DI HADRAMAUT ada seorang ulama besar, seorang wali yang sangat termasyhur karena karomah-karomahnya. Dialah Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas. Lahir pada 992 H / 1572 M di Desa Lisk, dekat Kota Inat, Hadramaut. Dia juga yang mula-mula mendapat gelar Al-Aththas, “orang yang bersin”. Disebut demikian karena, konon, ketika masih berada dalam kandungan ibundanya, Syarifah Muznah binti Muhammad Al-Jufri, ia sering bersin. Janin yang masih dalam kandungan bisa bersin, tentu hal ini merupakan hal yang luar biasa.
Meski sejak kecil Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas sudah kehilangan penglihatan, Allah menerangi hatinya, sehingga ia mampu menyerap dengan baik semua pengetahuan tentang agama yang diajarkan oleh ayahnya, Al-Imam Abdurrahman bin Aqil. Semangat belajarnya memang sangat besar. Tak bosan-bosannya ia menuntut ilmu kepada beberapa ulama besar, seperti Syekh Abu Bakar bin Salim, Muhammad bin Abdurrahman Al-Hadi, Syekh Umar bin Isa As Samarqandi. Sementara guru utama yang paling ia hormati, ialah Habib Husein bin Syekh Abu Bakar bin Salim.
Ia banyak belajar tasawuf, terutama dari Syekh Umar bin Isa Barakwah As-Samarqandi. Setelah merasa cukup menuntut ilmu, ia membuka majlis taklim dengan mengajarkan ilmu agama. Dakwahnya pun menyebar ke segala penjuru Hadramaut.
Belakangan ia dikenal sebagai seorang sufi yang banyak menguasai ilmu lahir dan batin, pengayom anak yatim piatu, janda dan fakir miskin. Siang mengajar, malamnya ia gunakan untuk melakukan Riyadhah, beribadah, bermunajat kepada Allah SWT, dan sangat jarang sekali tidur.
Sebagai ulama besar dan sufi, Habib Umar dikenal dengan beberapa karomahnya. Ia sangat termasyhur, bahkan sampai ke negeri Cina. Suatu hari salah seorang anak Habib Abdurrahman melawat ke Cina di sana ia bertemu dengan seorang sufi yang memberi salam dan hormat, padahal ia tidak mengenalnya.
“Bagaimana engkau mengenalku, padahal kita belum pernah bertemu?” tanyanya.
“Bagaimana aku tidak mengenal engkau? Ayahmu, Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas, adalah guru kami, dan kami sangat menghormatinya. Habib Umar sering datang ke negeri kami, dan ia sangat terkenal di sini,” jawab sufi tersebut. Padahal jarak antara Hadramaut dan Cina sangat jauh, tapi Habib Umar telah berdakwah sampai ke sana.
Syekh Muhammad Baqais, salah seorang muridnya, bercerita, “Suatu kali Habib Umar mendamaikan beberapa suku yang berperang sampai berkali-kali. Tapi tetap saja ia tidak mendapatkan tanggapan yang baik. Karena itu ia pun melemparkan biji tasbihnya kepada mereka. Dengan izin Allah, biji tasbih itu menjadi ular, barulah mereka sadar dan minta maaf.”
Nama Habib Umar tidak bisa dipisahkan dari karya agung yang diberi judul: Azizul Manal wa Fathu Babil Wishal (Anugrah nan Agung dan Pembuka Pintu Tujuan),” yang belakangan sangat terkenal sebagai Ratib Al-Aththas. Habib Umar sendiri berwasiat, “Rahasia dan hikmah telah kutitipkan di dalam Ratib ini.
Menurut Habib Abdurrahman Al-Habsyi (Kwitang, Jakarta), Ratib Al-Aththas lebih tua dibanding dengan Ratib Al-Haddad. Ratib Al-Haddad disusun pada 1071 H / 1651 M oleh Habib Abdullah Al-Haddad. Sedang Ratib Al-Aththas disusun jauh sebelumnya. Ada beberapa wirid atau doa yang tidak ada dalam Ratib Al-Aththas tapi terdapat dalam Ratib Al-Haddad, demikian pula sebaliknya. Namun seperti ratib-ratib yang lain, keduanya tetap mengacu pada doa yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Ratib Al-Aththas biasa dibaca usai shalat maghrib, tapi boleh juga di baca setiap pagi, siang atau tengah malam. Bisa dibaca sendiri atau berjema’ah. Manfaat ratib ini sangat besar. Bahkan ada sebagian ulama yang mengatakan, dengan membaca Ratib Al-Aththas atau Ratib Al-Haddad setiap malam, Allah akan menjaga dan memelihara seluruh penghuni kota tempat tinggal kita, menganugerahkan kesehatan, dan memudahkan rezeki-Nya kepada setiap penduduk.
Dalam keadaan sangat khusus dan mendesak, Ratib tersebut bisa dibaca 7 hingga 41 kali berturut-turut pendapat ini mengacu kepada beberapa hadits Rasulullah SAW tentang manfaat istighfar dan doa-doa lainnya. Sebab, dalam Ratib-ratib tersebut antara lain terdapat shalawat, tahlil, tasbih, tahmid dan istighfar.
Orang yang mengamalkan ratib ini tidak akan terluka jika pada suatu hari dipatuk ular, tidak akan merasa takut, ia akan selamat dari segala yang ditakuti.
Betapa hormat para ulama kepada Habib Umar bin Abdurrahman Al-Aththas. Hal ini terlihat ketika suatu hari seorang ulama, Syekh Salim bin Ali, mengunjungi Imam Msjidilharam, Habib Muhammad bin Alwi Assegaf, dan menyampaikan salam dari Habib Umar. Seketika itu juga Habib Muhammad menundukan kepala sejenak, lalu berkata, “Layak setiap orang menundukkan kepala kepada Habib Umar. Demi Allah, saya mendengar suara gemuruh di langit untuk menghormati beliau. Sementara di bawah langit ini, tidak ada orang lebih utama daripada beliau.”
Habib Umar bin Muhammad Al-Aththas wafat pada 23 Rabiul Akhir 1072 H / 1652 M. jenazahnya dimakamkan di Hadramaut. Sampai sekarang makamnya selalu dikunjungi banyak peziarah dari berbagai belahan dunia
Wassalam