oleh

Tangisan Pramuka

Oleh:Zamzam Adi Purnama,S.Pd

(Guru Penjaskes SDN 2 Gunungpereng Kec. Cihideung Kota Tasikmalaya)

PRAMUKA  merupakan organisasi yang begerak di bidang pendidikan. Organisasi ini sangat mengedepankan nilai –nilai karakter yang baik dan menanamkannya pada setiap individu yang mengikutinya. Kegiatan pramuka di sekolah tidak akan lepas dari peran utama seorang guru sebagai pembina pramuka dalam mengkondisikan  siswanya untuk aktif mengikuti setiap materi  yang diajarkan. Adapun materi kepramukaan ketika akan diajarkan sangatlah dinantikan oleh para siswa,  tidak terkecuali salah satu kegitannya yang sangat memotivasi dan menantang nyali seperti Susur Sungai.

Kegiatan susur sungai sangat diminati oleh setiap anggota pramuka, selain bersentuhan langsung dengan alam yaitu keindahan sungai juga menyusuri air sungai  yang dilakukan secara berkelompok  begitu menyenangkan. Kakak Pembina pramuka pada kegiatan susur sungai  berharap setelah mengikuti kegiatan tersebut adik –adik anggota pramuka yang notabene adalah siswanya mempunyai jiwa yang pemberani. Permasalahan yang terjadi pada kegiatan susur sungai ini adalah ketika tujuan untuk menjadikan jiwa pemberani setiap anggotanya tidak diimbangi dengan kecermatan seorang pembina pramuka dalam mengkondisikan terutama keselamatan para siwa yang mengikutinya. Pembina pramuka yang seharusnya memaksimalkan persiapan pada kegiatan susur sungai sehingga terjamin keamanan dan keselamatannya,  malah  menjadikan kegiatan ini  momok yang menakutkan  sampai terjadi kecelakaan yang berujung pada kematian.

Fenomena pembina pramuka  dengan menyuruh terhadap para siswanya untuk menyusuri sungai tanpa persiapan yang matang berujung kematian yang sekarang terjadi, telah melenceng jauh dari esensi pamuka itu sendiri yaitu salah satu nilai dari Dasa Dharma Pramuka yang menyatakan pramuka itu “Hemat, Cermat dan Bersahaja”. Kejadian yang demikian  membuktikan bahwa perilaku ketidak cermatan pembina pramuka tersebut menciptakan sebuah Tangisan Pramuka. Tangisan  Pramuka , menjadi sebuah tragedi berkabungnya dunia pendidikan yang disebabkan oleh penanaman  jiwa yang berani namun tidak disokong oleh cara berpikir logis terutama dalam mencermati setiap resiko yang  terjadi ketika akan melalukan kegiatan. Susur sungai  yang telah memakan korban jiwa anggota pramuka sehingga menjadi tangisan pramuka tentunya adalah sebuah permasalahan yang harus ditemukan jalan keluarnya supaya kembali normal dalam artian kegiatan kepramukaan kembali ke khitohnya sebagai aktivitas yang menyenangkan bukan menakutkan. Sebuah jawaban yang mungkin dapat mengembalikan  predikat pembina pramuka untuk tidak mengulang kembali tangisan pramuka yaitu diantaranya pembina pramuka harus selalu cermat  memaksimalkan segala persiapannya dalam merencanakan dan melaksanakan  setiap kegiatan terutama dalam menjaga keselamatan para siswanya  serta untuk jawaban alternatif juga bisa dilihat dari  sudut pandang  fisik dan psikis  para siswa dimana para siswa yang mempunyai pisik yang lemah dan jiwa yang penakut tidak boleh dipaksa untuk mengikuti kegiatan –kegiatan yang sifatnya mempunyai tantangan dengan resiko yang tinggi walaupun kegiatan tersebut bertujuan untuk menciptakan sosok jiwa pemberani.

Guru yang diembani tugas sebagai pembina pramuka disekolah janganlah disepelekan, yang mana tentunya tugasnya adalah menanamkan nilai –nilai tri satya dan dasa dharma pramuka kepada setiap siswanya bukan saja memiliki jiwa yang pemberani namun juga memiliki tingkat kecermatan yang tinggi . Apabila guru sudah menjalankan tugas tersebut dan mengingatnya selalu maka  kecelakaan  yang terjadi pada setiap kegiatan dapat dihindari.

Kecelakaan yang terjadi pada kegiatan kepramukaan disebabkan pula oleh perilaku siswa sebagai anggota pramuka  mengindahkan aturan –aturan yang telah dianjurkan oleh guru sebagai pembina pramuka dan aturan yang berlaku ditempat tempat kegiatan tersebut dimana batasan- batasan yang seharusnya diketahui dan dimengerti serta ditaati malah  dilupakan bahkan dilanggar.

Nah…dapat disimpulkan, tangisan pramuka tercipta  ketika guru sebagai pembina pramuka yang  ingin menanamkan jiwa pemberani  kurang cermat dalam perencaanan dan pelaksanaan di setiap kegiatan serta para siswa sebagai anggota pramuka melanggar batasan- batasan dimana seharusnya ditaati sehingga pada akhirnya terjadi kecelakaan yang berujung kematian . Semoga guru ke depannya bisa mengembalikan citranya sebagai pembina pramuka yang bisa menanamkan jiwa pemberani kepada para siswanya dan memiliki tingkat kecermatan yang tinggi di setiap kegiatan dapat terwujud  sehingga tidak mengulang kembali Tangisan Pramuka ”.

Komentar