oleh

Urgensi Pendidikan Keluarga dan Karakter Dalam Membentuk Generasi Berkualitas

Oleh : Hendri Hendarsah (ASN MTsN 2 Kota Tasikmalaya)

MEMBANGUN keluarga ideal adalah impian bagi semua pasangan suami istri. M. Letter yang dikutip Nur Ahid (2010) menyatakan bahwa  perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Kunci membangun keluarga ideal, salah satunya dengan pendidikan.

Tiga tempat pendidikan anak adalah keluarga, sekolah dan masyarakat. Keluarga merupakan titik tolak perkembangan anak.  Maka tentunya keluarga merupakan hal yang dominan dalam membentuk anak berkepriadian, cerdas, sehat dan memiliki kemampuan penyesuaian dengan lingkungannya. Freud yang dikutip Helmawati (2016) menyatakan bahwa pengaruh lingkungan keluarga terhadap perkembangan anak merupakan titik tolak perkembangan kemampuan atau ketidakmampuan penyesuaian sosial anak. Periode ini sangat menentukan dan tidak dapat diabaikan oleh keluarga.

            Tidaklah salah kalau ada yang mengatakan bahwa generasi unggul berangkat dari keluarga, karena dari keluargalah berawalnya sebuah pendidikan. Dua anak manusia, suami-istri tentunya dalam membangun keluarganya ingin melahirkan kerutunan yang berkualitas. Sehingga memiliki maksud dan cara tertentu yang ingin dibangun dalam keluarga. Bahwa sebuah keluarga terbentuk, karena ada sebuah orientasi didalamnya, tentunya orientasi tersebut tidak saja pada orientasi duniawi, tetapi orientasi ukhrawi juga menjadi sesuatu yang menjadi pilar utama.

Membangun generasi yang berkualitas, tentunya didukung oleh program anak memberikan hasil yang maksimal. Demikian pula dalam pendidikan, semakin besar anak dalam sebuah keluarga tentunya pendidikannya akan memperkaya pemahamannya terhadap berbagai hal. Pendidikan di rumah dan disekolah merupakan program yang sangat baik dalam membentuk perilaku anak baik dalam belajar maupun dalam bersosialisasi.

Tujuan Pendidikan Keluarga

Helmawati (2016) memberikan gambaran ada empat garis besar tujuan keluarga; Pertama Memelihara Keluarga dari Api Neraka. Allah SWT berfirman dalam QS. At-Tahrim (66): 6 : “Hai Orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. Periharalah dirimu di sini tentulah ditujukan kepada orang tua khususnya ayah sebagai pemimpin dalam keluarga dan ibu serta anak-anak sebagai anggota keluarganya. Kedua beribadah kepada Allah swt. Manusia diciptakan  memang untuk beribadah kepada Allah swt. Hal ini sesuai perintah Allah  dalam kitab-Nya yang meganjurkan agar manusia beribadah kepada Allah swt (QS. Al-Dzariat [56] : 56). Kewajiban beribadah kepada Allah juga terdapat dalam Qur’an (QS. Al-An’am [6] : 162) : menyatakan dengan sesungguhnya sholatku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam. Ketiga Membentuk Akhlak Mulia. Pendidikan dalam keluarga tentunya menerapkan nilai-nilai atau keyakinan seperti juga yang ditunjukkan dalam Qur’an (QS. Luqman [31] : 12-19), yaitu agar menjadi manusia yang selalu bersyukur kepada Allah; tidak mempersekutukan Allah (keimanan); berbuat baik kepada kedua orang tua; mendirikan shalat (ibadah); tidak sombong; sederhana dalam berjalan; dan lunakkan suara (akhlak/kepribadian). Keempat membentuk anak agar kuat secara individu, sosial dan profesional. Kuat secara individu ditandai dengan tumbuhnya kompetensi yang berhubungan kognitif, afektif dan psikomotorik. Kuat secara sosial berarti individu terbentuk untuk mampu brinteraksi dalam kehidupan bermasyarakat. Kuat secara profesional bertujuan agar individu mampu  hidup mandiri dengan menggunakan keahliannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.

Keberhasilan pendidikan anak dalam keluarga sangat ditentukan seberapa banyak pengetahuan pendidikan dan ketekunan orang tua membimbing mereka, seberapa kuatnya keyakinan (nilai-nilai) agama yang ditanamkan kepada anak oleh orang tuanya memberikan dampak kepada anaknya untuk memiliki akhlak mulia, berilmu dan memiliki keterampilan untuk mempertahakan hidupnya.

Prinsip dalam Proses Pendidikan Keluarga

Proses pendidikan dalam keluarga dipengaruhi oleh berbagai unsur, yaitu pendidik, anak didikan, tujuan, materi, media, lingkungan dan finansial. Dari semua unsur yang terdapat dalam proses pendidikan adalah metode pendidikan merupakan salah satu unsur yang paling penting. Metode memudahkan anak memahami materi yang tengah diajarkan. Tanpa metode yang tepat saat tranformasi pendidikan, materi tidak akan dapat diserap secara maksimal oleh anak walaupun pendidik sangat pandai dan pakar dibidangnya.

Agar proses pendidikan dalam keluarga berhasil, hendaknya mengetahui prinsip-prinsip dalam mendidik anak. Helmawati (2016) memberikan penjelasan tentang prinsip-prinsip mendidik anak antara lain : Pertama  Prinsip menyeluruh. Pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh baik terhadap unsur jasmani, rohani, maupun akalnya. Menyeluruh terhadap pencapaian tujuan dunia dan akhiratnya. Kemaslahatan baik untuk individu maupun sosialnya. Kedua Prinsip keseimbangan dan kesederhanaan. Prinsip ini bermakna menciptakan keseimbangan pada pemenuhan berbagai kebutuhan individu dan sosialnya, serta menciptakan keseimbangan antara tuntutan aspek yang satu dengan aspek yang lainnya sesuai kebutuhan dan kemaslahatannya. Ketiga Prinsip kejelasan. Pendidikan dalam prosesnya harus jelas dalam prinsip-prinsipnya, ajaran-ajaran, dan hukum-hukumnya. Jelas dalam arti mudah dipahami dan tidak multitafsir. Keempat Prinsip tak ada pertentangan. Tidak ada pertentangan dalam pendidikan yang didasarkan pada Ketuhanan Yang Maha Esa (Allah swt). Ilmu satu dengan yang lainnya saling mengukuhkan dan melengkapi. Semua konsep pendidikan dirancang dan dilaksanakan dengan baik sesuai ideologi yang diyakini, tidak aka nada pertentangan dalam pencapaian tujuan pendidikannya. Kelima Prinsip realistis dan dapat dilaksanakan. Mendidik adalah membantu mengembangkan potensi yang dimiliki anak, ini berarti pendidikan yang diberikan hendaknya masuk akal dan dapat dilaksanakan oleh anak itu sendiri. Maka pendidikan yang baik adalah yang sesuai dengan usia, tahap kematangan jasmani, akal, bakat, minat, emosi, spiritual, juga sosialnya. Tidak juga pendidikan hanya sekedar retorika yang melambung tinggi tetapi tidak dapat dilaksanakan dalam tataran praktisnya dan tidak pula bermanfaat. Keenam  Prinsip perubahan yang diinginkan. Dalam pendidikan yang paling penting bukan pada hasil akhir pendidikannya, tetapi juga pada prosesnya. Jika prosesnya benar, hasilnya akan baik. Namun jika pendidikan mengendepankan hasil, tidak heran banyak anak-anak yang memperoleh nilai yang baik tapi cara yang curang.  Oleh karena itu, esensi pendidikan adalah membantu anak agar berubah, berkembang seluruh potensinya secara optimal dan membuang potensi buruk pada diri anak agar terbentuk menjadi pribadi yang lebih baik. Anak yang baik akan bisa membentuk menjadi pribadi yang lebih baik, dari keluarga-keluarga yang baik akan terbentuk masyarakat yang baik, dan masyarakat yang baik tentu akan mampu memberikan kontribusi untuk berdirinya Negara yang baik pula. Ketujuh Prinsip menjaga perbedaan-perbedaan perseorangan. Setiap anak memiliki ciri-ciri, kebutuhan, tahap kecerdasan, minat, sikap, kematangan jasmani, akal dan emosi yang bebrda-beda. Perbedaan yang dimiliki setiap manusia adalah sunatullah. Oleh karena itu, orang tua hendaknya tidak boleh menyamakan atau membanding-bandingkan kemampuan antara anak yang satu dengan anak yang lainnya karena setiap anak memiliki keunggulan dan kelemahan yang juga berbeda. Kemudian, tidak bijak juga kiranya bagi orang tua yang memaksakan suatu pendidikan bagi anaknya yang menurut orang tua itu baik, tapi ternyata anak tidak memiliki bakat, minat atau kemampuan dalam bidang tersebut. Dari perbedaan setiap individu, inilah sebenarnya muncul spesialisasi pekerjaan yang berbeda pula antara satu dengan yang lain. Perbedaan keahlian atau minat ini juga sebenarnya bukanlah pertentangan, tetapi justru orang-orang yang memiliki keahlian atau bakat yang berbeda tersebut keberadaannnya sebenarnya saling melengkapi satu sama lain. Dengan demikian, terpenuhilah kebutuhan manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial. Kedelapan Prinsip dinamis. Manusia akan tumbuh dan berkembang dan akan berubah sesuai dengan tuntutannya, begitu pula dengan pendidikan. Pendidikan yang baik adalah yang merespons terhadap kebutuhan perubahan manusia itu sendiri dan perubahan zaman. Maka pendidikan tidaklah statis, melainkan dinamis.

Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter yang menjadi salah satu pembangunan pendidikan saat ini, setidaknya memberikan arah bahwa peserta didik diharapkan dapat mencerminkan menjadi pribadi-pribadi yang berkarakter dan memiliki nilai-nilai budaya yang didasarkan pada nilai-nilai hidup yang berkembang dimasyarakat.

Helmawati (2016) memberikan penjelasan tentang komponen pendidikan karakter yaitu : Pertama Pendidikan karakter beriman. Keimanan bukanlah semata-mata ucapan yang keluar dari bibir dan lidah saja ataupun hanya semacam keyakinan dalam hati belaka, tetapi keimanan yang sebenar-benarnya adalah merupakan suatu akidah atau kepercayaan yang memenuhi seluruh isi hati (Hadist Al-Bukhari, nomor hadis : 50) dan dari ini akan muncul pula bekas-bekas atau kesan-kesannya. Salah satu kesan dari keimanan itu adalah apabila Allah dan Rasul-Nya dirasakan lebih dicintai olehnya daripada segala sesuatu yang ada.

Kedua Pendidikan karakter bertaqwa. Iman yang disertai amal shaleh adalah taqwa. Oleh karena itu, dalam al Qur’an sering kali terdapat ayat-ayat yang menunjukkan kata taqwa dengan merangkaikan persoalan keimanan dan amalan yang shaleh  karena memang keimanan yang apabila sunyi dari amal perbuatan shaleh itu ibarat pohon yang tidak menumbuhkan buah-buahan apapun, dan tidak pula mengeluarkan daun yang rindang. Tetapi sebaliknya apabila suatu perbuatan yang tampak baik jika tidak disertai dengan rasa keimanan, amalan yang demikian itu merupakan perbuatan ria atau pamer dan merupakan suatu kemunafikan.

            Ketiga Pendidikan karakter berakhlak mulia. Islam sangat memperhatikan masalah moral. Hal ini sesuai dengan misi Rasul untuk memperbaiki akhlak atau moral manusia. Dalam kamus praktis bahasa Indonesia (2008) akhlak adalah budi pekerti atau kesopanan. Selain itu juga, secara umum padanan kata akhlak disebut dengan istilah moral. Darajat (1971) menyatakan bahwa masalah akhlak adalah masalah yang menjadi perhatian orang dimana saja, baik dalam masyarakat yang telah maju maupun dalam masyarakat yang masih berkembang. Karena kerusakan akhlak seorang mengganggu ketentraman yang lain. Jika dalam suatu masyarakat banyak orang yang rusak akhlaknya, maka guncanglah keadaan masyarakat itu.

Keempat  Pendidikan karakter mandiri. Santoso (1981) menawarkan agar setiap jenis pendidikan harus mengembangkan semua bakat pada anak didik. Pemupukan bakat tentu saja paling awal berlangsung di lingkungan keluarga agar anak tidak selalu menggantungkan segala keperluannya kepada orang lain.  Umar faruq dalam Nur Ahid (2010) mengutarakan bahwa pada mulanya anak selalu saja memohon bantuan kepada orang tuanya dalam setiap kesukaran yang dihadapinya. Akan tetapi hal itu tidak harus terus menerus. Keluarga hendaknya secara sadar membiarkan anak untuk belajar mandiri.

Kelima Pendidikan karakter demokratis. Ngalim Purwanto (1994) menyatakan bahwa manusia adalah mahluk sosial, maka tujuan pendidikan itu diarahkan kepada mendidik manusia sebagai mahluk bermasyarakat. Dalam suatu Negara yang demokrasi, kekuasaan ada di tangan rakyat dan pemerintahannya dipilih oleh rakyat. Rakyatlah yang menentukan kearah mana Negara akan dikemudikan dan untuk apa Negara itu dimajukan serta dipertahankan. Pendidikan demokratis adalah suatu upaya menanamkan pengetahuan yang cukup tentang kewarganegaraan (civic), ketatanegaraan, kemasyarakatan serta soal-soal pemerintah yang penting hingga kelak anak menjadi warga Negara yang baik, sempurna, dan berguna bagi masyarakat dan Negara.

Keenam Pendidikan karakter bertanggungjawab. Selama anak belum dewasa, orang tua mempunyai peranan pertama dan utama bagi anak-anaknya. Orang tua harus memberi contoh yang baik karena anak suka mengimitasi sifat dan perilaku orang tuanya. Anak yang telah dewasa akan dan harus bertanggung jawab terhadap apa yang telah dilakukannya. Kesalahan seseorang tidak dapat dilimpahkan kepada orang lain. Setiap orang akan mempertanggungjawabkan apa-apa yang telah diperbuatnya.

Begitu pentingnya pendidikan keluarga dan karakter dalam membentuk insan-insan yang berkualitas baik secara keilmuan dan moral adalah tugas bersama antara Keluarga, Sekolah dan Masyarakat dan Pemerintah. (**)

Komentar