DI SEBUAH desa yang damai, seorang pemuda bernama Awan merasa terjebak dalam rutinitas yang tidak membawa kebahagiaan. Ia ingin mengubah hidupnya, tetapi selalu merasa ragu dan takut gagal. Setiap kali ia berusaha untuk memulai sesuatu yang baru, keraguan menghentikannya. Awan merasa seolah-olah waktunya telah terbuang, dan ia tak tahu bagaimana harus memulai perubahan.
Suatu pagi, saat Awan berjalan melintasi ladang kosong, ia mendengar suara burung perkutut yang merdu. Ia melihat burung itu sedang hinggap di cabang pohon besar. Tanpa disangka, burung itu berbicara kepadanya, “Awan, perubahan tidak selalu harus datang dengan cepat. Kadang, perubahan terbesar datang perlahan, satu langkah kecil pada satu waktu.”
Awan terkejut mendengar burung itu berbicara, tetapi kata-kata itu membuatnya berpikir. Ia sadar bahwa selama ini ia telah menunggu waktu yang sempurna untuk berubah, padahal tidak ada waktu yang sempurna untuk memulai. Perubahan, seperti yang diajarkan burung perkutut itu, datang secara bertahap.
Hari demi hari, Awan mulai mengambil langkah-langkah kecil yang sering ia tunda—mempelajari keterampilan baru, berbicara dengan orang yang lebih berpengalaman, dan mencoba sesuatu yang baru meskipun itu membuatnya merasa cemas. Setiap langkah kecil membawa perubahan, meskipun tidak langsung terlihat.
Pada suatu sore, saat ia sedang duduk di bawah pohon tempat ia pertama kali mendengar suara burung perkutut, Awan menyadari betapa jauh ia telah berkembang. Ia merasa lebih percaya diri dan bahagia, karena setiap langkah kecil yang ia ambil telah membawanya ke arah yang lebih baik.
Burung perkutut itu terbang melintas di atasnya, seperti memberi penghargaan pada usaha Awan. “Perubahan bukan tentang berlari cepat, tetapi tentang tidak berhenti berjalan,” kata burung itu.
Awan akhirnya mengerti bahwa perubahan yang besar dimulai dengan satu langkah kecil, dan tak ada waktu yang terlalu terlambat untuk memulai.
#Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata
Komentar