Oleh: Yani Triani Trisnawati, S.Pd. (Guru SDN Cibeureum Kecamatan Cibeureum Kota Tasikmalaya)
DISIPLIN sering diidentikan dengan kepatuhan seseorang terhadap sebuah aturan. Disiplin positif dapat diartikan sebagai sebuah upaya untuk membelajarkan dan membiasakan anak pada kepatuhan, berbuat tidak merugikan orang lain sehingga muncul disiplin diri yang mengontrol perilakunya. Segitiga retritusi merupakan cara penumbuhan disiplin positif melalui belajar dari kesalahan. Segitiga retritusi sebagaimana dikutip dari https://ayoguruberbagi.kemdikbud.go.id/artikel/penerapan-disiplin-positif-melalui-segitiga-restitusi-1-2/ terdiri dari 3 langkah kegiatan yang terdiri dari: 1) menstabilkan identitas; 2) validasi tindakan yang salah; 3) menanyakan keyakinan.
Bagaimana guru menerapkan segitiga retritusi untuk penumbuhan disiplin positif?
Segitiga retritusi dapat dikembangkan oleh guru dengan melalui 3 langkah kegiatan seperti berikut:
- Menstabilkan identitas
Dalam tahap ini guru jangan sampai menyalahkan anak karena kesalahannya. Buat mereka dalam kondisi nyaman bukan sebaliknya membuat mereka terpuruk dengan kesalahannya. Berilah penguatan bahwa manusia manapun tidak luput dari kesalahan. Jadi hal yang wajar Ketika seorang manusia berbuat salah. Dekati anak dengan pengertian, angkat ia menjadi manusia yang dihargai keberadaanya.
- Validasi tindakan yang salah
Langsung memvonis seorang anak “salah” akan menjadi masalah bagi anak terkait vonis yang diberikan. Hal ini tentu membuatnya bukan hanya merasa bersalah tetapi juga kepercayaan dirinya menjadi bermasalah. Oleh karena itu melakukan validasi dengan bertanya perlu dilakukan guru untuk mengetahui tujuan ia melakukan kesalahan tersebut. Hal lainnya guru dapat melatih pola pikir anak untuk merumuskan cara lain apa yang dapat ia lakukan untuk mencapai tujuannya tersebut. Pastikan setiap pertanyaan yang kita berikan tidak menyudutkan anak atas kesalahannya.
- Menanyakan keyakinan
Pada tahapan ketiga anak diajak berdiskusi mengenai bagaimana nilai-nilai yang ia percaya, misalnya kelas yang menurutmu ideal adalah yang seperti apa? Selain itu itu juga ingatkan (arahkan) anak mengenai apa yang ia inginkan, misalnya kamu mau menjadi orang yang seperti apa? Dari pertanyaan tersebut kita mengharapkan anak mendapatkan keyakinan untuk dapat mencari solusi dalam mengatasi kesalahan yang sudah dilakukannya.
Segitiga retritusi memang penting dilakukan untuk penumbuhan disiplin positif pada anak. Hal ini dikarenakan metode tersebut memiliki dampak psikologis yang baik untuk anak. Anak bisa belajar dari kesalahan tanpa merasa disudutkan. Mereka mendapatkan bimbingan dari guru dalam penumbuhan disiplin diri. Dengan disiplin diri yang dimiliki ia akan mampu mengontrol diri dan bersikap sesuai dengan norma yang diyakini kebenarannya.
Siapakah yang paling berperan dalam penerapan segitiga retritusi ini? Dalam hal ini guru memegang peranan penting dalam melakukan bimbingan pada siswa yang telah berbuat kesalahan. Oleh karena itu keterampilan guru dalam melakukan bimbingan tersebut menjadi hal utama khususnya dalam meramu pertanyaan yang mengarahkan siswa pada kesadaran diri sehingga memunculkan disiplin diri.
Penumbuhan disiplin positif melalui segitiga retritusi dapat dilakukan guru ketika terdapat anak yang berbuat kesalahan. Dalam melakukan pembimbingan terhadap anak tersebut diharapkan guru tidak melakukannya di hadapan teman-temannya. Hal ini dilakukan agar kondisi psikologis anak lebih stabil sehingga dapat diajak berkomunikasi dengan baik dan guru dapat menggali apa yang ada di pikirannya terkait kesalahan yang sudah diperbuatnya.
Selain itu, tempat juga menjadi hal utama yang perlu dipertimbangkan juga. Kondisi tempat yang nyaman dan tenang serta jauh dari kebisingan teman-temannya menjadikan anak lebih kondusif lagi ketika masuk pada tiga langkah pembimbingan.
Segitiga retritusi memberikan manfaat positif bagi siswa dan mudah dilakukan guru. Hal ini tentunya tidak akan menjadi hambatan dalam penerapannya di sekolah sebagai upaya penumbuhan karakter baik pada anak. Segitiga retritusi mendukung lingkungan sekolah yang ramah anak sehingga dapat menjadikan sekolah sebagai tempat yang aman dan nyaman bagi anak untuk mendapatkan pembimbingan dan pembiasaan karakter baik untuk bekal kehidupannya kelak. (****