LASEM merupakan kecamatan di pesisir Pantai Utara Jawa (Pantura) Kabupaten Rembang yang terkenal dengan julukan Tiongkok Kecil. Menurut sejarawan setempat, Exsan Ali Setyonugroho, permukiman warga Tionghoa di Lasem pertama kali berada di Desa Soditan.
Untuk diketahui, permukiman warga Tionghoa di Lasem berada di wilayah lima desa, yaitu Desa Soditan, Karangturi, Sumbergirang, Babagan, dan Gedongmulyo. Exsan mengatakan, permukiman warga Tionghoa di Lasem awalnya di Desa Soditan. Tepatnya di sekitar lokasi Kelenteng Cu An Kiong, dekat Sungai Lasem yang dahulu menjadi pelabuhan bagi kapal-kapal dagang dari Cina. Sejarawan muda warga asal Desa Dasun, Lasem, Rembang. “Asal muasalnya itu di Pereng, Soditan, atau timur Sungai Lasem. Itu permukiman orang Tionghoa, yang sekarang Kelenteng Cu An Kiong,” kata Exsan, sejarawan muda asal Desa Dasun, Lasem. Makanya Kelenteng Cu An Kiong itu banyak yang menyebut sebagai kelenteng tertua di Jawa, karena banyak penulis menyebut permukiman orang Tionghoa yang pertama ada di sana. Termasuk penulis Prawito juga menyebutkan begitu.
Dalam buku ‘Arsitektur Tradisional Tionghoa dan Perkembangan Kota’ karya Prawito dituliskan bahwa pada awal abad ke-14 telah ada pemukiman orang Tionghoa di Pulau Jawa yang membentuk koloni kecil di pinggir pantai. Prawito menyebutkan, orang Tionghoa mendarat pertama kali di sekitar pantai sebelah timur laut Jawa Tengah (Lasem) yang menjadi pusat perdagangan di Asia Tenggara pada masa itu. Karena mereka datang menggunakan perahu kecil yang bergantung pada angin musim, akibatnya mereka harus menunggu angin utara untuk bisa kembali ke kampung halamannya. Selama menunggu angin itulah sebagian warga Tionghoa pendatang itu terpikat pada perempuan setempat hingga menikah. Lambat laun terbentuklah permukiman orang Tionghoa yang disebut Pecinan, yang berdampingan dengan permukiman pribumi. Setelah tahun 1740, menurut Exsan, permukiman warga Tionghoa di Lasem mengalami perluasan. Sebab, ada warga Tionghoa dari Batavia (Jakarta) yang menyelamatkan diri ke Lasem akibat tragedi pembantaian orang Tionghoa oleh Belanda.
Setelah 1740, wilayah itu (permukiman warga Tionghoa di Soditan) melebar, karena kedatangan orang-orang Tionghoa dari Batavia. Mereka diterima baik oleh warga Lasem dan juga Pemerintahan Lasem waktu itu,” ujar Sarjana Pendidikan Sejarah dari Unnes Semarang itu”.(****