Oleh: Dr. H. Dadang Yudhistira, S.H., M.Pd.
MUNGKIN baru pertama kali dalam sejarah sejak Indonesia merdeka, kaum muda milenial masuk dalam jajaran istana di negeri ini. Anak-anak muda milenial yang dipercaya oleh Presiden RI Jokowi itu, termasuk manusia yang beruntung, karena di usia muda sudah masuk lingkaran istana di usia yang masih muda.
Terlepas dari adanya pro dan kontra, tetapi ada harapan kaum muda milenial lebih terdorong terlibat membangun negeri di era disrupsi yang diwarnai dengan era teknologi dan digitalisasi di segala bidang kehidupan. Mereka, seperti yang diungkapkan Presiden, didudukkan di staf khusus dengan tujuan membantu Presiden dalam menjembatani Presiden dengan kaum milenial dari berbagai kalangan.
Adalah prestasi dan kepeloporan yang salah satunya telah mengantarkan mereka duduk dan berada di lingkungan elit pemerintahan dan lingkungan istana negara.
Meskipun kiprah mereka di dalam mengelola ketatanegaraan dan pemerintahan belum nampak, namun harus diakui mereka memiliki prestasi dan kepeloporan yang bisa dibanggakan. Namun yang membuat kita tercengang adalah rencana gaji yang akan mereka terima, yang menurut suatu sumber berkisar sekitar 50 jutaan lebih per bulan.
Terlepas benar atau tidaknya besaran gaji staf khusus milenial tersebut, namun kalau dilihat jumlahnya itu, beberapa kali lipat dan jauuuh melebihi gaji guru golongan IV yang sudah mengabdi lebih dari 32 tahun.
Boleh jadi, itu adalah penghargaan yang layak bagi mereka yang berada di jajaran istana yang memiliki tugas kenegaraan yang mungkin lebih berat, daripada tugas seorang guru. Pemerintah mungkin pula berfikir matematis, bahwa gaji untuk tujuh orang staf khusus milenial jika dihitung totalnya, masih lebih kecil jija dibandingkan dengan jumlah total gaji guru se Indonesia. Rasionalkah??
Besaran gaji yang fantastis, makin menciutkan nasib sebagian guru honorer yang memiliki gaji atau honor tak menentu, bahkan tak ada standar. Ya, nasib guru honorer hanya sebatas dikasihani. Bagi guru honorer tak ada standar penggajian yang jelas. Gaji atau honor mereka sebagian besar sangat tergantung pada kemurahan hati pemilik lembaga pendidikan.
Diakui, bahwa sudah terdapat yang namanya standar upah minimum regional (UMR). Namun, semua pihak harus membuka mata bahwa belum di semua provinsi memberlakukan UMR untuk menentukan gaji atau honor bagi guru honorer.
Namun meskipun dengan kisaran gaji di bawah UMR, bahkan hanya kisaran 300 ribu per bulan, sang pencerah ini tetap loyal mengabdikan dirinya untuk membantu pemerintah mewujudkan tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam alinea 4 Pembukaan UUD 1945, yaitu MENCERDASKAN KEHIDUPAN BANGSA.
Di hari guru dan HUT PGRI ke-74 tahun ini, rasanya elok dan luar biasa jika lahir kebijakan pemerintah yang memuliakan guru honorer dan meningkatkan kesejahteraan nya.
Tugas guru honorer dengan guru PNS, dalam prakteknya tidak berbeda. Demikian pula dengan tanggung jawabnya. Mereka para guru, tak cukup dininabobokan dengan pujian sebagai “pahlawan tanpa tanda jasa”. Mereka para guru tak cukup dihibur dengan pidato dan ucapan yang penuh retorika. Mereka membutuhkan penghargaan yang layak, kesejahteraan yang layak, meskipun tak harus sebesar gaji yang diberikan kepada staf khusus milenial yang baru dibentuk.
Pemerintah dan Mendikbud yang lahir dari kalangan milenial, akan menjadi viral dan akan tercatat dalam sejarah pendidikan di Indonesia, manakala mampu mewujudkan guru honorer yang profesional, sejahtera dan terlindungi lahir batinnya. Semoga…..
Bali, 24 November 2019 Pukul 19.10
Selamat Hari Guru……..
Komentar