Oleh: Irsyadul Ibad Abdillah, (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang,Fakultas Ekonomi & Bisnis, Jurusan Ekonomi Pembangunan)
KEADAAN pandemi Virus Covid 19 yang muncul di Indonesia awal tahun 2020 lalu semakin kesini semakin banyak masyarakat yang terkena. Dari awal munculnya virus tersebut Pemerintah langsung menghimbau masyarakat untuk tetap dirumah, pemerintah juga melarang berpergian jika tidak mendesak, karena virus corona tersebut sangat berbahaya. Sudah banyak sekali korban jiwa yang berjatuhan karena virus tersebut. Dan dengan adanya aturan pemerintah tersebut maka seluruh kegiatan yang dilakukan secara massal seperti pekerja pabrik, pekerja lapangan, sekolah dll diberhentikan sementara atau dengan work from home (WFH). Dari segi perekonomian Negara Indonesia semakin terpuruk karena banyaknya para pekerja yang di berhentikan dari pekerjaannya. Selain itu juga ada dari sector pembangunan infrastruktur yang mulai melamban dimana karena efek dari adanya penyebaran virus covid 19 yang tiada hentinya.
Pembangunan infrastruktur di tengah pandemi Covid-19 dinilai perlu memperhatikan beberapa hal, terutama untuk menunjang pemulihan ekonomi nasional. Seperti yang diketahui, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melakukan realokasi dana anggaran dan refocussing kegiatan akibat pandemi Covid-19. Sebelum adanya realokasi, anggaran Kementerian PUPR mencapai Rp120,21 triliun. Alokasi yang cukup besar disebabkan pembangunan infrastruktur masih menjadi fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo di periode kedua ini. Namun, karena adanya pandemi Covid-19 membuat anggaran Kementerian PUPR dipangkas Rp44,58 triliun, sehingga tersisa Rp75,63 triliun pada 2020.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti Yayat Supriatna mengatakan “Dengan anggaran yang tersisa, strategi kebijakan pembangunan infrastruktur harus mampu memilih jenis infrastruktur untuk pemulihan ekonomi terlebih dahulu”. Pasalnya, pemerintah bekerja berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) yang masih dalam konteks kondisi normal dengan kebijakan jangka panjang dan target capaian pembangunan yang telah ditentukan sebelumnya.
Menurut Yayat, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk pembangunan infrastruktur paling strategis dalam menunjang pemulihan ekonomi.
Pertama, infrastruktur ketahanan pangan. Sejumlah pakar ekonomi mengatakan akibat Covid-19, persoalan pangan jadi masalah besar. Oleh karena itu, program cetak sawah baru perlu dikaji kembali kemungkinannya. Jika dilihat kedepan, ada kemungkinan kerentanan kebutuhan pangan secara nasional. Apalagi impor pangan dari negara seperti China dan Vietnam juga dinilai masih akan sulit dilakukan di tengah ketidakpastian soal kapan vaksin Covid-19 ditemukan. Tentuya harus sinergi antara Kementerian PUPR dan Kementerian Pertanian terkait persoalan pangan, harus ada upaya perbaikan sarana irigasi, bendungan untuk mendukung percepatan, pembenahan di sektor ketahanan pangan, dan beberapa persoalan lain.
Kedua, adanya antisipasi perubahan dikaitkan dengan kenormalan baru terutama pola sistem bekerja sehingga dibutuhkan infrastruktur penunjang di sektor energi dan telekomunikasi. Terutama adanya work from home, peran Kementerian PUPR, mendukung sistem energi dan telekomunikasi. Tidak hanya pada pekerja, pelajar dan mahasiswa pun juga butuh infrasuktur penunjang seperti jaringan terkait dengan pembelajaran yang dilakukan secara daring.
Ketiga, dukungan infrastruktur untuk fasilitas kesehatan. Upaya pemulihan ini bisa dilihat bahwa fasilitas kesehatan di Indonesia masih sangat kurang. Harusnya dibutuhkan sinergi yang baik antara Kementerian PUPR dan Kemenkes, terhadap bagaimana membangun fasilitas kesehatan yang cepat. Selain itu, diperlukan juga infrastruktur yang mendukung pola hidup bersih dan sehat seperti penyediaan air.
Dilihat secara keseluruhan dengan adanya pandemi Covid-19, pembangunan infrastruktur perlu melakukan refocussing. Jika sebelumnya, fokus pada mendorong pertumbuhan pembangunan dan percepatan. Namun, ke depan yaitu fokus pada infrastruktur pemulihan. Menurut Yayat, dengan defisit anggaran 6 persen hingga 7 persen memerlukan waktu untuk bisa pulih lagi sesuai amanat Undang-Undang yaitu defisit 3 persen. Saat ini, sektor seperti pariwisata hingga perdagangan menunggu waktu untuk dapat pulih kembali setelah terdampak Covid-19. Pemulihan ini yang harus dilakukan. Bagaimana pun PUPR harus bersinergi dengan aspek ekonomi dan kesehatan, mau tidak mau infrastruktur terkait kesehatan harus jadi bagian yang tidak terpisahkan dari strategi penanganan yang dibuat Kementerian PUPR.
Pandemi Covid 19 menyebabkan permasalahan yang rumit, dimana pemerintah harus berfokus pada penyelesaian covid 19 dan juga pembangunan infrastruktur pemulihan ekonomi. (***