DI SEBUAH desa kecil di kaki gunung, seorang pemuda bernama Rangga hidup dengan rasa kecewa. Sejak gempa besar melanda, desa itu kehilangan aliran sungai yang menghidupi ladang mereka. Warga mulai meninggalkan desa, namun Rangga bertahan, meskipun harapan dalam dirinya mulai memudar.
Suatu malam, saat Rangga duduk di depan gubuknya memandangi bulan, seekor burung perkutut dengan bulu bercahaya hinggap di atas pagar kayu. Burung itu memandangnya dengan tatapan lembut.
“Kenapa kau masih di sini, wahai pemuda?” tanya burung itu.
Rangga terkejut mendengar burung itu berbicara, tapi ia menjawab jujur, “Ini rumahku. Aku tidak bisa meninggalkannya, meski aku tidak tahu lagi harus berbuat apa.”
Burung itu tersenyum kecil. “Kau kehilangan arah karena kau lupa mencari cahaya di kegelapan. Jika kau ingin menyelamatkan desa ini, kau harus menemukan sumber cahaya itu.”
Rangga mengerutkan dahi. “Cahaya apa yang kau maksud? Tidak ada apa pun di sini selain ladang kering dan sungai yang hilang.”
Burung itu mengepakkan sayapnya. “Ikuti aku,” katanya.
Dengan penuh rasa penasaran, Rangga mengikuti burung perkutut itu melewati ladang kering dan pepohonan yang mulai layu. Mereka berjalan hingga tengah malam, sampai akhirnya tiba di sebuah gua kecil di kaki gunung. Di dalam gua itu, Rangga melihat air menetes perlahan dari celah-celah batu.
“Inilah cahaya yang kau cari,” kata burung itu.
Rangga bingung. “Hanya tetesan air? Apa yang bisa kulakukan dengan ini?”
Burung itu tersenyum lagi. “Setiap sungai besar dimulai dari tetesan kecil. Jika kau mau berusaha, kau bisa membawa aliran ini kembali ke desamu.”
Dengan penuh semangat baru, Rangga mulai menggali saluran kecil dari gua itu ke arah ladangnya. Hari demi hari, ia bekerja tanpa lelah. Beberapa tetangga yang masih tinggal mulai melihat usahanya dan bergabung membantu. Tetesan air itu perlahan mengalir lebih deras, hingga akhirnya menjadi aliran kecil yang cukup untuk mengairi ladang.
Beberapa bulan kemudian, desa itu mulai hidup kembali. Ladang-ladang hijau bermunculan, dan sungai kecil yang dibuat Rangga menjadi harapan baru bagi warga yang kembali.
Pada suatu malam yang cerah, Rangga melihat burung perkutut bercahaya itu kembali hinggap di pagar kayu. Burung itu berkata, “Kau telah menemukan cahayamu, Rangga. Tidak di langit, tetapi di dalam tekad dan usahamu sendiri.”
Rangga tersenyum, menyadari bahwa setiap kegelapan dapat diterangi, asalkan ia tidak menyerah untuk mencari sumber cahaya, meski sekecil apa pun.
#Cerita ini hanya fiktif belaka. Jika ada kesamaan nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata
#burung #burungperkutut #cerita #kisah #dongeng #cerpen #tahunbaru #akhirtahun #tahun2024 #tahun2025
Komentar