oleh

Kejanggalan Kurtilas

Oleh : Ikah Wastikah, S.Pd.

(Penulis adalah Guru Kelas 6 SDN Sukamulya Kota Tasikmalaya)

Pelajaran apa hari ini ?” Itulah sepenggal pertanyaan yang terlontar dari peserta didik ketika jam belajar dimulai. Hal ini terjadi ketika awal kurikulum 2013 (kurtilas) berlaku. Adanya pertanyaan itu karena kebiasaan dijadwal pelajaran tertera berbagai mata pelajaran. Namun, sejak kurtilas berlaku, jadwal pelajaran tidak lagi berupa deretan mata pelajaran melainkan tema-tema dalam setiap pembelajaran.

Setelah setahun lamanya kurtilas berjalan, materi-materi yang ada pada kurtilas masih dirasa ada yang kurang. Meskipun materi itu terus dikaji sampai mendalam dan sekecil apapun dicari tetap saja berbeda jauh dengan kurikulum sebelumnya.

Ketika kurtilas sudah berjalan bukan pelajaran apa hari ini yang mereka tanyakan tetapi “tema yang membosankan”. Hal itu membuat guru tercengang dan heran. Apakah materinya yang membosankan, atau penyampaian gurunya ? selidik demi selidik rupanya kata itu terlontar karena adanya materi yang berulang-ulang pada setiap tema. Keterhubungannya antara pelajaran yang satu dengan yang lainnya terlalu kelihatan ganjil.

Tidak hanya itu pada lembar kegiatan yang membutuhkan media internet sangat mempersulit peserta didik karena keterbatasan media dan jika diberi tugas di rumah pun mereka mengalami kendala karena tidak tersedianya media.

Pada buku paket kurtilas, peserta didik hanya menemukan materi inti saja, jadi dituntut pengembangannya. Sementara peserta didik yang kurang mampu dan tidak ada usaha merasa pengetahuannya dangkal.

Kalau dibandingkan pada buku sumber kurikulum sebelumnya lebih lengkap dan jelas. Peserta didik pun tidak bisa membedakan antara materi IPS dan PKN, materi hampir mirip, jadi bagi peserta didik “kira-kira ini termasuk PKN atau IPS ?”

Khusus di kelas 6 di ujian akhir sekolah peserta didik menghadapi ujian permata pelajaran bukan per-tema. Kesulitan membedakan materi yang tadi itu cukup kelihatan, sehingga bingung untuk menghapal. Jika dalam pembelajaran per-tema maka seharusnya dalam ujian-pun pertema.

Pada buku catatan-pun peserta didik merasa kebingungan dalam menghapal karena materi yang sudah dicatat langsung di-cut oleh materi yang lain lagi pada pertemuan berikutnya. Artinya tulisan peserta didik tersebut tidak tersusun secara sistematis. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya yang memiliki mata pelajarannya terpisah catatan tersusun rapi.

Setelah mendalami dan mempelajari walaupun kurikulum berganti-ganti diharapkan peserta didik lebih mudah mencerna dan mempelajari materi dengan mudah. Hal itulah yang kiranya perlu dikaji ulang oleh para pemangku kebijakan kurikulm agar mempermudah bukan mempersulit peserta didik. Meskipun hal itu tidak mungkin, setidaknya ada kesesuaian antara proses pembelajaran dengan proses penilaian atau ujian. Semoga dengan adanya kebijakan baru dari “Mas Menteri” tentang kemerdekaan belajar akan menjadi solusi terbaik bagi kendala-kendala yang dialami guru dan peserta didik.  (***)

 

 

Komentar