Oleh: Laila Lubna (Jurusan : Ekonomi Pembangunan, Universitas Muhammadiyah Malang)
EKONOMI merupakan sebuah aktivitas dasar manusia dalam rangka memenuhi naluri mereka untuk tetap bertahan hidup semampu mereka di dunia ini. Mereka melakukan apa saja yang mereka mampu, sehingga segala kebutuhan hidupnya dapat terpenuhi dan terlayani dengan maksimal. Seiring berjalannya waktu dan berkembangnya zaman, kebutuhan manusia pun menjadi lebih kompleks. Kebutuhan manusia tidak lagi dapat dipenuhi hanya dengan barang-barang yang diproduksi di dalam negeri. Oleh karena itu, munculah perdagangan luar negeri/perdagangan internasional guna mencukupi kebutuhan manusia yang semakin beragam.
Di negara maju, nilai ekspor menjadi pendongkrak PDB, namun di negara berkembang impor yang lebih besar justru membuat PDB menurun. Hal ini terjadi karena perekonomian negara-negara berkembang lebih banyak berorientasi ke ekspor barang primer (produk-produk pertanian, bahan bakar, hasil hutan, dan bahan-bahan mentah) yang nilainya terbilang kecil. Kemudian negara tersebut mengimpor barang- barang jadi (sekunder dan tersier) yang nilainya jauh lebih besar dari nilai barang yang diekspor.
PDB Indonesia pada tahun 2010 sebesar Rp 6.422,9 triliun dengan nilai ekspor sebesar Rp 1.580,8 triliun dan nilai impor sebesar Rp 1.475,8 triliun. Sektor ekspor Indonesia didominasi oleh barang-barang industri. Sedangkan sektor impor didominasi oleh bahan baku penolong.
Ekonomi Islam juga mengenal perdagangan luar negeri/perdagangan internasional. Hal ini dapat dilihat dari praktik dagang Rasulullah SAW yang melintasi jazirah Arab dan wilayah perbatasan Yaman, Bahrain, dan Syria. Selain itu, pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab diterapkan pungutan „ushr bagi para pedagang yang melintasi wilayah negara muslim dengan syarat nilai dagangan yang dibawa minimal 200 dirham. Pungutan ini menjadi salah satu sumber pendapatan negara pada masa itu.
Hal yang menarik untuk diteliti adalah bagaimana pandangan ekonomi Islam tentang ekspor-impor, ketentuannya serta pandangan ekonomi Islam mengenai ekspor-impor sebagai salah satu kontributor dalam pendapatan suatu negara. Menarik pula untuk diketahui, menurut ekonomi Islam, komoditi seperti apa yang seharusnya menjadi andalan perdagangan luar negeri di suatu negara.
- Menurut teori ekonomi Islam, semakin positif neraca pembayaran suatu negara, maka semakin sejahtera negara tersebut. Neraca pembayaran yang positif berarti ekspor lebih besar daripada impor. Perdagangan luar negeri ini dapat menyumbang secara positif kepada tingkat pendapatan negara, tingkat pertumbuhan serta tingkat kemakmuran.
- Dalam konteks makro, suatu negara dapat meningkatkan nilai perdagangan luar negerinya untuk meningkatkan PDB. Di Indonesia, kontribusi ekspor- impor terhadap PDB masih terbilang kecil. Kontribusi ekspor-impor hanya berkisar 1%-9% terhadap Di Arab Saudi, kontribusi ekspor-impor terhadap PDB negara tersebut dapat dikatakan lebih baik, yakni berkisar 15%- 30%. Ini berarti, Arab Saudi dapat mengimplementasikan kontribusi ekspor- impor terhadap pendapatan negara dengan lebih baik ditinjau dari ekonomi Islam.
- Ekspor Indonesia lebih banyak berorientasi pada industri dan
Sedangkan ekspor Arab Saudi sangat mengandalkan sektor migas. Sektor industri yang terus berkembang merupakan hal positif. Sedangkan sektor migas yang terus menerus diekspor akan menyebabkan menipisnya cadangan minyak bumi dan mineral yang tidak dapat diperbaharui kembali. Jika dilihatdari perspektif ekonomi makro Islam, pertanian merupakan komoditi yang tepat untuk diekspor. Ini sesuai dengan hadits Rasulullah bahwa menanam adalah ibadah.
Sebagai sebuah negara agraris, Indonesia memiliki potensi pertanian luar biasa yang dapat dikembangkan. Pertanian dapat diarahkan kepada prospek ekspor masa depan. Ketika krisis pangan menjadi masalah di berbagai belahan bumi, maka sektor pertanian dapat diandalkan guna mengatasinya.
BIODATA PENULIS:
Nama : Laila Lubna
Jurusan : Ekonomi Pembangunan
Univ : Universitas Muhammadiyah Malang