Oleh: Acep Sutrisna (Pemerhati Politik Tasik Utara)
Pendahuluan: Mengapa Korupsi Seperti Penyakit yang Tak Bisa Sembuh?
Korupsi di Indonesia sering kali digambarkan sebagai virus yang terus bermutasi, menyebar ke berbagai sektor tanpa pandang bulu. Dari proyek infrastruktur hingga pengadaan barang dan jasa, praktik ilegal ini telah menjadi semacam “budaya” yang sulit untuk diberantas sepenuhnya. Meskipun pemerintah telah mendirikan lembaga anti-korupsi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memperketat regulasi, korupsi tetap saja merajalela, seperti jamur di musim hujan.
Menurut laporan Transparency International dalam Corruption Perceptions Index (CPI) 2022, Indonesia berada di peringkat 110 dari 180 negara dengan skor 34/100, yang menunjukkan tingkat korupsi masih cukup tinggi. Yang lebih mengkhawatirkan, meski banyak pejabat telah ditangkap, efek jera tampaknya belum muncul. Ini memunculkan pertanyaan fundamental: Apakah kita benar-benar serius ingin memberantas korupsi, atau hanya sekadar melakukan pencitraan publik?
Fakta Mengenaskan: Korupsi Tak Kenal Ampun
Beberapa tahun terakhir, Indonesia disuguhi serangkaian kasus korupsi yang mencengangkan:
1.Kasus Korupsi Bansos COVID-19
Saat rakyat sedang berjuang melawan pandemi, pejabat justru menggelapkan dana bantuan sosial yang seharusnya digunakan untuk menyelamatkan nyawa. Mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara divonis 12 tahun penjara karena menyalahgunakan anggaran bansos senilai Rp172 miliar (sumber: Kompas, 2021).
2. Korupsi di Proyek Infrastruktur
Jalan dibangun dengan kualitas rendah karena anggaran dikorupsi, mengakibatkan kecelakaan lalu lintas dan kerugian negara yang signifikan. Contohnya, kasus korupsi pada pembangunan Jalan Trans Papua yang melibatkan pejabat daerah dan kontraktor swasta (sumber: Tempo, 2020).
3. Suap di Lembaga Hukum
Alih-alih menegakkan keadilan, oknum penegak hukum justru terlibat dalam praktik suap dan jual beli perkara. Salah satu contoh adalah kasus suap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, yang divonis seumur hidup karena menerima suap senilai Rp5 miliar (sumber: CNN Indonesia, 2014).
Fakta-fakta ini menunjukkan bahwa korupsi bukan hanya masalah hukum, tetapi juga moral. Selama mental korup masih mengakar kuat, regulasi seketat apa pun tidak akan mampu membendungnya.
Mengapa Korupsi Sulit Diberantas?
Ada beberapa alasan utama mengapa korupsi di Indonesia terus bertahan:
1. Hukuman yang Terlalu Ringan
Banyak koruptor yang divonis dengan hukuman ringan dan mendapatkan remisi. Bahkan, mereka masih bisa menikmati fasilitas mewah di dalam penjara, sehingga tidak ada rasa jera. Menurut data KPK, hanya 20% dari total aset koruptor yang berhasil disita selama periode 2015–2020 (sumber: Laporan Tahunan KPK, 2020).
2.Lemahnya Pengawasan Internal
Banyak lembaga pemerintah yang minim transparansi, membuat korupsi sulit dideteksi sejak dini. Akuntabilitas yang buruk menjadi celah bagi pelaku korupsi. Sebuah studi oleh World Bank menunjukkan bahwa 60% proyek pemerintah di Indonesia rentan terhadap manipulasi anggaran (sumber: World Bank Report, 2019).
3. Budaya Patronase dan Nepotisme
Jabatan publik sering kali diberikan kepada mereka yang memiliki kedekatan politik, bukan berdasarkan meritokrasi. Hal ini menciptakan lingkungan yang mendukung korupsi. Survei oleh Indonesian Corruption Watch (ICW) menunjukkan bahwa 75% pejabat publik dipilih berdasarkan hubungan keluarga atau afiliasi politik (sumber: ICW Report, 2021).
4. Kurangnya Partisipasi Publik
Banyak masyarakat yang apatis atau bahkan mendukung koruptor karena kepentingan pribadi. Ketidakpedulian ini memperburuk situasi. Menurut survei Litbang Kompas (2021), hanya 30% masyarakat yang secara aktif melaporkan kasus korupsi.
Solusi Strategis: Langkah-Langkah untuk Memberantas Korupsi
Jika kita ingin benar-benar menang melawan korupsi, solusi setengah hati tidak akan cukup. Berikut adalah langkah-langkah strategis yang dapat dilakukan:
1. Penerapan Hukuman Maksimum dan Sita Harta Koruptor
Sudah saatnya kita menerapkan hukuman berat bagi para koruptor. Tidak ada kompromi! Sita seluruh aset mereka dan gunakan uang tersebut untuk kepentingan rakyat. Tujuannya adalah untuk menciptakan efek jera yang nyata. Contoh sukses dapat dilihat di Singapura, di mana koruptor dikenai hukuman maksimal dan denda besar.
2. Penguatan KPK dengan Independensi Penuh
KPK harus diberikan kekuatan penuh tanpa intervensi politik. Regulasi yang melemahkan KPK, seperti revisi UU KPK tahun 2019, harus dicabut, dan independensi mereka harus dijamin sepenuhnya. Hal ini sejalan dengan rekomendasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).
3. Implementasi Teknologi Blockchain dalam Pengelolaan Anggaran
Teknologi blockchain dapat membuat semua transaksi keuangan pemerintah menjadi transparan dan tidak dapat dimanipulasi. Negara seperti Estonia telah membuktikan efektivitas teknologi ini dalam memerangi korupsi. Implementasi serupa dapat diadaptasi di Indonesia.
4. Peran Aktif Masyarakat: Laporkan Korupsi, Lindungi Whistleblower
Rakyat harus berani melaporkan kasus korupsi tanpa takut ancaman. Negara harus memberikan perlindungan maksimal bagi whistleblower agar mereka tidak dikriminalisasi. Program perlindungan whistleblower di Amerika Serikat, seperti Dodd-Frank Act, dapat dijadikan model.
5. Pendidikan Anti-Korupsi Sejak Dini
Jangan biarkan generasi muda menganggap korupsi sebagai hal biasa. Masukkan pendidikan anti-korupsi dalam kurikulum sekolah sejak SD untuk membentuk karakter yang integritas. Program serupa telah berhasil di Finlandia, yang menempati peringkat tertinggi dalam CPI.
Kesimpulan: Masih Mau Berpura-Pura atau Bertindak Nyata?
Pemberantasan korupsi di Indonesia tidak akan berhasil jika hanya menjadi wacana tanpa aksi nyata. Selama masih ada pejabat yang bermain sandiwara dan rakyat yang permisif terhadap korupsi, kita akan terus terjebak dalam lingkaran setan yang sulit diputuskan.
Pertanyaannya, apakah kita masih ingin menonton drama korupsi ini atau benar-benar ingin menghancurkannya? Jawabannya ada pada kita semua. Kita harus bersatu, bergerak bersama, dan bertindak nyata untuk membangun Indonesia yang bebas dari korupsi.(*****
Komentar