Homepage / CATATAN : Green Berryl & Pexai Analisis Kenaikan Tarif China terhadap Barang Amerika Serikat dalam Konteks Perang Dagang
oleh

Analisis Kenaikan Tarif China terhadap Barang Amerika Serikat dalam Konteks Perang Dagang

-CATATAN : Green Berryl & Pexai-8 views

By Green Berryl

GAMBAR berita ini menampilkan kontainer-kontainer pengiriman dengan berbagai warna dan kondisi, yang secara visual menyimbolkan perdagangan internasional yang kini tengah terganggu akibat eskalasi perang dagang. Artikel Reuters bertanggal 11 April 2025 ini mengumumkan keputusan penting China untuk meningkatkan tarif impor barang-barang Amerika Serikat dari 84% menjadi 125%, sebagai balasan langsung terhadap kebijakan tarif Presiden Trump yang semakin agresif.

Konteks Visual dan Simbolisme Gambar

Gambar yang ditampilkan menunjukkan serangkaian kontainer pengiriman yang disusun bertumpuk, beberapa di antaranya tampak berkarat dan usang. Kondisi kontainer yang bervariasi ini dapat diinterpretasikan sebagai metafora visual tentang kondisi hubungan perdagangan AS-China yang semakin memburuk. Kontainer-kontainer ini, yang biasanya menjadi simbol utama dari perdagangan global, kini menjadi representasi dari hambatan perdagangan yang semakin tinggi antara dua ekonomi terbesar dunia[1].

Tampilan kontainer yang kusam dan berkarat juga dapat dimaknai sebagai visualisasi dari kerusakan hubungan dagang yang telah berlangsung lama, menunjukkan bahwa perang dagang ini bukan fenomena baru melainkan kelanjutan dari ketegangan ekonomi yang telah berkembang selama bertahun-tahun. Warna-warna kontainer yang kontras – dari yang cerah hingga yang pudar – mungkin melambangkan prospek ekonomi yang kontras bagi kedua negara akibat kebijakan proteksionisme yang semakin meningkat[1].

  • Kronologi Perang Tarif Terbaru

Peningkatan tarif ini merupakan bagian dari siklus eskalasi yang dimulai beberapa bulan terakhir. Pada 3 Februari 2025, Presiden Trump menetapkan tarif tambahan 10% pada semua impor dari China. Tarif ini terus meningkat menjadi 20% pada 5 Maret, kemudian 54% pada 2 April, dan semakin meningkat hingga mencapai 145% pada saat ini[4][2].

China tidak tinggal diam dan melakukan balasan dengan serangkaian kenaikan tarif yang paralel. Awalnya Beijing menerapkan tarif 34% pada 9 April 2025, kemudian dengan cepat menaikkannya menjadi 84% pada hari yang sama, dan kini lebih jauh lagi ke 125% yang akan berlaku mulai Sabtu, 12 April 2025[3][9].

Reaksi Resmi Pemerintah China

Kementerian Keuangan China telah mengeluarkan pernyataan keras terhadap kebijakan tarif AS. Dalam pernyataannya, mereka menegaskan bahwa “perlakuan AS yang meningkatkan tarif terhadap China adalah kesalahan di atas kesalahan, yang secara serius melanggar hak dan kepentingan sah China dan secara serius merusak sistem perdagangan multilateral berbasis aturan”[3][5].

Lebih lanjut, pemerintah China menyatakan posisi konfrontatif dengan mengatakan, “Pada tingkat tarif saat ini, tidak ada penerimaan pasar untuk barang-barang AS yang diekspor ke China. Jika AS terus bermain-main dengan angka tarif, China akan mengabaikannya. Namun, jika AS bersikeras untuk terus melanggar kepentingan China secara substansial, China akan dengan tegas melakukan serangan balik dan berjuang hingga akhir”[2][3][6].

  • Tindakan Tambahan China Terhadap Perusahaan Amerika

Selain menaikkan tarif, China juga mengambil langkah-langkah tambahan untuk melawan apa yang mereka anggap sebagai kebijakan AS yang merugikan. Pada 10 April 2025, Kementerian Perdagangan China menerapkan kontrol ekspor terhadap 12 perusahaan Amerika dan menambahkan 6 perusahaan AS lainnya ke dalam “daftar entitas tidak tepercaya” mereka. Perusahaan-perusahaan yang masuk dalam daftar ini dilarang berdagang atau berinvestasi di China[3].

China juga mengajukan keluhan ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait tarif terbaru AS, menandakan bahwa mereka mencari penyelesaian melalui kerangka kerja perdagangan multilateral meskipun pada saat yang sama mengambil tindakan bilateral yang keras[3].

Implikasi Ekonomi dari Eskalasi Perang Dagang

Perang tarif ini telah mulai memberikan dampak nyata pada prospek ekonomi kedua negara. Goldman Sachs telah merevisi perkiraan PDB China turun menjadi 4% pada Kamis lalu, mengutip dampak negatif dari ketegangan perdagangan dengan AS dan pertumbuhan ekonomi global yang lambat[2].

Meskipun ekspor China ke AS hanya mewakili sekitar 3 poin persentase dari total PDB negara tersebut, analis Goldman Sachs menekankan efek substansial pada lapangan kerja, memperkirakan bahwa antara 10 juta hingga 20 juta pekerja di China terlibat dalam industri yang bergantung pada ekspor ke AS[2].

  • Dampak pada Perdagangan Bilateral

Neraca perdagangan antara kedua negara menunjukkan surplus perdagangan China dengan AS yang melebar menjadi $295,4 miliar tahun lalu dari $279,1 miliar pada 2023, menurut data Sensus AS. Kesenjangan perdagangan barang mencapai puncaknya pada 2018 sebesar $418 miliar, tahun yang sama ketika Trump, dalam masa jabatan pertamanya sebagai presiden, menerapkan tarif pada pengiriman dari China[3].

Dengan tingkat tarif yang sangat tinggi saat ini, ada kekhawatiran serius tentang kelangsungan perdagangan bilateral di masa depan. Pernyataan Kementerian Keuangan China bahwa “tidak ada penerimaan pasar untuk barang-barang AS yang diekspor ke China” pada tingkat tarif saat ini menunjukkan bahwa perdagangan antara kedua negara mungkin akan menurun secara dramatis dalam waktu dekat[2][3].

Kesimpulan

Peningkatan tarif China menjadi 125% pada barang-barang AS menandai titik eskalasi baru dalam perang dagang yang semakin memanas antara dua ekonomi terbesar dunia. Gambar kontainer pengiriman dalam artikel berita ini menjadi simbol visual yang kuat tentang hambatan perdagangan yang semakin tinggi dan hubungan ekonomi yang memburuk.

Kebijakan proteksionisme kedua negara telah menciptakan situasi di mana tarif telah mencapai tingkat yang hampir membuat perdagangan bilateral tidak layak secara ekonomi. Dengan China yang telah menyatakan kesiapannya untuk “berjuang hingga akhir” dan tidak ada tanda-tanda bahwa AS akan mundur dari posisinya, konflik perdagangan ini kemungkinan akan terus berlanjut dengan implikasi jangka panjang bagi ekonomi global.

Situasi ini terus berkembang, dan sangat mungkin akan ada lebih banyak langkah balasan dari kedua belah pihak dalam hari-hari dan minggu-minggu mendatang, mempersulit upaya untuk menstabilkan hubungan ekonomi bilateral dan mengatasi ketidakpastian di pasar global.

CITATIONS:

Jangan Lewatkan

Komentar

News Feed

No More Posts Available.

No more pages to load.