.” tutup Ucu Suryana

Dia menambahkan, dalam perjuangan buruh di Indonesia telah memakan banyak korban termasuk kasus meninggalnya Marsinah karena dianggap vokal dalam memperjuangkan nasib buruh di Indonesia, dan ini harus mendapat perhatian pemerintah. ((LUKMAN NUGRAHA)****

 

Komentar