oleh

Studi Kasus Perang Dagang Amerika Serikat-Tiongkok Dengan Pendekatan Ekonomi-Politik dan Legal Formal HEI

Oleh:  Aprilia Prastika (Fakultas : Ekonomi Pembangunan ,Universitas   Muhammadiyah Malang)**

DALAM perkembangan zaman yang semakin maju dengan sistem perekonomian dunia menggunakan sistem perekonomian terbuka yang mana negara-negara pada sistem internasional melakukan hubungan perdagangan satu sama lain atau biasanya disebut dengan perdagangan internasional, satu negara pun tidak bisa menutup diri dari negara lain. Namun kenyataannya hubungan yang terjalin antar negara yang mana tidak selalu berjalan dengan baik karena setiap negara tentunya memiliki kepentingan dan tujuan masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi negara tersebut. Oleh karena hal tersebut konflik antar negara seiring dengan hubungan kerjasama sangat mungkin terjadi1.

Amerika serikat dengan China mempunyai hubungan dagang yang berlangsung sejak lama. Seperti yang kita ketahui bahwa hubungan kedua negara antar negara tidak selamanya selalu baik adanya fenomena yang saling berbalas tarif antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada 2018 lalu terus berlanjut menjadi perang dagang antar kedua negara yang mana sukses menarik perhatian ekonomi politik internasional dengan Amerika Serikat mengalami defisit atas Tiongkok semenjak 2011 hingga menyentuh angka US$ 337,18 miliar pada 2017 lalu, hal itu melatarbelakangi pembebanan tarif sebesar US$ 60 miliar yang dilakukan oleh Presiden AS, Atas 1300 produk asal tiongkok pada 22 maret 2018, sehingga tiongkok memberikan respon dengan memberikan tarif tambahan sebesar US$ 3 miliar atas produk aluminium dan baja asal Amerika Serikat. Kejadian perang dagang kedua negara terus berlanjut hingga tahun 20192.

Neraca perdagangan yang defisit berarti jika konsumsi negara yang mana berasal dari produk impor lebih besar daripada produksi negara yang diekspor ke nagara lain. Bagi negara besar seperti Amerika Serikat, tentunya keadaan tersebut kurang menguntungkan bagi Amerika Serikat. Sedangkan bagi Tiongkok sendiri neraca perdagangan yang surplus terhadap Amerika tentunya dapat membantu tiongkok terhadap usaha pertumbuhan ekonomi negaranya karena surplus terhadap AS berarti yang mana besarnya permintaan atas produk

  • Humphreys, M. (2003). Economics and violent conflict. Cambridge, MA, 1-3.
  • Andjelic, J., (2019). Understanding the US China Trade War: Timelines, Statistics, Maps, and More. Diakses 02 November 2020 pukul 15:00 WIB dari https://fortunly.com/statistics/us-china-trade-war#gref

yang berasal dari tiongkok sehingga berarti pula pada kekuatan tiongkok pada perdagangan internasional3.

Adanya fenomena perang dagang antara Amerika dengan Tingkok dapat dilihat melalui pendekatan ekonomi politik internasional, dengan interdependensi dunia yang semakin menguat tentunya muncul pola baru dalam bidang perdagangan internasional, yakni Tiongkok. Tiongkok yang mana mengandalkan sektor alat elektronik dan industri semikonduktor yang berbiaya murah sebagai komoditas utama ekspor Tiongkok ke luar negeri namun komponen dasar daripada komoditas ekspor Tiongkok hal tersebut sejatinya berasal dari Amerika Serikat. Komponen-komponen dasar itu yang mana awalnyaa dikirim ke tiongkok dari perusahaan yang berasal dari Amerika Serikat dan nantiya akan dirakit di Tiongkok. Ketika komponen komponen tersebut selesai di rakit dan dikirim bentuk jadinya ke Amerika Serikat, hal itu tentunya tercatat sebagai aktivitas impor oleh Amerika Serikat4.

Dengan hal itu Tiongkok mendapatkan keuntungan tersebut karena mampu memproduksi barang-barang dengan berbiaya murah dibanding dari negara lain.Faktor utama tiongkok mampu memproduksi barang berbiaya rendah karna disebabkan oleh dua berikut yaitu standar hidup yang rendah dan exchange rate, dengan standar hidup rendah memungkinkan perusahaan yang memiliki basis produksi di tiongkok yang digunakan untuk membayar pekerjanya dibanding dengan negara lainnnya karena murahnya biaya produksi tentunya berdampak pada murahnya biaya jual suatu produk. Keuntungan tersebut yang mana berusaha dimaksimalkan oleh Tiongkok untuk menyasar segmen masyarakat tertentu di seluruh dunia dimana segmen tersebut merupakan segmen menengah ke bawah. Karena memang adanya produk ataupun barang yang berasal dari AS memiliki biasya produksi yang sangat tinggi di banding produk dari tiongkok. Dalam logika dasar konsumen tentunya merujuk pada ilmu ekonomi dimana konsumen akan memilij produk yang lebih murah dibandingkan dengan produk sejenisnya. Dengan hadirnya produk-produk lebih murah tentunya hal inilah yang dinilai bedampak pada perlambatan perkembangan ataupun pertumbuhan produk-produk yang berasal dari dalam negeri Amerika.

Aktivitas proteksionisme yang melalui pembebanan tarif oleh Amerika Serikat yang mana merupakan langkah yang dipilih oleh presiden donal trump aktivitas tersebut dipilih

  • Hilpert, H. G. (2014). China’s trade policy:dominance without the will to lead. SWP Research Paper,11-18.
  • Amadeo, K., 2020. US Trade Deficit With China and Why It’s So High. Diakses 3 November 2020 pukul 14:00 WIB dari https://www.thebalance.com/u-s-chinatrade-deficit-causes-effects-and-solutions3306277

dalam rangka menjaga agar produk dalam negeri AS yang berkualitas tetapi cenderung lebih mahal dapat bersaing dengan produk produk tiongkok yang mana memiliki fungsi yang sama namun dengan biaya yang lebih murah hal inilah alasan mengapa presiden trump dengan mengawali pembebanan tarif atas komoditas panel surya dan mesin cuci dan tiongkok menjadi pemain penting dalam produksi panel surya secara global. Pada tahun 2018 adanya pembebanan pada produk baja serta alumunium yang berasal dari tiongkok hal itu dilatarbelakngi oleh alasan bahwa sektor ini yang mana dianggap paling berpotensi mengganggu iklim pasar dalam negeri Amerika Serikat.

Dalam fenomena perang dagang AS dan Tiongkok tentunya tidak luput pendekatan suatu rezim internasional khususnya rezim perdagangan seperti WTO yang merupakan wadah bagi negara-negara anggotanya untuk menyelesaikan sengketa perdagangan antar anggota. Seperti yang diketahui bahwa WTO merupakan rezim dalam perdagangan internasional dimana mempunyai prinsip yang harus di patuhi oleh seluruh para anggota(yang tergabung dalam WTO), dengan norma utama WTO ialan pengurangan pada hambatan perdagangan yang semaksimal mungkin agar terwujudnya pasar perdagangan yang bebas, terbuka, serta, adil. Seperti yang diketahui bahwa dalam WTO tergabung AS dan Tiongkok, tetapi disini terlihat rezim yang mana diperuntukkan sebagai instrumen pengatur tingkah laku negara-negara tersebut terlihat lemah hal ini terbukti peran WTO dalam perang dagang ini sangat minim. Dengan hal itu memang realitanya yang terjadi dalam lapangan yaitu adanya kontradiksi dari prinsip dasar WTO sendiri ialah dengan kebijakan tarif yang mana berlaku dilapangan tentang perlindungan hanya melalui tarif. Antara Amerika serta Tiongkok yang mana memang sadar melakukan sebuah pelanggaran yang telah disepakati oleh WTO, hal itu tentunya dapat membuktikan bahwa dalam konsep yang anarki dimana tidak ada yang bisa mengatur negara negara di dunia dalam membuat kebijakan-kebijakannya, dengan kata lain dapat dikatakan bahwa fungsi rezim hadir guna mengatur dan membuat kebijakan-kebijakan tertentu khususnya dalam sebuah sistem perdagangan.

REFERENCES

Hilpert, H. G. (2014). China’s trade policy:dominance without the will to lead. SWP Research Paper,11-18.

Humphreys, M. (2003). Economics and violent conflict. Cambridge, MA,1-3.

Amadeo, K., 2020. US Trade Deficit With China and Why It’s So High. Diakses 3 November 2020 pukul 14:00 WIB dari https://www.thebalance.com/u-s-chinatrade-deficit-causes-effects-and-solutions3306277

Andjelic, J., (2019). Understanding the US China Trade War: Timelines, Statistics, Maps, and More. Diakses 02 November 2020 pukul 15:00 WIB dari https://fortunly.com/statistics/us-china-trade-war#gref

BIODATA PENULIS:

Nama : Aprilia Prastika

Fakultas : Ekonomi Pembangunan

Universitas : Muhammadiyah Malang