Penulis: Helatini, S.Pd., M.Si
BAGI perantau, mudik merupakan moment yang sangat ditunggu-tunggu. Mudik hari lebaran, mudik tahun baru, atau mudik libur semesteran. Betapa tidak, sekian lama berada di rantau tentu memberikan rasa rindu yang dalam kepada keluarga, sanak saudara, teman teman masa kecil, dan kepada suasana kampung halaman. Bagaimanapun kita tidak bisa melupakan tanah kelahiran, segemerlap apapun suasana kehidupan yang kita miliki sekarang, ada ikatan batin yang kuat dengan tanah yang pertamakali kita basahi dengan darah kita.
Jauh atau dekat kita mudik, persiapan harus matang. Apakah mudik menggunakan kendaraan pribadi roda dua atau roda empat, atau menggunakan kendaraan umum, seperti bis, kereta api, kapal laut atau pesawat terbang. Apakah kita mudik sendiri, berdua dengan suami atau istri, atau bersama anak-anak, tentu persiapan, perlengkapan dan bekal yang dibawa berbeda pula.
Sebagai perantau, saya selalu mudik setiap ada kesempatan. Mudik paling asyik adalah mudik lebaran. Saya mudik ke kota wisata Pangandaran, bisa dibayangkan betapa macetnya sepanjang jalan, karena arus mudik dan arus wisata. Selain Pangandaran ada juga tempat tujuan wisata lain yang searah, yaitu: Pantai Karangnini, Pantai Bagolo, Pantai Karangtirta, Batuhiu, Bojongsalawe,Batukaras, Grand Canyon, Arena Pacuan Kuda Madasari Legok Jawa, dan Wonder Hill Jojogan di Kampung Pepedan Desa Selasari Kecamatan Parigi Kab. Pangandaran.
Mudik, rasanya nano nano, senang, bahagia, panas, kesal, gregetan dan menahan kebelet pipis. Pada saat antrian kendaraan panjang, susah kita mau menepi, mushola atau masjid sepanjang perjalanan memang banyak tetapi selalu penuh sesak. Saya selalu menyiapkan kantong kresek besar di mobil, berbotol botol air putih dan botol kosong sebagai toilet antik untuk pria dan wanita, untuk berjaga-jaga kalau tidak kuat menahan kebelet pipis sebelum menemukan mushola, masjid, toilet umum, atau pom bensin. Kantong kresek kecil berwarna hitam juga mesti disiapkan, siapa tahu selama perjalanan, anak-anak atau mungkin kita orangtua mabuk perjalanan. Sepertinya ide konyol, tapi boleh dicoba.
Persiapan makanan juga harus memadai, kita jangan mengandalkan membeli, kecuali mudik dengan kantong amat tebal. Harga makanan berkali lipat, itupun belum tentu sesuai dengan selera kita. Untuk menuju ke tempat makan juga penuh sesak, parkir susah, daripada makan sembarangan, lebih baik membawa bekal dari rumah. Lebih praktis, higienis, ekonimis, kapan saja lapar tinggal buka, makan sambil jalan di mobil tak mengapa.
Perjalanan mudik, harus dinikmati sebagai ritual yang menyenangkan. Kapan lagi bermacet ria, kapan lagi kita bisa melihat pemandangan manusia tumpah ke jalanan. Jadikan mudik sebagai ajang untuk uji nyali dan uji kesabaran menahan emosi. Mudik juga adalah lahan penuh inspirasi bagi yang gemar menulis, berapa banyak judul opini, puisi, cerita pendek, atau novel yang bisa ditulis dari moment mudik. Jangan lupa catat di memo hp ide unik untuk dikembangkan menjadi tulisan menarik. Selepas mudik, bersiaplah untuk menjadi penulis. Semoga!
**(Kepala SDN Karangtengah Kota Tasikmalaya
Kepala Sekolah Berprestasi Kota Tasikmalaya 2019
Penulis dan Pegiat Literasi )
Komentar