oleh

Meniru Karakter Santri

(Refleksi Memperingati Hari Santri 22 Oktober 2021)

Oleh : Hendri Hendarsah  (ASN MTs Negeri 2 Kota Tasikmalaya)

DERASNYA perkembangan arus informasi dan teknologi yang membanjiri seluruh sendi kehidupan manusia,  budaya luar yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dianut bangsa Indonesia memberikan dampak adanya pergeseran nilai-nilai budaya.  Abdoel Fatah (2008) dalam bukunya Pembangunan Karakter Unggul Generasi Penerus Bangsa menjelaskan : “Krisis moral ini seakan melanda seluruh lini dari kehidupan kita, baik, ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya. Krisis multidimensi ini telah menembus seluruh bidang kehidupan termasuk karakter, moral, etika, norma dan tata nilai”.  Hal ini ditandai dengan berita-berita di media cetak maupun elektronik yang menghadirkan berita-berita kekerasan, pencurian, pembunuhan narkoba, kenakalan remaja dll. Problematika sosial tersebut tentunya perlu dicarikan solusi terbaik. Salah satunya penguatan pendidikan yang berbasis karakter.  

Mukti Ali dalam bukunya Zuhdy Mukhtar (1989) menyebutkan : “bahwa Pendidikan terbaik ada di pesantren, sedang pengajaran terbaik ada disekolah/madrasah”.   Pendapat ini menurut penulis memberikan gambaran bahwa nilai-nilai yang pendidikan dipesantren merupakan model pendidikan yang berkualitas. Sampai saat ini keberadaan pesantren tidak lagi menjadi pendidikan alternatif, melainkan menjadi lembaga pendidikan rujukan untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang memiliki karakter beriman, bertaqwa dan berahlak mulia.  Baharun (2017) menjelaskan : “Pesantren merupakan lembaga pendidikan asli (indigenouse) Indonesia, yang memiliki keunggulan dibandingkan lembaga-lembaga pendidikan lain”.  Dengan pola asrama yang diawasi penuh oleh kyai selama 24 jam penuh, membuat sistem pendidikan pesantren lebih baik dengan dukungan terbangunnya rasa ketulusan, kemandirian, gotong royong semua komponen pesantren.   Peserta didik yang berada di pesantren yang dikenal dengan santri, memiliki karakteristik dan perilaku yang khas.  

Dalam buku Ensiklopedia Islam, Harun Nasution (1993) menjelaskan pendapat Zamakhsyari Dhofir yang memberikan batasan tentang pengertian santri menjadi dua kelompok sesuai dengan tradisi pesantren yang diamatinya yaitu; Pertama santri mukim, yakni para santri yang menetap di pondok, biasanya diberikan tanggungjawab mengurusi kepentingan pondok pesantren. Bertambah lama tinggal di pondok , statusnya akan bertambah, yang biasanya diberi tugas oleh kyai untuk mengajarkan kitab-kitab dasar kepada santri-santri yang lebih junior. Kedua santri kalong,  yakni santri yang selalu pulang setelah selesai belajar atau kalau malam ia berada di pondok dan kalau siang pulang kerumah.

                Pola pendidikan pesantren yang diberikan kepada para santrinya yang memberikan dampak positif dalam pembentukan karakter menjadikan sebagai bahan rujukan untuk diadopsi. Perilaku santri yang menjadi kebiasaan menjadikan perilaku santri baik aspek kognitif, apektif dan psikomotorik tidak hanya sebatas konseptual semata, tetapi menjadi nilai-nilai yang tertanam dalam setiap pribadi santri. Sungguh luar biasa model pendidikan pesantren  yang diajarkan oleh para kyai kepada para santrinya.

Karakter Santri

Santri dengan kekhasannya dan memiliki karakter yang sepatutnya kita tiru. Hasil buah pendidikan di pesantren, para santri memiliki kemampuan untuk bisa beradaptasi di masyarakat. Selain kemampuan ilmu agama, para santri memiliki karakter/perilaku yang sudah tertanam dalam hatinya untuk menjadi manusia yang berguna bagi manusia yang lainnya.  Pembentukan karakter santri sangat didukung oleh kondisi pondok yang mengarah kepada terciptanya sistem pendidikan yang berdimensi internalisasi nilai, sebagaimana gambaran  A. Mukti Ali dalam bukunya M. Bahri Ghozali (2003) menjelaskan  tentang nilai-nilai pendidikan dalam pondok pesantren yang erat kaitannya dengan kelahiran pemimpin-pemimpin masyarakat binaan pondok pesantren. Ciri-ciri Pendidikan Pondok Pesantren menurut  A. Mukti Ali adalah sebagai berikut : Pertama  Ada hubungan yang akrab antara santri dengan kiyai-kiyai itu memperlihatkan sekali santrinya. Kedua Tunduknya santri kepada kiyai. Para santri menggangap bahwa menentang kiyai selain kurang sopan juga bertentangan dengan agama. Ketiga  Hidup hemat dan sederhana benar-benar dilakukan dalam pondok pesantren. Hidup mewah tidak terdapat dalam pondok pesantren. Keempat Semangat menolong diri sendiri amat terasa dan kentara dikalangan santri di pesantren. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari mereka yang serba dilaksanakan sendiri. Kelima Jiwa tolong menolong dan persaudaraan sangat mewarnai pergaulan di pesantren. Keenam Pendidikan disiplin sangat diketatkan dalam kehidupan pesantren. Ketujuh Berani menderita untuk mencapai suatu tujuan adalah salah satu pendidikan yang diperbolehkan santri dalam pesantren. Kedelapan  Kehidupan agama yang baik dapat diperoleh santri dipesantren itu, karena memang pesantren adalah tempat pendidikan dan pengajaran agama.

                Keberhasilan pembentukan karakter/perilaku yang dimiliki santri tersebut, tidak lepas dari campur tangan kyai yang mengajarkan dengan keikhlasan. Metode yang dipakai oleh para kyai memberikan dampak perubahan kearah yang positif  dalam mencetak santri yang berakhlak mulia. Setidaknya ada enam metode pembentuk perilaku santri. Mukti Ali dalam bukunya Zuhdi Mukhtar (1989) memberikan penjelasan yaitu : “Bagi pesantren setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam membentuk perilaku santri, yakni 1) Metode Keteladanan (Uswah Hasanah); 2) Latihan dan Pembiasaan; 3) Mengambil Pelajaran (ibrah); 4) Nasehat (mauidzah); 5) Kedisiplinan; 6) Pujian dan Hukuman (targhib wa tahzib)”.    

                Dengan demikian diharapkan  karakter/perilaku santri menjadi barometer dalam rangka peningkatan kualitas dalam penanaman nilai-nilai agama dalam segala kehidupan dan itu merupakan suatu keniscayaan dalam menghadapi krisis  multidimensi terutama krisis  moral dan sosial. Tentunya kedepan kualitas lembaga pendidikan pesantren harus terus dikembangkan dan bisa mengimbangi perkembangan zaman tanpa menghilangkan nilai-nilai keislaman dan kultur pesantren yang terbangun selama ini. Selamat Hari Santri Nasional. ***

Komentar