oleh

“YANG TERHORMAT” YANG TIDAK DIHORMATI

Oleh: Teddy Fiktorius, M.Pd. (Guru Bahasa Inggris SMP-SMA Bina Mulia Pontianak, Kalimantan Barat)

 

Saya, seorang guru di sebuah sekolah swasta, menulis kritikan ini sebagai catatan perubah masa depan. Catatan yang dikemas berdasarkan data dan fakta. Catatan yang dipoles sedemikian rupa supaya terhindar dari jeratan Pasal 122 dan Pasal 73 dalam revisi UU MD3.

Panggilan “Yang Terhormat”, sebagaimana disandang oleh anggota dewan di rapat, seyogyanya tidak dialamatkan bagi yang tidak pantas menyandangnya.

Mengapa demikian? Mari kita soroti saja sepak terjang pernyataan-pernyataan kontroversial yang dibuat oleh (Yang Terhormat) Fahri Hamzah.

 

Sebuah survei kecil saya laksanakan bagi anak didik saya yang duduk di bangku kelas 12. Mereka mayoritas berusia 17 tahun. Dari 65 orang yang ditanyai, 5 orang mengaku tidak pernah mendengar nama Fahri Hamzah dan 60 orang lainnya mengatakan sering melihat figur ini di TV. Kemudian, saya berikan mereka salinan beberapa pernyataan yang dikeluarkan oleh Fahri. Terhadap pertanyaan “Apakah pernyataan-pernyataan tersebut layak diucapkan oleh seorang anggota dewan yang terhormat?”, seluruh responden menjawab “SANGAT TIDAK LAYAK!”

Lantas, apa saja substansi pernyataan yang dianggap tidak pantas itu?

  1. Pada 1 September 2014, Fahri menyebut kata bodoh saat mengkritik kebijakan Presiden Jokowi terkait pengurangan subsidi BBM.
  2. Pada 20 Agustus 2015, Fahri mengatakan dalam sistem demokrasi masih terdapat celah bagi orang yang rada-rada bloon untuk menduduki kursi parlemen.
  3. Pada 4 Oktober 2017, Fahri menyerukan agar KPK dibubarkan saja agar Indonesia lebih aman.

Dapat kita garisbawahi beberapa kata kunci dalam pernyataan-pernyataan kontroversial di atas yang menimbulkan kegaduhan di masyarakat, yakni ‘BODOH’, ‘BLOON’, dan ‘DIBUBARKAN’.

 

Selanjutnya, bagaimana jika kata-kata tersebut kita pakai dalam sebuah catatan kritikan yang kita tujukan ke Fahri maupun DPR?

 

“Sebaiknya DPR ‘DIBUBARKAN’ saja

karena sangat kecil kontribusinya bagi rakyat Indonesia.

 

Sebutan Wakil Rakyat hanyalah kiasan semata

karena yang diwakili hanyalah diri sendiri dan kelompok saja.

 

‘BODOH’ dan ‘BLOON’ lebih layak disandang oleh dewan kehormatan

jika sidang hanya setara dagelan sebagai tontonan dan cibiran.

 

Memang tidak semua anggota dewan sederajat.

Tapi yakinkah kita kalau semuanya benar-benar membela rakyat?

 

(Yang Terhormat) Fahri Hamzah yang (mengaku) berintegritas utuh

Jika mulutmu tidak bisa menentramkan, minimal jangan membuat gaduh

 

Wahai Wakil Rakyat Yang Terhormat,

Dalam tulisan ini unsur penghinaan tidak terlibat.

Semoga Pasal 122 dalam revisi UU MD3 tidak menjerat.”

 

… terdengar bel tanda masuk sekolah berbunyi, lebih baik saya kembali ke realita dengan tugas dan tanggung jawab sebagai pendidik. Daripada berangan dan berharap saja, lebih baik saya bergegas masuk kelas. Anak didik menunggu untuk dididik. Dididik untuk memiliki integritas dalam berpikir, berucap, dan bertindak supaya menjadi insan yang terhormat kelak. Kepada mereka lah kita layak sematkan harapan perubahan untuk Indonesia yang lebih bermartabat.(***)

Komentar